in

Polemik Israel dan Palestina, MUI: Jangan Mudah Terpancing Isu Perang Agama

SEMARANG (jatengtoday.com) – Polemik Israel dan Palestina cukup menyedot perhatian warga Indonesia. Bahkan pro kontra masyarakat di media sosial cukup mengkhawatirkan. Sebab, sebagian berpandangan bahwa polemik Israel dan Palestina ini berlatar belakang isu agama. Ini cukup membahayakan.

Antusiasme sebagian warga Indonesia terkait permasalahan Palestina ini juga sangat menonjol. Berbagai aksi solidaritas, dukungan moral, maupun pengumpulan dana bantuan di berbagai daerah terbilang masif.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng, KH Ahmad Darodji memahami, respons masyarakat muslim di Indonesia cukup kuat terkait permasalahan Palestina. “Saya melihat, sebagai muslim, mereka (warga Palestina) merupakan saudara. Itu saja. Maka banyak warga Indonesia terketuk untuk memberi bantuan,” kata Darodji, Kamis (20/5/2021).

Dikatakannya, tidak hanya bantuan materi, tapi juga pelayanan kesehatan melalui rumah sakit di Palestina. “Selain itu, juga ada bantuan politik. Artinya, mengusulkan kepada pihak tertentu misalnya PBB agar bisa menghentikan konflik tersebut. Sebab, hingga saat ini telah memakan  banyak korban. Maka harus dihentikan. Tindakan tersebut sudah melanggar hak asasi manusia dan merugikan banyak orang,” katanya.

Pihaknya berharap Palestina bisa bersatu, baik kelompok Hamas maupun Fatah. Sebab perpecahan tersebut akan melemahkan Palestina dan mudah diobrak-abrik oleh Israel.

“Kami hormati warga Indonesia yang terketuk hati untuk memberi bantuan. Namun harus dipastikan penyaluran bantuan tersebut jelas. Misalnya melalui lembaga tertentu yang jelas, misalnya NU, Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Baznas dan seterusnya. Sehingga penyaluran dan sasaran bantuan tersebut jelas di Palestina,” ujarnya.

Dia meminta agar masyarakat bisa jernih melihat polemik Palestina dan Israel ini. Masyarakat jangan mudah terpancing emosi berkaitan isu perseteruan tersebut berlatar belakang agama.

“Memang, di Palestina mayoritas warga muslim, tetapi tidak semua korban di sana adalah orang Islam. Pendekatan kami tidak dengan pendekatan agama, melainkan kemanusiaan. Jadi, masyarakat jangan mudah emosi dengan menonjolkan permasalahan agama di balik polemik Palestina Israel ini. Sebab, itu memicu perbedaan pendapat yang panjang dan tidak bisa membantu masalah kemanusiaannya,” katanya.

Antropolog Undip, Eko Punto menilai polemik Israel dan Palestina ini sangat rumit. “Perlu dilihat dari sudut pandang historis dan ilmiahnya terlebih dahulu. Kalau melihat sejarahnya, sebelumnya Israel sebetulnya telah menempati wilayah tersebut. Dulu pada zaman Nabi Muhammad SAW, tidak pernah ada permasalahan tentang masjid Al-Aqsha. Kalau melihat sejarahnya, sebelum digunakan sebagai masjid, tempat tersebut ditempati orang-orang Israel,” katanya.

Dalam perjalanan waktu, lanjut dia, memang pernah terjadi pembuangan orang Isreal ke Jerman dan lain-lain secara besar-besaran. Kemudian wilayah Palestina tersebut dihuni dan didominasi oleh orang Arab. “Kalau berbicara Arab, bukan berarti Islam lho ya. Tetapi permasalahan sekarang ini telah membawa-bawa nama Islam. Yang jadi masalah sekarang ini terjadi pembantaian terhadap orang Palestina. Diperparah isunya menjadi isu agama. Ini yang salah kaprah,” tegasnya.

Lebih lanjut, kata dia, orang Israel ada beragam latar belakang, ada Kristen, Yahudi, Islam dan lain-lain. Begitu pula Palestina. “Perseteruan di sana sebetulnya berlatar belakang kesukuan. Memang, di mana pun, antar suku itu aslinya memang rentan konflik. Bahkan telah menjadi ‘kebiasaan’ antar suku bangsa. Termasuk di Indonesia, misalnya Papua, dan lain-lain. Begitu pun di Kalimantan, Sulawesi, ada suku yang di depan rumahnya berjejer tengkorak-tengkorak manusia,” katanya.

BACA JUGA: Ketegangan Meningkat, Palestina Dorong Indonesia Lakukan Intervensi atas Agresi Israel

Tetapi di Indonesia telah memiliki kesepakatan untuk menyatukan suku-suku untuk bersatu. “Sedangkan di Palestina dan Israel ini mudah tersulut,” ujar dia.

Menurutnya, salah kaprah apabila permasalahan tersebut dikaitkan dengan perang antar agama. “Apalagi ada yang beranggapan mati syahid perang membela Islam dan seterusnya. Kalau dibawa-bawa ke masalah agama akan sangat rumit. Pemahaman sejarah, asal usul, harus diketahui oleh masyarakat agar tidak salah memahami,”  ujarnya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto

Abdul Mughis