Berikut ini, 12 rahasia keberhasilan belajar kepada mentor ahli:
Lihat Keahlian dari “Produk” dan “Tindakan”
“Produk apa yang sudah kamu buat? Tindakan apa yang membuatmu layak menjadi mentor bagi saya?”
Kamu sudah tahu, ingin belajar apa. Langkah pertama yang perlu kamu lakukan, dalam memilih mentor, adalah melihat keahlian mereka.
Tanyakan itu sebelum belajar kepada seorang mentor. Sebelum kamu browsing tulisannya, videonya, bertemu orangnya, dll.
Tidak mudah mendefinisikan “ahli” (expert). (1) Lulusan universitas, dengan paket kecerdasan 5 tahun, atau bergelar doktor sekalipun, tidak lantas saya anggap sebagai ahli, karena universitas sering memakai sistem fabrikasi dan disiplin seragam dalam meluluskan seseorang. (2) Uang juga bukan ukuran, apalagi saya tidak bisa mengakses rekening dan menghitung berapa utang yang ia punya. (3) Bisa menjawab pertanyaan, juga bukan ukuran bagi saya. Saya tidak mau belajar kepada penceramah atau sesuatu yang bisa digantikan dengan Google. (4) Apalagi melihat penampilan. Tidak.
Apa ukuran keahlian menurut saya?
Dia punya “product” dan “tindakan” yang unik, serta berpeluang mengubah hidup saya menjadi lebih baik.
Jangan mau belajar kepada orang yang salah. Selagi produk dan tindakan dia tidak menarik, saya tidak mau belajar.
Sebelum belajar kepada mentor ahli, pikirkan, “Orang ini membuat produk apa? Dia sudah mengerjakan apa, yang berbeda dari orang lain? Bisakah dia mengubah hidup saya menjadi lebih baik?”.
Hindari Kepribadian Bermasalah dan Banyak Syarat
“Apakah orang ini konsisten? Tidak banyak syarat?”
Hindari orang yang berkepribadian sulit dan banyak syarat dalam belajar. Mentor yang baik, tidak dibingkai dengan disiplin dan kepribadian bermasalah. Mentor tanpa disiplin, bukanlah mentor. Saya sering bertemu orang pintar, namun kepribadian mereka bermasalah, seperti, bersikap rasis, tidak menghargai orang lain, atau memiliki kebencian berlebihan pada sesuatu yang dianggapnya kecil. Sejauh tidak mengganggu proses belajar kamu, tidak masalah.
Saya sering memancing orang pintar, dengan pertanyaan yang membuat mereka “marah”, namun saya tidak mewawancarai mereka. Harus halus, tidak terlihat.
Menurut saya, seorang ahli yang bersikap sarkas terhadap hal-hal tertentu, bukanlah masalah, asalkan ia bisa menunjukkan sikap yang jelas. Kepribadian bermasalah terjadi ketika seseorang bersikap inkonsisten dan syaratnya berubah-ubah. Kemarin A, sekarang B. Katanya gratis, ternyata harus bayar. Katanya selesai tanggal 17, ternyata dia ngilang.
Orang yang sedang belajar, yang pernah saya temui, kebanyakan juga gagal karena sikap inkonsisten. Mereka maunya belajar sebagai minimalis, pasif, dan memperlakukan mentor sebagai tokoh fiktif (bukan manusia), dan seenaknya dalam belajar. Tidak mau membaca sendiri, mencoba sendiri, tidak mau salah. Maunya langsung bertanya, “Bagaimana caranya? Adakah cara yang lebih cepat dari ini?”. Sebenarnya itu pertanyaan bagus, jika ditanyakan kepada diri sendiri. Dan ditanyakan setelah mencoba, setelah “salah”. Tanpa disiplin, belajar otodidak akan berubah menjadi kesia-siaan.
Peta dan Disiplin
“Gambarkan apa yang akan kita pelajari. Disiplin apa yang harus saya jalankan nanti?”
Mentor yang baik, memberikan gambar besar yang akan kamu pelajari, sebagai pengantar. Dia menunjukkan sebuah peta dan memberikan kunci rumah. Kamu mau lewat rute mana, memasuki ruang mana, pilihan ada padamu, namun dia menjelaskan rambu-rambu dan konsekuensi dari tindakanmu.
