JEPARA (jatengtoday.com) – Penyu sudah jadi hewan langka. Tapi bukan berarti tidak punya kesempatan melihatnya. Di Kepulauan Karimunjawa, wisatawan justru bisa memegangnya. Bahkan merilis anakan penyu atau tukik yang telah siap mengarungi lautan luas.
Jika berkunjung ke Karimunjawa, coba mampir ke Pulau Legon Jaten. Di sana, ada konservasi penyu yang dikelola Taman Nasional Karimunjawa.
Pulau tersebut terpisah cukup jauh dari pulau utama. Untuk menginjakkan kaki di sana, harus lewat jalur air. Biasanya pemandu wisata mengarahkan wisatawan mampir ke pulau tersebut saat tur laut, setelah snorkling.
Penangkaran penyu ini memberikan kesempatan bagi wisatawan yang ingin merasakan sensasi melepas tukik. Tidak perlu menunggu saat musim telur penyu menetas. Sebab, pihak pengelola konservasi menyimpan beberapa tukik di keramba.
Sukanan, salah satu petugas Konservasi Penyu menuturkan, pihaknya sengaja tidak melepas semua tukik yang baru menetas. Sebagian disisakan untuk menyediakan wisatawan yang ingin merasakan sensasi melepas tukik.
Biayanya Rp 10 ribu untuk melepas satu ekor tukik. “Ini untuk mengganti pakan tukik selama dikarantina di keramba. Pakannya ikan yang dicacah,” jelasnya ketika ditemui, Selasa (25/2/2020).
Dia bercerita, untuk mendapatkan telur penyu, pihaknya bekerjasama dengan nelayan Karimunjawa. “Nelayan yang menemukan telur, di bawa ke sini. Sistemnya tidak dijual-belikan, tapi kami memberi kompensasi untuk mengganti solar,” imbuhnya.
Cara menetaskan cukup sederhana. Telur-telur penyu dikubur pasir pantai di ember bekas cat. Telur dikubur sekitar 20-25 centimeter dari permukaan. Satu ember, bisa untuk menetaskan hingga 90 butir telur.
“Setiap ember, isinya beda-beda. Ada yang 70, 80, hingga 90 telur,” jelasnya. Tidak lupa, diberi keterangan terkait lokasi asal telur penyu, tanggal, dan jumlah telur yang ada di dalamnya.
Ember yang menjadi tempat penetasan telur, disimpan di sebuah tempat mirip rumah. Gentingnya transparan agar cahaya matahari bisa masuk. Jendelanya pun banyak untuk mengontrol suhu.
“Biasanya telur menetas setelah 60 hari. Kira-kira 70 persen yang menetas,” bebernya.
Meski tukik-tukik yang menetas cukup banyak, lanjutnya, jumlah yang selamat ketika dilepas di laut hanya sedikit.
“Seribu banding satu. Artinya, seribu yang dilepas, biasanya yang survive hanya satu. Yang lain dimakan predator,” paparnya.
Biasanya, pelepasan penyu dilakukan sore hari, untuk menghindari predator. Sebab, biasanya pagi hingga siang, banyak predator yang siap memangsa tukik. Seperti elang dan ikan.
Sepeti diketahui, kegiatan konservasi sudah ada sejak 2003. Saat itu berada di Kemujan dan sempat dipindah ke Pulau Menjangan Besar. Pada 2013 dipindah lagi ke Pulau Legon Jaten hingga saat ini. (*)
editor: ricky fitriyanto