SEMARANG – Puluhan pengusaha outlet seluller melakukan aksi unjuk rasa dengan cara melakukan pendaftaran satu juta kartu perdana di Grapari Telkom Jalan Pahlawan Kota Semarang, Senin (6/11).
Aksi itu dilakukan dalam rangka menolak berlakunya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) No. 14 Tahun 2017 tentang registrasi kartu seluler.
Aksi dilakukan dengan mendatangi kantor Grapari Telkom. Mereka kemudian melakukan pendaftaran secara massal.
“Aksi ini dilakukan karena kami menilai peraturan baru itu telah menimbulkan polemik serius. Alih-alih penataan validitas data dan perlindungan pelanggan jasa telekomunikasi, faktanya telah mengancam mati aktifitas Outlet
Seluler sebagai bagian dari pelaku ekonomi nasional,” kata koordinator aksi, Guntur Surendra.
Guntur menerangkan, kajian-kajian yang telah diselenggarakan, menyimpulkan bahwa, pada dasarnya gagasan Peraturan
Menteri ini sangat tidak siap secara teknis untuk berlaku. Pasalnya, meskipun disepakati bahwa registrasi kartu seluler wajib menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK), namun satu NIK hanya bisa digunakan (dibatasi) untuk tiga registrasi kartu seluler saja.
“Hal ini tentu saja membebani Outlet Seluler yang memiliki jumlah kartu perdana dengan jumlah yang sangat banyak,” tegasnya.
Apalagi lanjut dia, penyedia Jasa Telekomunikasi (Operator) pun, tidak memberikan fasilitas UNREG kepada masyarakat yang ingin mengganti kartu yang telah diregistrasikan. Selain berdampak terhadap statistik penjualan Outlet, tiadanya fasilitas UNREG ini juga akan mempersulit masyarakat.
“Singkatnya, jika tujuan utama adalah penertiban data, seharusnya satu NIK tidak dibatasi jumlah registrasinya.
Karena setiap registrasi pasti menggunakan NIK yang terdaftar di dinas kependudukan,” imbuh dia.
Kebijakan registrasi ulang yang dilakukan pemerintah itu lanjut Guntur akan mematikan bisnis outlet seluler di Indonesia. Dengan berlakunya aturan ini, puluhan juta Outlet Seluler di seluruh pelosok negeri terancam gulung tikar.
“Peraturan Menteri ini merupakan kebijakan yang kurang bertanggungjawab. Lempar aturan, sembunyi solusi. Ingin menghidupkan dengan jalan mematikan,” kata dia.
Guntur menerangkan, jika hukum berlaku untuk mencapai kata adil, maka keadilan mana yang didapat para pedagang seluler kecil dengan aturan ini?.
“Disisi lain, penyedia jasa Telekomunikasi diam tanpa memberikan perlawanan untuk membela para “pekerja” yang selama ini menjadi distributor telekomunikasi seluler sampai ke pelosok negeri,” terangnya.
Oleh sebab itu, dalam aksi itu puluhan pemilik outlet seluler yang tergabung dalam Kesatuan Niaga Celluler Indonesia (KNCI) Jawa Tengah menuntut agar Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) No. 14 Tahun 2017 dihapus. Selain itu, penyedia jasa Telekomunikasi (Operator) harus menyediakan fasilitas UNREGISTRASI sebagai bentuk kepedulian terhadap Outlet Seluler dan Masyarakat.
“Kami juga menuntut seluruh Penyedia Jasa Telekomunikasi untuk berpartisipasi aktif menekan Kementerian Komunikasi dan Informatika, agar segera menghapus pembatasan registrasi satu NIK untuk tiga kartu seluler,” pungkasnya. (andika prabowo)
Editor: Ismu Puruhito