SEMARANG (jatengtoday.com) – Pungutan pajak di Indonesia memiliki sejarah panjang.
Sejak dahulu kala, rakyat nusantara diminta memberikan upeti kepada kerajaan.
Ketika itu, raja memegang kendali penuh terhadap daerah kekuasaannya. Pihak kerajaan melakukan pungutan kepada rakyat. “Sebagai rasa hormat terhadap kerajaan, rakyat memberikan upeti,” kata Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah I, Irawan, Selasa (12/7).
Pada masa penjajahan Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) di Indonesia, pajak diterapkan bagi daerah yang dikuasai secara langsung seperti Batavia dan Maluku. “Bentuk pajak kala itu diantaranya pajak pintu (rumah) dan pajak perseorangan,” terangnya.
Pada masa kolonial Belanda, sistem yang diterapkan adalah sistem pajak Inggris yang
digagas Sir Thomas Stamford Raffles. “Sistem pajak yang dirancang Raffles disebut pajak tanah atau landrent, dimana mereka yang memiliki tanah atau menggarap tanah wajib membayar pajak,” katanya.
Lebih lanjut, kata dia, pembayaran pajak dalam sistem ini dibebankan kepada kepala desa melalui barang-barang yang sudah ditentukan berkaitan dengan hasil panen rakyat. “Bupati menjadi penanggung jawab pungutan pajak dari masyarakat,” katanya.
Sedangkan istilah pajak dalam peraturan perundang-undangan muncul saat disebut dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Hal itu dilontarkan oleh Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat.
“Radjiman menyebutkan, harus ada aturan hukum soal pungutan pajak,” tambahnya.
Rapat BPUPKI ini berlangsung pada 10 Juli-17 Juli 1945 dan membahas UU terkait keuangan dan ekonomi. “Usulan soal pajak disampaikan pada 14 Juli 1945,” katanya.
Kata “pajak” muncul dalam Rancangan Kedua UUD pada Pasal 23 butir kedua di
BAB VI. Pasal 23 butir kedua berbunyi, “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan
undang-undang”. “Sejak itu, pembahasan pajak terus bergulir hingga akhirnya dimasukkan sebagai sumber penerimaan utama negara pada 16 Juli 1945,” bebernya.
Itulah sebab mengapa saat ini ditetapkan tanggal 14 Juli sebagai Hari Pajak. Hal itu diputuskan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-313/PJ/2017 tanggal 22 Desember 2017. Tanggal 14 Juli dipilih atas dasar munculnya pertama kali pembahasan soal pajak dalam rapat BPUPKI pada 14 Juli 1945.
“Hari pajak mulai diberlakukan mulai 2018 ini,” katanya.
Melalui Hari Pajak, lanjutnya, diharapkan tumbuh kesadaran masyarakat Indonesia untuk membayar pajak. “Pajak, sebagai salah satu sumber pendapatan negara dan punya peran penting untuk pembangunan,” katanya.
Dalam rangka memeringati Hari Pajak yang pertama kali ini, seluruh jajaran Kanwil DJP Jawa Tengah menyelenggarakan rangkaian beberapa kegiatan. Diantaranya Donor Darah, Pertandingan Olahraga, Bakti Sosial, Pajak Bertilawah, dan Upacara Bendera.
“Kegiatan Pajak Bertilawah dan Donor Darah diselenggarakan serentak pada Kamis, 12 Juli
2018 bertempat di Aula GKN Semarang II,” katanya dalam siaran persnya.
Sedangkan kegiatan Donor Darah dilaksanakan bekerja sama dengan PMI Kota Semarang. Kegiatan Donor Darah ini diikuti oleh Pegawai di Lingkungan Kanwil DJP Jawa Tengah I.
Selain Donor Darah, Kanwil DJP Jawa Tengah I juga mengadakan kegiatan Bakti Sosial dengan kunjungan ke Panti Jompo/Panti Wreda Pucang Gading Semarang pada Jumat, 13 Juli 2018 lalu. (abdul mughis)
editor: ricky fitriyanto