in

Perangkap Penjara Tengah Samudera, Pulang Tinggal Nama

Para pelaut asal Indonesia bertarung melawan maut. Mereka terperangkap perbudakan selama bertahun-tahun di kapal asing di tengah samudera lepas.

Foto dokumentasi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Tegal. Moment ketika salah satu jenazah Anak Buah Kapal (ABK) akan dilarungkan di tengah lautan lepas. (SBMI Tegal/jatengtoday.com)

Tiga tahun sudah, Muhammad Ibnu Septiandi, tidak diketahui keberadaannya. Dia hilang misterius saat bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di tengah samudera wilayah Afrika.

Ayah dan ibunya, Dahuri (57) dan Chotimah, tidak mampu menyembunyikan air mata ketika disambangi jatengtoday.com di rumahnya di Desa Mulyoharjo RT 04 RW 02, Kecamatan Pagerbarang, Kabupaten Tegal Jawa Tengah, Kamis (12/5/2022).

Chotimah sendiri hanya bisa pasrah. Ia tampak terbata-bata saat mengingat dan menceritakan perihal Ibnu. Pada Jumat, 7 Juni 2019 silam, anak pertama dari tiga bersaudara itu buru-buru pamit secara lisan kepada kedua orang tuanya.

Tidak banyak kata, Ibnu nekat berangkat mengadu nasib bekerja sebagai ABK perikanan di Kapal FV Xin Nya 10 berbendera Cina. Kontrak kerjanya 2 tahun berlayar. Tetapi hingga saat ini, pemuda kelahiran Tegal, 12 September 1996 itu tidak diketahui keberadaannya.

Kepedihan itu bermula pada 12 Agustus 2020 silam. Chotimah menerima kabar buruk bahwa Ibnu dilaporkan hilang di tengah samudera. Teman-temannya sesama ABK tidak mendapati Ibnu di kapal.

Perusahaan Agency Shenzhen Szap Overseas Fisheris Co.Ltd bersama partnernya, PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB) Tegal, menyimpulkan bahwa Ibnu meninggal bunuh diri dengan cara terjun ke lautan lepas.

Tapi tidak ada satu pun saksi yang melihat secara pasti kejadian itu,” ungkap Chotimah tidak percaya sembari terisak.

Kapten kapal mengirim surat tulisan tangan tertanggal 16 Agustus 2020, bahwa telah dilakukan upaya pencarian. Namun keberadaan ABK lulusan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Babakan Lebaksiu itu tidak ditemukan.

Ibnu pertama kali dilaporkan hilang pada 12 Agustus 2020, pukul 18.00 waktu setempat. Upaya pencarian telah dilakukan di sekitar kapal, namun tidak ditemukan adanya tanda-tanda.

Pencarian juga dilakukan mengelilingi berbagai ruang kapal. Pada pukul 17.30, Kepala Perwira Kapal (Chief Mate) mengaku sempat melihat Ibnu berada di deck (geladak kapal). Pada pukul 17.40, Kepala Insinyur (Chief Engineer) sempat melihat Ibnu makan di dapur kapal. Saat itulah Ibnu terakhir kali terlihat.

Kapten kapal memperkirakan, Ibnu melompat dari kapal pada pukul 17.45 – 17.55. Lokasinya di titik L 08°-38°S 2176°-04°C.

72 Jam Proses pencarian

Pada 11 Agustus, pukul 21.00, Ibnu bersama Rendi, sesama kru dari Indonesia sempat berada di ruang kemudi menemui kapten. Saat itu, Ibnu sempat mengeluhkan sakit kepala. Kapten kapal memberinya obat Tylenol dan memintanya untuk beristirahat di kasur. Ibnu juga sempat menyampaikan bahwa dia ingin pulang.

“Saya bilang kepadanya, saya sedang memanggil sebuah kapal untuk kembali menuju Suva,” katanya.

Pada 12 Agustus, pukul 09.00, Ibnu mendatangi tukang shooting, lalu pamit dan bersalaman dengannya sebanyak dua kali. “Sekitar pukul 15.00, kru kapal orang Fiji, Ravuarna, melihat Ibnu berdoa di ruang bagian belakang kapal dengan mengenakan pakaian salat,” terang kapten.

