in

Polemik Rujukan Berjenjang BPJS, Ini Kata Wali Kota Hendi

SEMARANG (jatengtoday.com) – Kebijakan rujukan berjenjang online yang diterapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) belakangan ini menjadi pro dan kontra. Kebijakan tersebut dinilai merugikan masyarakat dan pengelola rumah sakit besar.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyatakan telah melakukan koordinasi dengan pihak BPJS Cabang Semarang. Namun ia tidak bisa berbuat banyak atas diberlakukannya kebijakan BPJS mengenai rujukan berjenjang tersebut.

“Kalau dilihat di lapangan, memang kebijakan rujukan berjenjang—yang tadinya warga bisa di rumah sakit tipe B, tapi saat ini harus melewati puskesmas, rumah sakit tipe D, C, baru ke B, ini memang merugikan pengelola rumah sakit klasifikasi A, B dan C,” kata Hendi sapaan Hendrar Prihadi ditemui di ruang kerjanya, Jumat (5/10/2018).

Dikatakannya, pasien yang tadinya bisa berobat langsung di rumah sakit tipe B harus mengikuti rujukan berjenjang tersebut supaya bisa dibiayai BPJS. “Kalau buat kami, mewakili pemerintah, bahwa segala keputusan apapun baik tingkat pusat maupun provinsi, kami akan amankan di lapangan. Tetapi kalau mewakili masyarakat, maupun pengelola rumah sakit tentu saja kebijakan itu dirasa memberatkan,” bebernya.

Kenapa? Hendi melanjutkan, rumah sakit swasta umumnya mendapatkan pasien rawat jalan sedemikian besar dan praktis. Namun saat ini berkurang drastis. “Sehingga banyak pengelola rumah sakit swasta mengeluh. Di rumah sakit milik Pemkot Semarang sendiri bagaimana? Ya berkurang, tapi kami punya rawat inap. Sehingga bisa ter-cover dari rawat inap tersebut,” katanya.

Untuk mengatasi persoalan itu, kata Hendi, di 2019 Pemkot Semarang akan membangun rumah sakit tipe D di Mijen. “Puskesmas Miijen akan dikembangkan menjadi rumah sakit tipe D dengan menggunakan anggaran Rp 25 miliar. Artinya pelayanan masyarakat di wilayah Mijen akan bisa ter-cover. Mereka bisa dilayani dengan BPJS,” terangnya.

Sedangkan mengatasi permasalahan kebijakan rujukan berjenjang BPJS dalam jangka pendek, Hendi mengaku tidak bisa berbuat banyak. “Kami tidak bisa melakukan apa-apa, selain menaati aturan tersebut. Kami sudah komunikasikan dengan pimpinan cabang BPJS, Pak Bimantara (Kepala BPJS Kesehatan Kantor Cabang Kota Semarang) mengatakan bahwa ini keputusan dari pusat. Ya sudah,” ujarnya.

Hendi juga membenarkan bahwa perwakilan rumah sakit melalui Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada) Provinsi Jawa Tengah telah mengirim surat kepada Presiden RI Joko Widodo.

“Termasuk Bu Risma dari Surabaya yang menghendaki kebijakan tersebut dicabut, agar bisa dikabulkan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Pak Presiden. Maka Insya Allah gejolak permasalahan itu tidak muncul,” katanya.

Mengenai rencana pembangunan rumah sakit tipe D, lanjut Hendi, sebetulnya tidak hanya di Mijen. Tetapi juga ada rencana pembangunan rumah sakit tipe D di daerah Banjardowo. “Tetapi yang urgent, bisa dilakukan tahun depan adalah pembangunan di Mijen. Setelah itu selesai, rencana di Banjardowo akan kami teruskan,” katanya.

Apakah setiap puskesmas di Kota Semarang kemungkinan akan diubah menjadi rumah sakit tipe D? Hendi menjelaskan bahwa hal itu bisa saja terjadi. “Sepanjang itu untuk kemajuan dan memerluas jangkauan pelayanan masyarakat, kenapa tidak? Cuma saat ini puskesmas di Kota Semarang saya rasa sudah cukup meng-cover kebutuhan kesehatan masyarakat di Kota Semarang. Kita punya 37 puskesmas,” katanya.

Sebelumnya, Sekretaris Arsada Seluruh Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Susi Herawati mengatakan perkumpulan direktur RSUD mengeluhkan sejumlah masalah yang diakibatkan oleh penerapan kebijakan rujukan berjenjang secara online BPJS.

“Pemberlakuan sistem rujukan online berbasis kompetensi dari BPJS Kesehatan pada kenyataannya dilaksanakan berdasarkan kelas rumah sakit dan bukan berdasarkan kompetensi dan jarak,” katanya.

Dengan diberlakukan aturan rujukan online BPJS, maka semua rujukan penyakit dalam diarahkan ke RS tipe D hingga maksimal, baru kemudian ke tipe C. Para pengelola rumah sakit besar juga khawatir bahwa aturan rujukan online BPJS ini diperkirakan akan mengakibatkan terjadinya penumpukan pasien di RS tipe C dan D, dan penumpukan pasien di klinik.

“Sedangkan pasien di RS tipe B dan A akan sangat berkurang drastis karena sudah dikerjakan di RS tipe yang lebih rendah,” katanya.

Dampaknya, dokter spesialis di RS tipe tinggi akan banyak menganggur. Hal yang dimungkinkan terjadi adalah eksodus dokter dari RS besar ke RS kecil. Klinik dan RS tipe D dan C akan kebanjiran pasien. “Mereka akan bertahan dan tidak akan menaikkan kelasnya. Sedangkan rumah sakit besar yang cenderung berbiaya besar akan rentan terjadi kolaps karena kehilangan pasien,” katanya. (*)

editor : ricky fitriyanto

Abdul Mughis