Mentor yang baik, lebih banyak bersikap low profile. Mereka hanya punya 1-2 disiplin yang tidak boleh kamu langgar.
Misalnya, kalau dia menetapkan, “Kita akan chat sehari 2 jam dan fokus belajar,” patuhi disiplin itu. Jangan banyak beralasan. Apalagi mengatakan, “Terima kasih. Materi ini akan saya baca dan pahami dulu.”.
Salah. Kamulah yang menganggap suatu pembelajaran sebagai proses mengunyah materi. Mentor kamu berkeinginan lain. Ia ingin kamu membacanya sekarang, kemudian dia menuntun kamu jika menemukan kesalahan. Dengan kata lain, kalau dia berikan sekarang, segera proses sekarang. Kalau dia memberikan penugasan, lakukan penugasan itu.
Jangan Minta Jawaban Langsung, Hindari Pertanyaan yang Tidak Spesifik
Tunjukkan usahamu. Pikirkan dulu, baru bertanya. Tidak kreatif, hasilnya tidak kreatif.
Saya sendiri, tidak suka kalau sedang menunjukkan sesuatu, orang bertanya, “Bagaimana caranya? Pakai aplikasi apa? Download di mana?”.
Seorang ahli menyukai hal yang spesifik. Permintaan langsung sering menggagalkan hubungan positif, misalnya, “Maukah Anda mengajari saya menulis artikel?”. Sepintas, itu positif dan spesifik, namun sebenarnya bukan.
Cara terbaik untuk membujuk seorang mentor adalah dengan menunjukkan usaha kamu.
“Saya sudah melakukan editing artikel, tetapi belum menemukan cara cepat. Setelah saya edit, selalu masih ada kesalahan. Saya akan kirimkan teks -sebelum- dan -setelah- editing. Adakah cara yang lebih cepat? Terima kasih.”.
Itu contoh pertanyaan yang dapat dikerjakan, sangat jelas, dan memperlihatkan bagaimana kamu sudah berusaha membuat sesuatu.
Bukan Sekolah Formal
Terima kasih, sudah perlakukan saya secara khusus.
Belajar privat dengan seorang mentor, bukanlah sekolah formal. Berikan dia masalah khusus. Jangan sampai kamu menemukan link dan jawaban yang bisa kamu cari di Google, hanya karena pertanyaan kamu tidak khusus sama sekali. Misalnya, membahas “masalah berbahasa Indonesia”. Sekolah dan buku-buku, sering menceritakan “jalan-pintas” (shortcut) yang bisa digunakan ketika editing, “Jika ada keraguan tentang istilah baku, kamu bisa buka KBBI online”. Mentor yang pintar, tidak semudah itu memberikan tips.
Mentor yang pintar, memberikan petunjuk, bahwa KBBI sebenarnya ada beberapa edisi dan inkonsisten dalam menjelaskan kata-kata tertentu. Mentor yang baik bisa menunjukkan “kesalahan umum” dalam berbahasa Indonesia, yang dipakai media-online besar.
Singkatnya, mentor yang baik, tidak memakai “materi kemarin”, dia selalu update dan memberikan pilihan. Mentor yang baik memiliki standar “sekarang” dan “terbaru”. Dia berani menentang Tirto yang menerjemahkan “nihilist” sebagai “penihil”.
Dokumentasi
Jangan pernah remehkan dokumentasi.
Kamu akan bertemu pernik-pernik, detail, catatan kecil, yang mungkin hanya bisa didapatkan dari pengalaman. Ini sangat mahal harganya.
Saya berikan contoh. Saya pernah belajar bagaimana caranya membaca buku. Mentor ini sudah membaca lebih dari 15.000 buku. Dia memberikan tips membaca cepat, dengan retensi tinggi, dan bisa ingat apa yang sudah kamu baca. Ilmu ini sangat mahal harganya. Bahkan ketika saya berikan trik-trik dasar, dalam bentuk sebuah artikel, orang masih belum mau menerapkan cara ini karena dianggap kurang instant. Selain itu, tulisan saya mungkin buruk, terlalu serius, semacam jamu pahit yang membuat orang enggan meminumnya sekalipun khasiatnya bagus.