Selama 72 jam, proses pencarian tidak membuahkan hasil dan dihentikan pada 15 Agustus 2020. Semua kru kapal menyelenggarakan upacara penghormatan untuk mengenang Ibnu Septiandi.

Selain Ibnu, di atas kapal tersebut terdapat 14 orang, masing-masing: Ma Zhiguo (Chief Enggineer), Yin Yushan (Chief Mate), Dang Jinghi (2nd Enggineer), Zeng Zibin (Cook), Mataasi Kikan (Crew/Fijian), Lemaki (Crew/Fijian), Alex (Crew/Fijian), Samuela Valso (Crew/Fijian), Rendi Rohaendi (Crew/Indonesia), Didi Supriyadi (Crew/Indonesia), Sutrisno (Crew/Indonesia), Ibnu Sholikin (Crew/Indonesia), Syaiful Amri (Crew/Indonesia) dan Ravuarna Tuvanua (Crew/Fijian).

Kejanggalan

Chotimah mempertanyakan sejumlah kejanggalan. Di antaranya, kabar tersebut sebelumnya ditutup-tutupi oleh perusahaan.

“Jika kejadiannya 12 Agustus, kami pihak keluarga baru dikabari 13 September. Itu pun yang mengabari adalah teman ABK satu kapal. Bukan dari pihak perusahaan atau agensi,” katanya.

Chotimah menunjukkan foto anaknya, M Ibnu Septiandi, saat ditemui jatengtoday.com di rumahnya di Desa Mulyoharjo RT 04 RW 02, Kecamatan Pagerbarang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, pada Kamis (12/5/2022) lalu. (abdul mughis/jatengtoday.com)

Keluarga tidak percaya kalau Ibnu meninggal, karena dari pihak perusahaan yang memberangkatkan Ibnu yaitu PT Mandiri Tunggal Bahari tidak ada penjelasan atau pun memberitahukan keadaan Ibnu.

“Padahal, saat itu kami bolak-balik bertemu dengan Pak Trio (PT Mandiri Tunggal Bahari) untuk menanyakan gaji Ibnu. Tetapi pihak perusahaan selalu berbelit-belit. Dalihnya belum ditransfer oleh perusahaan yang di luar negeri. Ibnu juga disebut tidak ada masalah apa-apa,” katanya.

Setelah pihak keluarga mendesak, usai mendapat kabar dari teman ABK satu kapal itu, lanjut Chotimah, salah satu staf PT Mandiri Tunggal Bahari baru menjelaskan bahwa Ibnu meninggal bunuh diri jatuh ke laut.

Hingga sekarang, Chotimah tidak percaya kalau Ibnu telah meninggal, apalagi bunuh diri. Tiada henti-hentinya, Chotimah selalu melangitkan doa. Berharap ada keajaiban dan  percaya hanya tangan tuhan yang bisa menyelamatkan.

Ibnu pribadinya tidak mungkin memilih bunuh diri. Sebab, dia taat beribadah, rajin salat. Ibnu juga nyantri di pondok pesantren di Babakan Tegal selama tiga tahun,” katanya.

Jika frustrasi, lanjut Chotimah, dipastikan bukan masalah yang dibawa dari rumah. Sejak berangkat dari rumah tidak ada riwayat beban masalah baik secara pribadi maupun dengan keluarga.

“Selama satu tahun bekerja, saat kapal bersandar di darat, Ibnu selalu menghubungi keluarganya melalui telepon. Terakhir komunikasi pada 25 Juni 2020, lebaran awal pandemi. Wilayah operasinya di lautan Afrika,” terangnya.

Saat itu, dia mengabarkan bahwa dalam kondisi sehat. “Ibnu juga sempat menyampaikan ‘bapak tidak usah merantau ke Jakarta, di rumah aja sambil bertani’. Doakan saja saya sukses’ intinya Ibnu kepengin ngepenakna wong tua,’ gitu,” ujarnya sembari terisak.

Teman-teman ABK satu kapal, lanjut Chotimah, melalui telepon hanya bercerita kalau Ibnu juga tidak ada hal yang aneh. Tidak ada masalah dengan teman-temannya maupun dengan kapten kapal.

