SEMARANG (jatengtoday.com) – DPRD Kota Semarang mempertanyakan kabar Kota Semarang yang baru-baru ini disebut oleh Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito—menjadi daerah dengan kasus aktif Covid-19 paling tinggi di Indonesia.
Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Joko Santoso menilai pernyataan tersebut cukup mengherankan. Sebab, kondisi di Kota Semarang berdasarkan laporan Dinas Kesehatan tidak seperti data yang disebut Satgas Penanganan Covid-19. Yakni 2.317 kasus aktif sebagaimana diumumkan beberapa hari lalu.
“Saya tidak tahu dari mana sumber data yang menyebut Kota Semarang tertinggi angka positif Covid-19 di Indonesia. Kalau melihat angka yang diberikan Dinas Kesehatan Kota Semarang seharusnya angkanya tidak sebesar itu,” kata Joko, Kamis (3/9/2020).
Dia menduga, ada kemungkinan data bertambah karena sejumlah rumah sakit di Kota Semarang menjadi rujukan dari berbagai daerah di sekitarnya. “Misalnya RSUP dr Kariadi dan RS Tugurejo yang menjadi rujukan pasien Covid-19 dari berbagai daerah di luar Kota Semarang, bisa saja itu dimasukkan sehingga menyumbang data tersebut,” katanya.

Berkaitan dengan penanganan, menurut dia, Kota Semarang cukup bagus. Mulai dari penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM), berbagai program penanganan Covid, hingga penyediaan tempat karantina.
“Saya rasa terlihat cukup bagus. Baik preventif maupun represif Kota Semarang telah melaksanakan dengan baik. Saya sendiri tidak habis pikir, dari mana angka tersebut bisa muncul,” ujarnya.
Meski begitu, Joko meminta agar hal itu menjadi catatan penting bagi Kota Semarang untuk terus berbenah. “Paling tidak menjadi catatan. Tidak perlu saling menyalahkan pihak siapapun, justru harus dijadikan introspeksi yang memacu Pemkot Semarang untuk menekan angka Covid-19. Misalnya meningkatkan sosialisasi mengenai protokol kesehatan di masyarakat,” ujarnya.
Dia meminta agar Pemkot Semarang bersama jajarannya lebih giat meningkatkan pelaksanaan PKM dan sosialisasi ke masyarakat. “Operasi-operasi terkait harus digencarkan, bahkan mungkin bisa juga PKM ditingkatkan menjadi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) begitu,” katanya.
Dia mengakui, saat ini masyarakat telah mengalami kejenuhan dengan aktivitas terbatas. Walaupun rata-rata masyarakat telah menjalankan protokol kesehatan. “Tetapi pemerintah kan tidak bisa maksimal untuk melakukan pemantauan terhadap kegiatan masyarakat selama 24 jam setiap hari,” katanya.
Menurut Joko, pemberlakuan PKM di Kota Semarang yang telah diperpanjang beberapa kali hingga saat ini diberikan kelonggaran masih efektif. Meskipun berbagai aktivitas masyarakat mulai dari Pedagang Kaki Lima (PKL), restoran, tempat hiburan dan wisata, hingga resepsi pernikahan telah diperbolehkan dengan catatan mematuhi pembatasan dan penerapan protokol kesehatan, tetapi tidak ditemukan klaster penyebaran Covid-19 baru.
“Wisata dibuka, nyatanya memang tidak ditemukan adanya klaster baru. Angka penyebaran Covid -19 di Kota Semarang di awal-awal dulu memang cukup tinggi, sejak diterapkan PKM hingga sekarang tidak ada temuan klaster baru. Harusnya melihatnya berdasarkan grafik, bukan dari angka sejak awal, karena kalau melihat angka tetap tinggi,” ujarnya.
Dia mendorong Pemkot Semarang lebih memaksimalkan kebijakan PKM dengan melibatkan sejumlah stakeholder. “Anggaran mengenai penanganan Covid-19 ini masih banyak,” katanya. (*)
editor: ricky fitriyanto