SEMARANG (jatengtoday.com) – Pelayanan sertifikasi tanah yang berlaku saat ini disebut kurang berpihak pada masyarakat kelas bawah. Sehingga, hanya orang-orang berkuasa dan mempunyai harta saja yang diuntungkan.
Praktisi Pertanahan Hasyim Mustofa mengatakan, sebenarnya tanah bersifat baku dan diperuntukkan bagi kegiatan sosial. Oleh karena itu, berbicara mengenai kepemilikan tanah sebenarnya masyarakat tidak perlu mendaftarkan.
“Itu sudah kewajiban pemerintah kepada masyarakat untuk memberikan sertifikat,” tegasnya saat menjadi pembicara dalam Diskusi Ruang Monod yang diadakan media online jatengtoday.com di Gedung Monod Diephuis & Co, Kota Lama Semarang, Senin (20/1/2020).
Sebagaimana diketahui, pemerintah saat ini sedang menggembor-gemborkan program sertifikasi tanah gratis, yakni Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Namun, kata Hasyim, itu merupakan kalimat politis yang sesat pikir. Sebab, program tersebut telah dianggarkan dari dana APBN yang sebenarnya uangnya berasal dari rakyat. Sehingga, tidak bisa itu dikatakan program gratis.
Parahnya, meskipun sudah dianggarkan, kenyataan di lapangan jauh lebih memprihatinkan. Masyarakat masih diharuskan membayar untuk kegiatan operasional sertifikasi.
“Nyatanya masih banyak pungutan. Untuk mbayar patoknya, mbayar tenaga ukurnya. Ini namanya nggak gratis,” kritik Hasyim.
Dia melanjutkan, dari segi pengurusan tanahnya lebih kacau lagi. Seban pemerintah ujung-ujungnya hanya berambisi mengejar target. Akhirnya PTSL hanya berpihak pada yang mampu.
“Karena ada pungutan Rp 300 ribu, Rp 500 ribu, bahkan ada yang lebih. Mungkin kalau di kota mampu, tapi kalau di daerah itu banyak yang nggak mampu,” tandas Hasyim. (*)
editor : ricky fitriyanto