in

SE Wali Kota Semarang ini Dikhawatirkan Bertabrakan dengan Kultur Pendidikan Non Formal Warga NU

Pemberlakuan lima hari kerja mulai pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB diikuti jam belajar siswa di sekolah formal ternyata membawa dampak lain.

Perwakilan warga NU saat melakukan audiensi dengan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi di Balai Kota Semarang, pada Senin (25/7/2022). (dokumentasi humas)

SEMARANG (jatengtoday.com) – Surat Edaran (SE) Wali Kota Semarang bernomor B/3206//061.2/VI/2022 tentang pemberlakuan pengaturan jam kerja baru bagi seluruh pegawai Pemkot Semarang mendapat sorotan dari sebagian masyarakat. Salah satunya dari organisasi masyarakat (Ormas) Nahdhatul Ulama (NU).

Dalam SE tersebut, Pemkot Semarang memberlakukan lima hari kerja, setiap hari Senin hingga Kamis, mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Sedangkan untuk Jumat ditetapkan mulai pukul 07.30 WIB hingga pukul 14.00 WIB.

Aturan yang secara resmi diberlakukan sejak 1 Juli 2022 itu diikuti jam belajar siswa di sekolah formal. Sebagian masyarakat NU merasa khawatir bila aturan baru tersebut berpotensi tumpang tindih dengan kultur pendidikan non formal masyarakat NU yang memiliki tradisi pendidikan di sore hari.

Ketua NU Kota Semarang, Anasom, berpendapat bahwa pemberlakuan lima hari kerja yang diikuti penyesuaian jam belajar sekolah ini dikhawatirkan bertabrakan dengan aktivitas pendidikan non formal bagi warga NU. Para siswa berpotensi tidak dapat mengikuti aktivitas pendidikan lainnya.

“Kalau lima hari kerja, maka jam belajar siswa akan tambah di sekolah (yakni hingga pukul 16.00 WIB). Sementara di NU itu ada Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ), Madrasah Diniyah (Madin) atau sekolah sore, dan sebagainya,” kata Anasom, saat melakukan audiensi bersama sejumlah perwakilan NU di Kantor Wali Kota Semarang Kompleks Balai Kota Semarang, pada Senin (25/7/2022).

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi langsung mengklarifikasi hal tersebut. Hendi sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa pemberlakuan jam kerja sesuai surat edaran tersebut tidak secara langsung berpengaruh pada jam belajar siswa di sekolah.

“Kalau jam kerja guru pasti mengikuti surat edaran, tapi jam pelajaran murid berbeda dengan jam kerja guru. Intinya murid itu pulang duluan daripada gurunya,” jelas Hendi.

Namun demikian, Hendi menjelaskan bahwa pihaknya akan mengeluarkan Surat Edaran lagi untuk menegaskan maksud dari aturan jam kerja yang ditetapkan tersebut.  “Sehingga tidak menimbulkan asumsi yang berkepanjang,” ujarnya.

Asisten Pemerintah Sekda Kota Semarang, Mukhamad Khadik mengatakan bahwa Pemkot Semarang tidak akan mengubah isi surat edaran yang telah dikeluarkan. Tetapi Dinas Pendidikan Kota Semarang akan merespons agar masyarakat tidak muncul kekhawatiran.

“Tujuan SE itu salah satunya untuk menekan dampak kemacetan lalu lintas. Sehingga ini akan tetap berlaku. Hanya saja dari Dinas Pendidikan akan mengeluarkan surat baru lagi berupa penegasan agar tidak ada asumsi yang salah,” tegasnya.

BACA JUGA: Beredar Surat KMA, Pelajaran PAI dan Bahasa Arab di Madrasah Dihilangkan

Sementara Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Semarang, Muhammad Ahsan meyakinkan  bahwa aturan jam kerja yang baru tidak akan mengganggu kegiatan pendidikan non formal tang telah berjalan.

“Justru semangat kami adalah bersinergi dengan lembaga pendidikan non formal termasuk keagamaan untuk memperkuat pendidikan peserta didik,” ujarnya. (*)