“Namun katanya sempat minta maaf dan menyampaikan ingin pulang kepada teman-temannya karena tidak betah. Di satu kapal itu ada enam orang dari Indonesia,” katanya.

Hak-hak Ibnu yang Dikebiri

Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia Kabupaten Tegal, Zaenudin mengatakan, Ibnu dianggap telah meninggal meski hingga sekarang tidak memiliki surat kematian. Bahkan selama kasus Ibnu mencuat hingga sekarang, tidak ada satu pun perwakilan perusahaan yang menyambangi rumah orang tua Ibnu.

“Pihak perusahaan bertemu dengan keluarga di rumah kepala desa (lurah). Saat itu, pihak keluarga Ibnu hanya diberikan uang Rp 5 juta. Bilangnya itu uang tali asih,” katanya.

Lurah desa setempat menyarankan agar hak-hak Ibnu untuk diurus oleh temannya, bernama Agus Fathul Mukmin, seorang mantan Lurah Desa Kedungsugih. Hak-hak Ibnu antara lain: sisa gaji yang belum dibayar dan uang asuransi dalam negeri diprakirakan mencapai Rp 150 juta. Seharusnya Ibnu juga mendapatkan uang asuransi luar negeri yang diprakirakan nilainya mencapai Rp 500 juta.

“Sisa gaji Ibnu senilai Rp 26,9 juta sudah dibayar. Pihak PT Mandiri Tunggal Bahari mengaku tidak mengasuransikan Ibnu, tetapi kemudian memberikan uang Rp 70 juta. Saat Rp 70 juta tersebut diberikan kepada keluarga Ibnu, sebesar 25 persen (atau senilai Rp 17 juta) dipotong oleh Bapak Agus. Dia meminta Rp 20 juta. Sehingga pihak keluarga hanya diberikan Rp 50 juta,” katanya.

Pihak Agus menjanjikan akan menguruskan uang asuransi dalam negeri yang diprakirakan nilainya mencapai Rp 150 juta dan hingga saat ini belum cair. Pihak keluarga merasa kecewa karena setiap kali akan menguruskan asuransi tersebut, kerap dimintai uang transportasi berkali ulang.

“Uang asuransi tersebut hingga sekarang tidak ada kejelasan, akhirnya pihak keluarga mengadu ke SBMI Tegal,” katanya.

Bahkan motor Yamaha Jupiter milik Ibnu juga dibawa oleh pihak Agus tanpa alasan jelas. “Hingga sekarang motor itu tidak dikembalikan. Pihak keluarga mengaku bahkan kalau mau ambil motor, diminta menebus Rp 1 juta,” ungkapnya.

SBMI Tegal, kata Zaenudin, telah menerima surat kuasa dari pihak keluarga Ibnu untuk pengurusan hak-haknya yang hingga sekarang belum sepenuhnya tuntas. Dalam kasus ini, lanjut Zaenudin, pihak keluarga atas rekomendasi lurah setempat didampingi oleh seorang tokoh bernama Agus tersebut.

“Hal yang janggal dalam kasus ini. Uang Rp 70 juta yang telah diberikan kepada keluarganya Ibnu itu uang apa? Kalau asuransi tidak mungkin. Karena kalau berbicara asuransi, kami kembalikan ke pasal yang ada. Bahwa asuransi kematian nilainya Rp 150 juta,” katanya.

Terkait hilangnya nyawa ini, lanjut Zaenudin, tidak ada alasan bunuh diri atau menjatuhkan diri ke laut. Sebab tidak ada saksi yang melihat. “Kalau tidak ada yang melihat ya harus dikategorikan kecelakaan tenaga kerja. Maka asuransi, baik asuransi luar negeri dan asuransi dalam negeri harus dikeluarkan itu. Keluarga korban jangan malah justru menjadi bahan pemerasan,” tegasnya.

Agus: Saya Tidak Pernah Meminta

Mantan Lurah Desa Kedungsugih, Agus Fathul Mukmin saat dikonfirmasi tidak membantah terkait apakah benar menerima uang Rp 20 juta tersebut. Namun dia menegaskan bahwa tidak pernah meminta.

