in

Memahami Post-Truth dan “Kebenaran” Berita

Banyak orang bersikap sinis terhadap “kebenaran” berita online karena mereka tidak memahami apa itu “post truth”.

Kita sering dengar orang-orang sinis terhadap “kebenaran” berita online, bahkan punya alasan ilmiah untuk tidak mau baca berita.Kebanyakan orang tidak memahami atmosfer “kebenaran” berita. Sikap yang paling utama, menganggap “fakta” sebagai kebenaran. Fakta menjadi ukuran benar-salah. “Fakta” tidak selalu “benar” karena fakta hanyalah “pernyataan menurut versi penutur”, cara orang menyampaikan realitas.

Kita sedang berada di masa post-truth. Artinya, bukan berarti “semua” tidak bisa dipercaya, tetapi cara orang menyampaikan dan menerima realitas, sudah berbeda. Orang lebih mengandalkan emosi dan keyakinan untuk menerima dan menyampaikan fakta.

Apa “Post truth” Itu?

Banyak orang belum mengerti, salah-mengerti, dan tidak memahami apa itu “post-truth”.

Post-truth mengacu pada situasi di mana orang lebih cenderung menerima argumen berdasarkan emosi dan keyakinan mereka daripada berdasarkan fakta.

Ini adalah fenomena di mana kebenaran faktual menjadi semakin tidak relevan dalam wacana publik, yang mengarah pada erosi dunia umum.

Post-truth bukanlah konsep baru dan sudah ada sejak lama, dengan contoh seperti penolakan fakta ilmiah tentang merokok, evolusi, vaksin, dan perubahan iklim.

Post-truth adalah penegasan supremasi ideologis di mana para praktisinya mencoba memaksa seseorang untuk mempercayai sesuatu terlepas dari buktinya.

Kemunduran media tradisional dan kebangkitan media sosial, munculnya berita palsu sebagai alat politik, dan kabel bias kognitif yang membuat kita merasa bahwa kesimpulan kita didasarkan pada penalaran yang baik meskipun sebenarnya tidak, telah menciptakan kondisi ideal untuk post-truth.

Post-truth terkait erat dengan apa yang oleh Harry Frankfurt digambarkan sebagai ‘omong kosong’, yang acuh tak acuh terhadap nilai kebenaran pernyataan. Politisi post-truth tidak peduli dengan kebenaran, dan rezim emosional baru telah muncul di mana bahkan kemiripan kebenaran tidak lagi diperlukan.

Politik post-truth terutama dikenal melalui pernyataan kebenaran publik dalam konteks media tertentu, seperti komentar di jaringan penyiaran besar, podcast, video YouTube, dan media sosial.

Ini Bukan Post-Truth

Post-truth bukanlah situasi di mana kebenaran tidak penting lagi atau tidak ada yang peduli tentang kebenaran, tetapi ini adalah era di mana kebenaran terancam, dan kita berada dalam bahaya kehilangan pandangan tentang apa arti kebenaran.

Ini adalah taktik yang digunakan oleh otoriter dan wannabes mereka untuk mengontrol arus informasi sehingga mereka dapat mengontrol rakyat.

Maraknya media sosial dan outlet berita partisan telah memudahkan orang untuk menemukan cerita yang menegaskan keyakinan mereka, mengarah ke situasi di mana setiap orang memiliki pendapat dan fakta mereka sendiri.

Untuk mengklaim kembali standar kebenaran yang telah disepakati, kita perlu menyadari bias kognitif kita, informasi pengecekan fakta, dan mendukung outlet media tradisional yang memprioritaskan pelaporan faktual.

Contoh Post-Truth dalam Politik dan Media

Post-truth adalah fenomena yang semakin lazim dalam politik dan media. Berikut adalah beberapa contoh post-truth dalam politik dan media:

1. Kebohongan terang-terangan: Politisi menggunakan kebohongan terang-terangan tentang hal-hal yang dapat diverifikasi oleh siapa pun, seperti ukuran kerumunan peresmian, statistik kejahatan, dan suara populer, untuk menegaskan supremasi ideologis mereka dan memaksa seseorang untuk mempercayai sesuatu terlepas dari buktinya.

2. Penolakan fakta ilmiah: Penolakan fakta ilmiah tentang merokok, evolusi, vaksin, dan perubahan iklim menawarkan peta jalan untuk penyangkalan fakta yang lebih luas.

3. Perdebatan berbasis emosi: Politik post-truth adalah budaya politik di mana perdebatan dibingkai sebagian besar oleh daya tarik emosi yang terputus dari perincian kebijakan, dan oleh penegasan berulang-ulang tentang poin-poin pembicaraan yang penolakan faktualnya diabaikan.

4. Instrumentalisasi media oleh partai politik dan politisi telah diperdebatkan dalam sejumlah situasi, termasuk ketika disengaja memakai media demi kepentingan politik.

