SEMARANG (jatengtoday.com) – Menjelang penutupan PPDB, Kamis (25/6/2020) sore tadi, masih ada 117 kursi kosong di Kota Semarang. Rinciannya, 85 kuota untuk jalur perpindahan orang tua, dan 32 kuota untuk jalur afirmasi.
Di dalam Keputusan Kepala Disdikbud Jawa Tengah Nomor: 421/06356 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPDB pada SMA dan SMK Negeri Provinsi Jawa Tengah 2020/2021, jika kuota tidak terpenuhi maka sisa kuota dapat dialihkan ke jalur zonasi.
Sayangnya, hal tersebut hanya dijelaskan pada jalur perpindahan orangtua. Kursi tersebut tidak tersebar di seluruh sekolah, mengingat di SMA 1 Semarang hingga SMA 6 Semarang kuota jalur afirmasi, perpindahan orang tua dan prestasi sudah penuh semua. Selain itu, jalur zonasi untuk SMA Negeri di Kota Semarang hanya mampu menjangkau sampai jarak 3 kilometer.
Anggota Komisi E DPRD Jateng, Muh Zen Adv menuturkan, sebenarnya hal tersebut tidak hanya terjadi di Kota Semarang saja, tetapi di sebagian besar wilayah pinggiran di Jateng.
“Sejak dua tahun sebelumnya memang selalu tidak terpenuhi khusus untuk kuota zonasi di SMA, kalau SMK kan tidak menggunakan zonasi,” jelasnya.
Pada PPDB tahun ini, di Kota Semarang ada 14 sekolah yang hanya mampu menjangkau jarak tidak lebih dari 2 kilometer. Kemudian dua sekolah yang hanya mampu menjangkau 3 kilometer.
“Ini akan menjadi kendala bagi siswa yang jarak tempuhnya di atas dua kilometer. Rekomendasi dari dewan tentang kondisi tersebut yaitu dengan pemerataan kualitas pendidikan baik itu di SMA negeri maupun swasta,” terangnya.
Rekomendasi tersebut antara lain dengan dipenuhinya infrastruktur dan sarpras yang memadai. Sehingga kualitas dari pendidikan pun akan sama rata. Menurutnya, penggunaan sistem zonasi sebenarnya sudah baik.
Hal tersebut berfungsi juga sebagai pemetaan kualitas pendidikan. Meski menimbulkan kuota zonasi sendiri yang tidak terpenuhi. Sebenarnya, kuota tersebut memang bisa diisi dengan kuota afirmasi.
“Kembali lagi, peserta PPDB mau tidak, kalau mau bisa dimasuki dari kuota yang lain yang banyak,” ujarnya.
Stigma di masyarakat tentang sekolah favorit tentunya sampai sekarang masih ada. Hal itulah, lanjutnya, yang menjadikan selalu tidak terpenuhinya kuota zonasi. Padahal penerapan sistem zonasi sebenarnya bertujuan untuk menghapus stigma tersebut.
“Solusinya, tetap sarpras yang semua sekolah khusus wilayah pinggiran harus diperhatikan,” tandasnya. (*)
editor: ricky fitriyanto