SEMARANG (jatengtoday.com) – Kuliner di setiap kota semestinya menjadi potensi yang mengangkat taraf ekonomi masyarakat. Namun selama ini potensi kuliner belum sepenuhnya bisa tergarap secara serius, meski sebagian telah mampu mandiri.
Corak masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah memiliki berbagai kuliner khas hampir di setiap daerah. Ratusan jenis kuliner hasil kreativitas warga belum sepenuhnya terangkat maksimal.
“Pemberdayaan usaha kuliner menjadi hal yang mutlak mendapat perhatian semua pihak. Baik oleh pemerintah daerah, pemerintah provinsi hingga pemerintah pusat,” kata politisi NasDem, Eva Yuliana, Selasa (26/3/2019).
Dikatakannya, setiap potensi kuliner khas daerah perlu diangkat tanpa terkecuali. Sejauh ini masih ditemui banyak kendala dalam pengembangan kuliner, mulai dari permodalan hingga penataan. Bahkan kebanyakan pedagang kerap terbelenggu atau belum bisa melepaskan dari praktik premanisme.
“Misalnya di Solo, beragam kuliner unik. Contohnya Nasi Liwet, Tengkleng dan Sate Kambing, Selat Solo, gudeg ceker, dawet. Soto langganan Presiden Jokowi yakni Soto Gading. Sentra kuliner lain yang sudah sejak lama, yakni Nasi Liwet Keprabon, gudeg ceker dan lain-lain. Masih banyak lagi,” katanya.
Salah satu yang paling terkenal adalah Galabo singkatan dari Gladak Langen Bogan di Jalan Mayor Sunaryo, depan Pusat Grosir Solo. “Itu dulunya jalan biasa, lalu ditutup khusus untuk pejalan kaki. Selain itu, yang tidak kalah menarik adalah Wedangan yang khas dan tidak ditemukan di kota lain, selain Solo, Klaten, Sukoharjo, dan Boyolali,” katanya.
Pun kota lain, kuliner masing-masing daerah berbeda-beda ciri khas dan beragam. Ini menjadi potensi besar untuk dikembangkan.
“Keragaman kuliner harus didorong sebagai pendukung industri pariwisata daerah setempat,” katanya.
Menurutnya, kuliner bukan hanya sebagai pelengkap. Tetapi tetapi kuliner menjadi produk budaya yang seharusnya menjadi sektor unggulan di setiap daerah. “Setiap daerah harus menjadi tuan rumah dan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki. Sehingga bisa menjadi tujuan wisata domestik hingga internasional karena ada kuliner yang menarik,” katanya.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional Indonesia Abdullah Mansuri menjelaskan para pembuat kebijakan khususnya pemerintah daerah harus lebih memperhatikan pedagang kecil yang khususnya bergerak di bidang kuliner.
Perhatian misalnya diberikan dengan menjaga kenyamanan dan juga menata kios pedagang. Menurutnya, banyak kios pedagang kuliner kaki lima yang belum ditata dengn baik.
Selain itu masih banyak pungutan liar kepada para pedagang. “Mereka juga masih dijajah oleh preman -preman lokal,” ujar Abdullah.
Karena itu dia berharap ada kepedulian kepada para pedagang kaki lima, terutama untuk memperbaiki menajamen kebijakan mengenai pedagang kaki lima. “Banyak sekali para pedagang ini yang tidak diurus pemerintah daerah. Dibiarkan begitu saja,” paparnya.
Menurutnya, sektor kuliner di pedagang kaki lima juga belum diurus dengan baik. “Untuk pemda yang penting ada pemasukan dari PKL, tetapi tidak pernah ditata,” ucapnya. (*)
editor : ricky fitriyanto