Dia menambahkan, dengan anggaran sebesar itu, jika dianalisa memunculkan pertanyaan. Sebab, kondisi pembangunan fisik di desa tidak ada perkembangan secara signifikan dibanding dengan banyaknya dana yang masuk.
Lebih lanjut, kata Anas, sejumlah program yang telah ditentukan juga tidak berjalan maksimal. “Program jambanisasi misalnya, hingga saat ini mangkrak. Warga hanya diberikan beton lingkar dan pasir uruk.
Warga tidak bisa memasang karena tidak punya biaya. Pasir yang diberikan adalah pasir uruk, tidak bisa digunakan untuk memasang menggunakan semen,” katanya
Selain itu, lanjut dia, program penerangan jalan tidak merata. “Ada warga yang dapat lampu sekaligus kabelnya, namun banyak warga yang tidak mendapatkan program penerangan jalan tersebut,” katanya.
Sementara itu, saksi lain, Supriyanto menjelaskan kesaksian serupa terkait hak informasi keterbukaan publik warga Desa Gondel. “Infografis program memang diumumkan menggunakan MMT. Tapi warga tidak pernah diberikan LPj penggunaan anggaran tersebut seperti apa. Tapi warga selama ini diam karena tidak tahu harus tanya ke siapa,” katanya.
Dwi Hartanto selaku pihak pemohon, mengatakan kali ini merupakan sidang ke lima. “Selama lima kali sidang, Kepala Desa Gondel, Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora, Priyono, hanya satu kali hadir beberapa waktu lalu. Selebihnya mangkir atau tidak hadir. Sidang kali ini, kepala desa diwakili oleh kuasa hukunnya,” katanya.
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim, Handoko Agung, memutuskan sidang ditunda. “Agenda selanjutnya akan menghadirkan saksi dari pihak termohon,” terang dia. (*)
editor : ricky fitriyanto