Diakui, wayang suket bukan hal baru. Wayang kontemporer ini sudah ada sejak dulu. Hanya saja, mereka menilai, wayang gaga bisa memancing interaksi antara dalang atau pendongeng, dengan anak-anak.
“Tidak hanya mendongeng atau pertunjukan saja, kami juga menggelar workshop setiap tampil. Jadi anak-anak dapat langsung belajar cara membuat wayang dari suket. Ada beberapa metode pemetaan kami juga terkait sikap anak terhadap hal baru, cara mereka menyelesaikan masalah, dan cara mereka kemudian menunjukkan hasil karya mereka, melalui dongeng,” paparnya.
Metode itu sepertinya cukup efektif. Sebab, setelah beberapa kali dilakukan, ternyata ada hal-hal ytang membuat anak-anak jadi tertarik dan semangat mendengarkan dongeng.
Tidak hanya mengejar misi membudayakan dongeng. Karena konsep pertunjukan wayang gaga bisa dikategorikan sebagai dolanan bocah. Jadi, sebetulnya siapa pun bisa mengikuti permainan ini dan bisa mengikuti ceritanya. Yang kadang-kadang ceritanya bisa mengembang atau mebgerucut sesuai dengan kebutuhan.
Dengan media wayang gaga ini, pihaknya berharap bisa mematri pesan moral kepada anak-anak. Setidaknya ada waktu minimal dua jam, anak-anak bisa sejenak melupakan smartphone.
Meski diapresiasi masyarakat, mereka tidak pernah meminta imbalan. “Kami pentas dengan niatan baik. Kami sadar bahwa pertunjukkan bukan hanya menjadi tontonan, melainkan juga tuntunan,” tandasnya. (*)
editor : ricky fitriyanto