5. Subordinasi politik atas realitas: post-truth adalah subordinasi politik atas realitas, sebuah taktik yang digunakan oleh para otoriter dan calon mereka untuk mengendalikan arus informasi sehingga mereka kemudian dapat mengendalikan rakyat.

Contoh-contoh ini menggambarkan bagaimana post-truth telah menjadi taktik yang digunakan oleh politisi dan media untuk memanipulasi opini publik dan menegaskan supremasi ideologis mereka.

Bagaimana Kebangkitan post-truth Memengaruhi Kepercayaan Publik terhadap Media dan Politik

Munculnya post-truth berdampak signifikan terhadap kepercayaan publik terhadap media dan politik. Berikut adalah beberapa cara di mana post-truth telah mempengaruhi kepercayaan publik:

1. Erosi kepercayaan: Politik post-truth telah menyebabkan erosi kepercayaan pada institusi politik dan media.Ketika politisi menggunakan kebohongan dan debat berbasis emosi, hal itu merusak kepercayaan publik terhadap proses politik dan kemampuan media untuk melaporkan kebenaran.

2. Polarisasi khalayak berita: Kemunduran media tradisional dan kebangkitan media sosial telah menyebabkan polarisasi khalayak berita, di mana orang lebih cenderung mengonsumsi berita yang menegaskan keyakinan mereka saat ini. Hal ini menyebabkan situasi di mana setiap orang memiliki pendapat dan fakta mereka sendiri, sehingga sulit untuk menyepakati realitas bersama.

3. Manipulasi informasi: Manipulasi informasi dan media untuk mempengaruhi opini publik dan mencapai tujuan politik menjadi lebih umum. Hal ini menyebabkan situasi di mana orang lebih skeptis terhadap informasi yang mereka terima dan cenderung tidak mempercayai media.

4. Sinisme atas fakta: Munculnya “Lies, Inc.” dan kebangkitan umum politik yang dipimpin hubungan masyarakat telah berkontribusi pada sinisme atas fakta. Hal ini menyebabkan situasi di mana orang lebih cenderung percaya pada teori konspirasi dan bentuk informasi yang salah lainnya.

5. Beragam kepercayaan oleh partai politik: Kepercayaan orang Amerika terhadap media sangat bervariasi menurut partai politik, dengan Partai Republik cenderung tidak memercayai organisasi berita nasional. Hal ini menyebabkan situasi di mana orang lebih cenderung percaya pada berita yang menegaskan keyakinan mereka saat ini dan cenderung tidak mempercayai berita yang menantang keyakinan mereka.

Singkatnya, kebangkitan post-truth telah menyebabkan erosi kepercayaan pada media dan politik, polarisasi khalayak berita, manipulasi informasi, sinisme terhadap fakta, dan kepercayaan yang beragam dari partai politik. Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk mempromosikan pemeriksaan fakta, mendukung media tradisional yang memprioritaskan pelaporan faktual, dan menyadari bias kognitif kita.

Solusi Potensial untuk Memulihkan Kepercayaan Publik terhadap Media dan Politik

Ada beberapa solusi potensial untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap media dan politik. Berikut beberapa di antaranya:

1. Praktikkan transparansi radikal: Organisasi media dapat mempraktikkan transparansi radikal dengan bersikap terbuka tentang sumber, metode, dan bias mereka. Ini dapat membantu membangun kepercayaan dengan audiens mereka dan menunjukkan bahwa mereka berkomitmen untuk melaporkan kebenaran.

2. Membangun kembali jurnalisme: Organisasi media dapat membangun kembali jurnalisme dengan berinvestasi dalam pelaporan investigasi, pengecekan fakta, dan melatih jurnalis untuk melaporkan berita secara akurat dan adil.

3. Dorong praktik terbaik: Upaya untuk mendorong praktik terbaik di media, seperti mempromosikan keragaman di ruang redaksi, dapat membantu memulihkan kepercayaan di media.
Ini membantu memastikan bahwa organisasi berita mewakili komunitas yang mereka layani dan dapat membantu membangun kepercayaan dengan audiens mereka.

4. Terapkan kembali doktrin keadilan: Salah satu solusi untuk mengatasi ketidakpercayaan media adalah Komisi Komunikasi Federal (FCC) untuk menerapkan kembali doktrin keadilan, yang mengharuskan penyiar menampilkan kedua sisi isu kontroversial.

5. Tingkatkan transparansi pemerintah: Meningkatkan transparansi pemerintah dapat membantu memulihkan kepercayaan dalam politik.

6. Fokus pada cerita positif: Media dan media sosial dapat melaporkan cerita positif dengan lebih baik, seperti tindakan kolaborasi, untuk menginspirasi kepercayaan yang lebih besar.

Solusi potensial untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap media dan politik termasuk mempraktikkan transparansi radikal, membangun kembali jurnalisme, mendorong praktik terbaik, menerapkan kembali doktrin keadilan, meningkatkan transparansi pemerintah, dan berfokus pada berita-berita positif.

Solusi ini dapat membantu membangun kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen terhadap pelaporan faktual dan transparansi. [dm]