in

PPDB Rumit, Begini Keluhan Orang Tua dan Siswa

SEMARANG (jatengtoday.com) – Gubernur Jateng Ganjar Pranowo telah blusukan ke sejumlah sekolah untuk mendengarkan masukan dari siswa maupun orang tua siswa terkait sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini.

Beberapa SMA dan SMK negeri telah dikunjungi. Seperti SMAN 1, 2 dan 3 Semarang serta SMKN 1, 2, 4, 5 dan 8 Kota Semarang. Di tempat-tempat itu, dia selalu kulakan masalah dengan mengajak ngobrol siswa maupun orang tua siswa tentang mekanisme PPDB 2020. Dari mereka, Gubernur mencatat semua masukan yang dikeluarkan sebagai bahan evaluasi.

Kepada Gubernur, sejumlah siswa mengatakan bahwa sistem PPDB tahun ini cukup rumit. Selain itu, ada pula yang menyoroti terkait zonasi yang dianggap kurang adil, karena hanya mengutamakan jarak dan usia.

“Saya kira zonasi ini memperhitungkan jarak dan nilai, ternyata hanya jarak dan umur. Saya sempat khawatir, karena kegeser dengan yang lebih tua. Padahal jarak saya juga dekat, tapi usianya masih sangat muda, di atas saya masih banyak yang lebih tua,” kata Haqiqi, salah satu calon siswa SMAN 2 Semarang, Senin (6/7/2020).

Seharusnya lanjut dia, sistem zonasi harus dibarengi dengan prestasi. Artinya, meskipun jarak menjadi penentu, tapi nilai atau prestasi juga menjadi pertimbangan.

“Kalau seperti ini, yang muda dan nilainya bagus kalah dengan yang tua dengan nilai pas-pasan. Padahal jaraknya sama,” ucapnya.

Meski begitu tak sedikit yang setuju dengan adanya sistem zonasi ini. Menurut mereka, sistem zonasi merupakan pemerataan sekolah dan memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk belajar di sekolah terdekat.

“Ya bagus ya, dengan sistem zonasi ini, anak saya bisa sekolah di sekolah yang dekat dengan rumah. Jadi tidak khawatir selama perjalananya,” kata Nur Safitri, salah satu orang tua siswa.

Berbagai keluhan dan masukan itu diserap baik-baik oleh Gubernur. Dirinya membenarkan, bahwa sistem PPDB ini memang masih ada kekurangan yang harus diperbaiki.

“Memang banyak problem yang kami temukan di lapangan. Misalnya ada daerah yang tidak memiliki sekolah negeri sehingga tidak ada yang bisa masuk zonasi. Kami sudah berikan solusi dengan membuatkan sekolah jarak jauh dan mudah-mudahan segera kami bangun sekolah permanen tahun depan,” katanya.

Problem selanjutnya dalam PPDB tahun ini adalah zonasi. Menurutnya, sistem itu dibuat setelah sekolah sudah dibangun terlebih dahulu. Sehingga, posisi zonasinya tidak merata mengingat banyak sekolah yang dibangun berdempetan dan belum merata.

“Ini yang jadi persoalan, karena sekolahnya ada dulu baru dibuat zona, maka pating pletot (tidak rapi). Kalau memang mau tetep zonasi, maka sepertinya kita harus membuat persebaran sekolah yang lebih mereprsentasikan kewilayahan, sehingga aksesnya semua menjadi dekat,” imbuhnya.

Kalau itu tidak bisa dilakukan, dia mengusulkan adanya perubahan presentase jalur penerimaan PPDB untuk tahun selanjutnya. Menurutnya, bisa saja, jalur zonasi menjadi kriteria nomor dua, yang pertama adalah jalur prestasi.

“Karena banyak masukan ke saya, kalau sistemnya begini anak-anak ndak perlu belajar susah-susah, kalau deket sekolah pasti keterima. Jangan sampai sistem ini menurunkan semangat belajar siswa,” ucapnya.

Untuk itu, pihaknya akan melakukan evaluasi terkait proses PPDB tahun ini. Selain untuk perbaikan ke dalam, evaluasi juga akan disampaikan sebagai masukan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Nanti kami sampaikan masukan ini kepada pak Menteri, karena kami sudah punya pengalaman di lapangan seperti apa,” tandasnya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto

Ajie MH.