Ketika kami mendiskusikan sebuah novel, dia membuat catatan “teks yang bermasalah”, dalam bentuk kartu-kartu kecil, lengkap dengan kutipan yang dipermasalahkan, halaman berapa, baris berapa, dan apa komentar dia. Ketekunan dan “tindakan” seperti ini, tidak pernah saya temukan dalam artikel manapun. Saya dokumentasikan itu.
Ketika saya belajar motif batik, ada seorang pustakawan sejarah, yang memiliki buku langka, dan tidak dia pinjamkan kepada orang lain. Saya berkesempatan memotret seluruh halaman buku itu, asalkan tidak saya share kepada orang lain. Hal-hal semacam ini hanya bisa kamu lihat-kembali dalam bentuk dokumentasi. Yang bertugas mendokumentasikan adalah murid.
Lingkungan Aman
Mentor yang baik, menyiapkan “lingkungan aman” dalam belajar.
Saya mendapatkan pengalaman ini ketika belajar menulis virus komputer. Seorang programmer jadul, waktu itu menceritakan pengalamannya dalam menulis virus komputer.
Waktu itu, saya bertanya, “Bagaimana caranya saya belajar ini, tanpa khawatir system saya rusak?”. Dia tertawa dan saya menunggu jawabannya, sampai lama.
Dia hanya memberikan clue, “Bayangkan kamu memiliki -keadaan- sistem yang bagus, kemudian kamu terinfeksi. Kamu bisa restore sistem terinfeksi, kembali seperti semula, setelah restart.”.
Saya berpikir, “Tindakan apa yang bisa saya lakukan?”. Saya harus bisa terjemahkan clue itu menjadi langkah-langkah jelas.
Akhirnya, saya mempartisi hardisk, membuat .iso image, memasang sandbox di browser, DeepFreeze, dan membackup beberapa file default. Jika sistem terinfeksi sangat parah, saya bisa menulis-ulang keadaan sistem yang bersih, menindih sistem yang terinfeksi. Kembali seperti semula. Berlanjut lagi, saya memasang virtual machine. Itu cerita di Windows. Singkatnya, selalu siapkan “lingkungan aman” dalam belajar. Jangan ambil resiko mempertaruhkan sesuatu, dalam belajar, kalau kamu tidak tahu bagaimana memperbaiki sistem.
Selesaikan Masalahmu Sendiri
Mentor yang baik, tidak akan suka jika kamu memperalat dirinya, demi kepentinganmu.
“Saya dapat tugas ini..” tidak akan disukai mentor. Belajarlah sendiri, tanpa perlu mengatakan, bahwa kamu sedang dapat tugas, sedang menyelesaikan skripsi, dll. Jangan meminta orang lain menyelesaikan masalah yang kamu hadapi. Saya selalu menolak permintaan bantuan, jika itu demi menyelesaikan tugas kuliah.
Fokus
Fokus setajam laser. Dalam belajar, tidak ada autofocus.
Jika kamu mentarget akan belajar “subject ini”, tuntaskan. Jika sudah selesai, ada pilihan: teruskan atau tidak. Jangan merebak menjadi ingin ini dan itu. Di tangan seorang ahli, banyak hal terhubung. Mereka tidak berhenti di 1 disiplin. Di tangan orang kreatif, banyak titik bisa dihubungkan. Kamu tidak perlu serakah. Seorang mentor yang pintar, mengerti tahapan apa yang akan ia jalankan.
Targetkan Hasil
Jangan terjebak pada “sunk-cost fallacy”.
Kesalahan karena biaya-hangus. Merasa sudah terlanjur, harus kamu selesaikan. Kalau hasilnya nggak ada, tinggalkan saja. Belajar harus punya target dan metode bagus. Jika tidak, progress akan lambat, tidak sesuai keinginan kamu.
