SEMARANG (jatengtoday.com) – Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Pancasila Jakarta, Hasbullah menyebut, seseorang bisa dijerat delik tindak pidana korupsi jika yang bersangkutan berperan atau menjadi konektor (penghubung) antara pemberi dan penerima suap.
Hal itu diungkapkan Hasbullah saat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam perkara dugaan suap Dana Alokasi Khusus (DAK) di Kebumen dan Purbalingga di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (29/5/2019). Kasus itu menjerat Wakil Ketua DPR RI nonaktif, Taufik Kurniawan
Dalam sidang tersebut, Jaksa KPK Eva Yustisiana mempertanyakan ulang terkait apa yang ditanyakan tim penasehat hukum terdakwa, Elsa Syarif, Vidi Galenzo Syarif dan David Fernando.
Ia bertanya soal uang suap yang diberikan melalui orang suruhan, sementara orang suruhan tersebut merupakan penyelenggara negara. Apalagi yang disuruh itu ikut dalam pembicaraan masalah fee, apakah orang tersebut bisa dianggap turut serta?
Menjawab pertanyaan itu Hasbullah menjawab, jika konstruksinya seperti yang jaksa sampaikan, maka bisa masuk sebagai turut serta. Namun, tegasnya, hal itu berlaku apabila yang bersangkutan dibujuk menjadi konektor atau penghubung antara pemberi dan penerima.
“Jadi sepanjang bisa dibuktikan ada konektor dan uang sampai kepada si penyelenggara negara, maka Pasal 55 ayat 1, sudah terpenuhi dalam tindak pidana suap,” jawab Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) tersebut.
Lebih lanjut KPK menanyakan, apakah hal itu juga bisa dikenakan kepada penyelenggara negara?
Mendengar pertanyaaan itu, Hasbullah menjawab kalau memang ada messenger-nya, ada konektornya, kemudian si penyelenggara memiliki kewenangan atau jabatan atas hal itu, yang secara langsung terhadap suatu kewajiban, maka menurutnya sudah terpenuhi unsurnya.
“Tapi kalau hal itu tidak ada, maka pasal 11 dan pasal 12 (UU Tindak Pidana Korupsi) tidak terpenuhi,” jawabnya.
Jaksa juga bertanya, apabila dalam pertemuan itu juga dibicarakan mengenai pemberian untuk apa dan ke siapa, apakah kedua-duanya juga bisa dipertanggungjawabkan?
Ahli menjelaskan, suatu niat harus diwujudkan dalam suatu tindakan fisik, apakah dia delivery. Sebab, menurutnya, dalam suatu jabatan banyak modus yang memang si messenger bisa mengaku sebagai messenger, namun tidak sampai. Kemudian ada pula yang dimanfaatkan dalam konteks kasus-kasus demikian.
“Tapi kalau kasusnya yang jaksa sampaikan, dibicarakan dan disempurnakan delivery itu sampai, maka terpenuhi. Tapi kalau dibicarakan deliverynya tidak sampai, maka tidak terpenuhi unsurnya, karena dia itukan menerima,” jawab ahli.
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan diseret ke meja hijau karena dugaan kasus suap pengurusan DAK. Jaksa menyebut total uang suap yang diterima sebesar Rp 4,85 miliar. Taufik menerima suap dari eks Bupati Kebumen Rp 3,65 miliar dan dari eks Bupati Purbalingga sebesar Rp 1,2 miliar. (*)
editor : ricky fitriyanto