SEMARANG (jatengtoday.com) – Sidang dugaan korupsi pengadaan 350 pemohon sertifikat pada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kabupaten Kendal kembali berlanjut, Rabu (13/11/2019).
Pada sidang kedua di Pengadilan Tipikor Semarang ini, jaksa Kejari Kendal mendatangkan beberapa saksi. Diantaranya adalah Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Kendal Marwoto, atas kedudukannya sebagai mantan Camat Weleri.
Selain itu juga menghadirkan Kaur Umum Desa Sidomukti Jasmani, serta Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sidomukti Warno.
Masing-masing memberi kesaksian korupsi terhadap terdakwa Kepala Desa Sidomukti Sugiyanto, Ketua Panitia Program PTSL Paryono, dan Bendahara Panitia Program PTSL Markumiati.
Mantan Camat Weleri Marwoto mengaku tidak mengetahui sama sekali terkait pengadaan 350 pemohon sertifikat pada program PTSL dari Desa Sidomukti.
“Saya tidak tahu. Dulu Forkopimda memang pernah memanggil untuk menjelaskan poin-poin yang boleh diambil, sehingga biaya untuk Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus dikembalikan ke pemohon,” ujarnya.
Sepengetahuan Marwanto, pendaftaran sertifikat ada yang bisa menggunakan berita acara kesaksian dan akta. Namun terkait penarikan biaya PPAT, dia sudah memerintahkan panitia agar uangnya segera dikembalikan ke pemohon.
“Setelah rapat dengan Bupati Kendal, saya menyuruh agar biaya PPAT dihilangkan. Yang boleh biaya untuk beli materai dan lainnya saja,” imbuh Marwanto di hadapan majelis hakim yang dipimpin Casmaya.
Berdasarkan informasi, besaran uang yang dikembalikan ke setiap pemohon adalah Rp 250 ribu.
Sementara itu, Kaur Umum Sidomukti Jasmani menjelaskan, dalam rapat panitia pemohon sertifikat sepakat memberikan biaya Rp 650 ribu.
Adapun rinciannya, kata Jasmani, untuk biaya pemberkasan dan jaga-jaga sebesar Rp 250 ribu, untuk biaya membeli materai seharga Rp 6 ribu sebanyak 10 lembar, untuk beli 4 patok batas sebesar Rp 100 ribu, map Rp 15 ribu, dan biaya sosialisasi dan rapat-rapat lainnya.
Menurutnya, pada saat itu tidak ada yang merasa keberatan, sehingga sebanyak 350 pemohon sertifikat menyepakati. Meskipun di sisi lain dia mengakui bahwa kesepakatannya tidak dituangkan dalam berkas.
“Kesepakatannya begitu. Nanti panitia nggak perlu terima honor, tapi cukup dialokasikan dari sisa dana pemberkasan yang ada,” tandas Jasmani.
Untuk diketahui, atas perbuatannya, terdakwa Sugiyanto dijerat Pasal 12 (primer) dan 11 (subsider) huruf e jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (primer).
Kemudian Pasal 8 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (lebih subsider).
Sementara untuk terdakwa Paryono dan Markumiati dijerat Pasal 12 huruf e (primer) dan Pasal 11 (subsider) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Serta Pasal 9 (lebih subsider) dan Pasal 8 (lebih-lebih subsider) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)
- editor : ricky fitriyanto