Saya pernah mendengar keluhan seorang kawan, yang ikut kelas belajar menulis cerita fiksi, namun isinya hanya diminta membaca materi, diberi penugasan, kemudian tidak ada koreksi atau penilaian sama sekali. Semua dilakukan di email dan chat WhatsApp. Hasilnya, mereka tidak tahu, seberapa baik kemajuan yang telah mereka capai. Ketika mereka menulis puisi, mereka kembali kepada anggapan-anggapan dasar, yang sudah ada sebelum mereka mengikuti kelas itu, dan kembali ke kualitas karya lama mereka. Ini karena dalam belajar tidak diterapkan taktik atau metode untuk mencapai target.
Rahasiakan Proses Belajar
Tidak akan saya share di medos.
Kelak, apa yang kamu pelajari, bisa menjadi sumber penghasilan kamu, bisa merubah hidupmu. Buatlah ini eksklusif, hanya untuk dirimu sendiri.
Rahasiakan percakapan. Kamu sedang mendapatkan perlakuan khusus. Tidak perlu siaran, tidak perlu menunjukkan kepada publik bahwa kamu sedang belajar bersama orang ini. Apalagi kalau kamu sampai menceritakan identitas atau rahasia pribadi orang ini. Dia akan meninggalkanmu dan mencoretmu dari daftar seseorang yang layak belajar kepadanya.
Perlakuan Manusiawi
Yang kamu hadapi ini seorang manusia.
Mentor yang baik, menghadapi kamu sebagai seorang manusia, sebagai seorang kawan, sebagai seseorang yang menyenangkan menghabiskan waktu bersamamu.
Saya akan bercerita tentang perlakuan sebagai seorang manusia. Ada kelas online, bernama AltMBA. Tidak seperti sekolah, di AltMBA, kamu menjadi dirimu sendiri. Yang dibongkar pertama kali adalah mengenal kemampuan kamu, apa yang kamu sukai, dan komunikasi tentang bagaimana cara membuat kreativitas kamu menjadi bisnis. Yang menarik, setiap orang mendapatkan perlakuan berbeda. Ketika kamu datang sebagai musisi, kamu mendapatkan perlakukan sebagai musisi. Ketika kamu seorang trainer, kamu mendapatkan perlakuan sebagai trainer. Bukan penyeragaman.
Dalam menulis juga demikian. Seseorang yang punya skill “memasak”, akan lebih cepat menguasai teknik menulis jika Sang Mentor bercerita tentang memasak. Saya ambil contoh kasus. Pada suatu hari, ada orang bertanya, bagaimana cara meringkas latar belakang seseorang, yang menjadi karakter dalam cerita fiksi, agar tidak terlalu panjang dan detail. Semacam perkenalan tokoh. Saya menyajikan beberapa trik yang mudah, namun dia belum juga paham. Akhirnya, saya ingat, dia punya hobi memasak dan kuliner. “Apakah kamu pernah makan sushi?”. Dia bercerita tentang sushi. Kemudian, saya bilang, “Buatlah paragraf kamu seperti ketika kamu membuat sushi. Bayangkan 1 potong makanan itu. Dibuat dari beras organik. potongan ikan tuna, sayuran, dan orang mengunyah potongan itu. Menuliskan latar belakang tokoh, juga seperti itu.”. Dia baru mengerti bagaimana menerapkan kalimat-kalimat singkat, gerakan, visual, untuk menceritakan karakter dalam cerita fiksinya. Dia memberikan potongan, namun ketika orang membaca, seperti ketika seseorang mengkonsumsi sushi, “Ini berasnya apa? Ada ikan lautnya? Hmm, sayuran juga.”. Hanya bahan terbaik yang tersaji, tanpa sisa sedikitpun.
Ada banyak hal yang belum dikategorikan sebagai disiplin ilmu, masih abu-abu. Ada banyak pengalaman ahli, yang belum tertuliskan. Banyak peluang dan rahasia menunggu kamu. Orang-orang pintar di sekitarmu, sebenarnya sedang menunggu kamu berbicara dengan mereka. Kamu hanya perlu meminta, memiliki waktu, dan bersedia disiplin untuk belajar.
Jadilah arsitek bagi hidupmu sendiri. Tentukan kamu mau belajar apa. Kamu bisa memulainya sekarang. [dm]