Editor: Ismu Puruhito
SEMARANG – Salah satu tempat baru yang unik dan menjadi program Pemerintah Kota Semarang adalah Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM) di Jalan Simongan Raya Nomor 49 Semarang. Tempat ini menjadi tempat curhat berbagai masalah psikologi warga Kota Semarang.
Anehnya, baru saja dibuka telah masuk aduan sebanyak 34 aduan. Terlebih mengejutkan, aduan yang masuk tersebut justru paling banyak dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mengeluhkan perlakuan pimpinannya.
Wali Kota Hendrar Prihadi menegaskan bahwa didirikannya Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM) ini sebagai tempat curhat bagi warga Kota Semarang untuk memecahkan spiritual maupun mental. “Sebuah gebrakan pemerintah yang ingin ditunjukkan kepada masyarakat bahwa sebenarnya aspek membangun manusia ini tidak hanya dari segi fisik saja. Semua boleh lapor di sini,” kata Hendi sapaan akrab Hendrar Prihadi saat meresmikan Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM) di Jalan Simongan Raya Nomor 49 Semarang, akhir pekan.
Dikatakan Hendi, saat ini sudah ada 34 yang sudah lapor, bahkan sebagian besar adalah PNS. “Mereka ada yang mengeluhkan perlakuan pimpinannya, mengeluhkan persoalan keluarganya, tapi insyaallah kerahasiaan terjamin. Silakan ini menjadi rumah curhat warga Kota Semarang,” katanya.
Tidak hanya itu, diakuinya, di Kota Semarang masih ada kekerasan terhadap anak maupun perempuan. Sebulan lalu, kata dia, ada sepasang orang tua datang ke tempat kerja Hendi. “Bapak-ibu itu nangis, mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah. Kenapa begitu? Karena anaknya yang sekolah di SMA negeri, pulang ke rumah dalam kondisi baju sobek-sobek. Dia mengatakan baru saja dibully oleh gurunya. Kenapa dibully gara-gara datang telat saat latihan ekstrakurikuler basket,” cerita Hendi.
Siswa tersebut diminta push up, tetapi tidak mau melakukannya. Alhasil, baju siswa tersebut ditarik oleh gurunya, hingga sobek. Termasuk dipukul oleh guru. “Ini terjadi di sekolah favorit di Semarang. Nah, ini sudah kami koordinasikan lewat kepala dinas pemberdayaan perempuan, orang tua, tapi ternyata persoalan bully ini membekas di hati anak. Anak itu ternyata tidak mampu menahan depresi. Kemudian minta kepada orang tuanya supaya bisa melanjutkan sekolah tidak di Kota Semarang. Akhirnya dia dikirim di salah satu SMA di Lombok Nusa Tenggara Barat,” katanya.
Persoalan tidak berhenti di situ, lanjut Hendi, bahkan dia sama sekali tidak mau menginjakkan kakinya lagi di Kota Semarang karena depresi. “Nah ini bisa dibayangkan, kita bisa bertemu contoh. Kasus bullying ini hal yang harus kita hindari. Rumah Duta Revolusi Mental ini menjadi salah satu bagian komitmen bersama-sama supaya tidak ada perlakuan yang keji dan tidak sepantasnya terhadap orang yang mempunyai fisik lemah. Dalam hal ini anak dan perempuan,” katanya.
Lebih lanjut, berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, ada sebanyak 84 persen siswa siswi SD, SMP, SMA di Kota Semarang pernah mendapatkan perlakuan bullying. “Baik dalam bentul dijewer sama gurunya, diece-ece dan seterusnya. Hal inilah yang harus kita sikapi, mudah-mudahan lounching Rumah Duta Revolusi Mental ini menjadi awal perjuangan kita bersama,” katanya.
Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan terdapat program-program pencegahan kekerasan anak dan perempuan. Salah satunya bullying. “Kasus seperti yang diceritakan pak wali akan ditindaklanjuti. Akan ada pelatihan terhadap guru, terutama terhadap guru Bimbingan Konseling. Pelatihan bagaimana mengendalikan emosi, rasa amarah,” katanya.
Termasuk ada pemberdayaan perempuan, dari korban yang sudah ditangani Seruni, nanti ditindaklanjuti oleh Rumah Duta Revolusi Mental dengan pelatihan-pelatihan, konselor dan terapi. “Mereka korban ini kan perlu pemulihan. Pelaporan berbasis IT, nanti dijemput mobil. Disediakan psikolog dan bantuan hukum, terintegrasi,” katanya. (*)