“Saya tidak pernah meminta. Saya kalau tidak karena dimintai bantuan sama Pak Lurah, saya tidak mau. Keluarga juga bukan. Saya tidak pernah meminta kepada siapa pun. Dia sendiri yang ngomong. Nanti saya mengasih ini yang penting bisa. Itu disaksikan kepala desa, perangkat desa, saudaranya ada semua. Saya tidak pernah seperti itu. Saya sudah biasa menolong seperti itu,” ujarnya.

Mengenai motor Ibnu yang disita dan meminta tebusan Rp 1 juta, Agus mengakui hal itu. Hal itu, kata Agus, untuk mengganti biaya transportasi selama pengurusan asuransi Ibnu.

Iya betul. Bayar tol (ke Jakarta), beli bensin kan ada semua (catatannya). Saya juga bilang ke Pak Lurah, bahwa kemarin pakai uang saya, sehingga saya nyita motor. Kalau tidak saya tahan, terus siapa yang akan mengembalikan. Berani nggak kalau mengeluarkan uang kalau tidak ada jaminannya?” katanya.

Saat pengurusan administrasi untuk pencairan asuransi tersebut, Agus berangkat dari Tegal ke Jakarta. “Bikin laporan ke KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) dan PWNI (Perlindungan Warga Negara Indonesia). Pasti pakai ongkos. Maka saya cari pinjaman. Saya dua hari di Jakarta membawa mobil. Ada pihak keluarga dan perangkat desa juga ikut ke sana. Beli bensin, bayar tol, semua pengeluaran ditulis, ada semua. Dari awal saya sudah ngomong, saya menggadaikan motor saya untuk biaya ini,” terangnya.

“Coba pengurusan mulai dari RT, kelurahan, kecamatan, hingga ke Jakarta, biayanya dari mana?” ujarnya lagi.

Hingga sekarang, lanjut Agus, pihaknya masih proses pengurusan asuransi dalam negeri yakni BNI Life Insurance, untuk Ibnu Septiandi. “Sekarang ini sedang diajukan penetapan ahli waris ke Pengadilan Negeri Slawi Tegal. Penetapan ahli waris ini sebelumnya kami ajukan ke KJRI dan PWNI. Kalau asuransi luar negeri tidak ada karena tidak didaftarkan oleh perusahaan di Huang Zu,” katanya.

“Asuransi dalam negeri ini nilainya Rp 200 juta. Tetapi di kontraknya itu Rp 150 juta. Masuknya di perusahaan,” ujarnya lagi.

Lebih lanjut kata Agus, proses pengurusan asuransi ini harus dilakukan oleh ahli waris secara langsung. “Tidak bisa diwakilkan kepada siapa pun. Saya hanya mendampingi. Proses pelaporan ini baru dimasukkan sebelum lebaran kemarin. Saya sudah lama mendampingi untuk mengurus dan menanyakan ke perwakilan  perusahaan, Sutarman. Bahkan sekarang Pak Sutarman sudah meninggal,” katanya.

Infografis tentang track record PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB) Tegal dirangkum dari berbagai sumber. (abdul mughis/jatengtoday.com)

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah, Sakina Rosellasari mengatakan, pihaknya tidak akan tinggal diam. “Kami memiliki Satgas Penanggulangan Pekerja Migran Unprosedural, melibatkan Disnaker, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Imigrasi, dan Polda Jateng, untuk turun ke lapangan bersama-sama melihat cara manning agency. Kami tidak lepas tangan,” ujar dia.

Pihaknya mengaku Satgas ini telah memiliki data kasus perusahaan manning agency. “Perusahaan A ini reputasinya bagaimana, legal atau ilegal, bagaimana sistem perekrutannya, apakah sesuai prosedur atau unprosedural. Kami tidak bisa dapat data, kalau kami tidak agresif. Manning agency itu yang memberikan izin ada di Kementerian Perhubungan,” katanya.

BACA JUGA: Depresi Berujung Petaka, 13 Pelaut Menjemput Maut

Yang menyulitkan, kata Sakina, ketika ABK direkrut oleh perusahaan tidak profesional. “Maka terjadilah pekerja sakit dan meninggal di tengah laut dilarungkan. Kasus itu terjadi karena banyak yang unprosedural. Sejauh ini, pemerintah terlibat ketika ada laporan masalah terkait pekerja migran. Sedangkan pada saat berangkat, mereka kucing-kucingan,” ujar dia. (*)