SEMARANG (jatengtoday.com) – Revitalisasi kawasan Kota Lama Semarang tahap pertama ditargetkan selesai akhir April 2019 lalu. Hal itu sesuai pernyataan Menteri Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, saat berkunjung ke lokasi proyek, Rabu (27/3/2019).
Saat itu, Basuki menilai, proyek dengan alokasi anggaran mencapai Rp 183 miliar tersebut progresnya cukup baik. Sehingga ia yakin tidak akan molor “lagi”. Pernyataan tersebut bisa ditelusuri melalui jejak digital dengan memasukkan kata kunci “Revitalisasi Kota Lama”.
Hal itu dikuatkan dengan pernyataan Pemerintah Kota Semarang melalui Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Bunyamin.
Ketika menghadiri acara diskusi bertajuk “Kami Tetap Tanguh” di Gereja Blenduk, Kota Lama, ia menyampaikan bahwa target tahap pertama memang selesai pada bulan April. “Akhir April (pembangunan) fisiknya selesai. Itu tahap satu, karena ini ada beberapa tahap,” ujarnya, Jumat (3/5/2019).
Sekarang sudah memasuki bulan Mei, bagaimana progresnya? Sudahkah sesuai dengan yang ditargetkan?
Pantauan di lapangan, revitalisasi wilayah Sayangan dan sepanjang Jalan Letjen Suprapto yang merupakan lokasi utama pembangunan tahap pertama, sampai saat ini belum selesai. Bahkan, akses menuju Jalan Letjen Soeprapto dari arah Bundaran Bubakan (Jalan MT Haryono) juga belum dibuka.
Dengan terpaksa, sebagian warga memilih menerobos lewat samping pagar proyek yang sebenarnya tidak boleh dilalui. Seperti yang dilakukan Andi Saputra (25). Ia mengaku enggan jika harus memutar melalui Jalan Ronggowarsito (wilayah Gereja Gedangan).
“Mending nerobos sini, cepet. Lagian lama banget nggak selesai-selesai,” keluhnya.
Molornya revitalisasi Kota Lama sebenarnya bukan kali pertama ini terjadi. Sebelumnya, proyek yang dikerjakan PT Brantas Abipraya di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR ini, awalnya ditargetkan selesai akhir Desember 2018.
Perubahan target tersebut dilakukan karena adanya perubahan desain dari pemerintah pusat. Perubahan desain yang dimaksud diantaranya pemasangan ducting yang tadinya akan dipasang di samping kanan dan kiri jalan, kemudian diganti di tengah.
Selain itu, ada perubahan lainnya, seperti jenis paving yang digunakan. Waktu itu, Menteri PUPR menilai kurang bagus untuk kawasan heritage, jika hanya menggunakan paving biasa. Sehingga, desain diminta untuk diubah menggunakan struktur batu andesit atau batu alam.
Pasca tahap pertama selesai, ke depan akan segera dilanjutkan untuk tahap kedua. Yaitu revitalisasi di kawasan rumah pompa, serta Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bubakan. Jadwal lelang untuk tahap kedua ini seharusnya dilakukan pada Mei ini.
Ketika diklarifikasi terkait kapan revitalisasi tahap pertama ini selesai dan kapan lelang tahap kedua dilakukan, Kepala Bappeda Kota Semarang Bunyamin mengaku tidak mengetahuinya. Sebab, katanya, pemerintah kota hanya sebagai tuan rumah dari program Kementerian PUPR.
Mendengar hal ini, Dewi Djukardi selaku aktivis di Jaringan Pelestarian Cagar Budaya Indonesia mengaku sedikit prihatin. Pasalnya, seharusnya proyek sebesar ini harus jelas, baik dari segi transparansi maupun koordinasinya. Antara pemerintah pusat, pemkot, dan petugas pelaksana proyek.
Dalam hal ini, lanjutnya, Pemkot Semarang bisa dikatakan minim koordinasi. Terbukti tidak bisa menjawab pertanyaan warga dan justru melemparkan persoalan kepada Kementerian PUPR. “Seharusnya tidak bisa begitu, pemerintah kota harus ada koordinasi yang jelas dengan PUPR. Sehingga ketika ditanya, tidak malah lempar sana, lempar sini,” tandasnya. (*)
editor : ricky fitriyanto