SEMARANG (jatengtoday.com) – Sidang kasus jual beli jabatan di Pemkab Kudus dengan terdakwa Plt Sekretaris DPPKAD Kabupaten Kudus Akhmad Shofian kembali dilanjut. Kali ini, Senin (11/11/2019) agendanya adalah pemeriksaan terdakwa.
Dalam kesempatan itu, terdakwa mengaku menyesali apa yang sudah diperbuat. Pasalnya, demi promosi jabatan, Akhmad Shofian rela menyuap Rp 250 juta.
Semula Akhmad Shofian merupakan PNS eselon 3B di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kudus ke DPPKAD Kudus. Kemudian dia ditempatkan sebagai Plt Sekretaris DPPKAD dengan tingkat eselon 3A.
“Meskipun cuma 3B ke 3A menurut saya itu sudah naik,” ucap terdakwa di persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Sulistyono di Pengadilan Tipikor Semarang.
Meskipun begitu, terdakwa mengaku teledor karena tidak berpikir secara matang terlebih dahulu. Antara kenaikan tunjangan dari pangkat yang didapat dengan nominal suap yang diberikan terlihat sangat timpang.
“Saya akui tidak sebanding. Tunjangan Eselon 3B ke 3A paling naiknya sekitar Rp 200 ribuan. Uang hasil-hasil lain juga nggak ada. Lebihnya cuma itu,” ungkap terdakwa.
Robet Pasaribu selaku Hakim Anggota pun mencecar kenapa mau memberi uang padahal kalkulasi keuntungannya tidak seberapa. “Itulah kebodohan saya. Tidak berpikir panjang,” ucapnya.
Apalagi, kata Hakim Robet, perbuatannya sangat tercela dan dilarang oleh hukum. Belum lagi mengingat kondisi keuangan terdakwa yang biasa-biasa saja.
“Tadi kan Anda (terdakwa) bilang kalau nggak punya uang. Harus jual mobil dan hutang ke mana-mana. Terus ngapain mau saja ngasih uang suap?” tanya Hakim Robet.
Dalam kesempatan itu, terdakwa mengaku tak kuasa menolak ajakan ajudan pribadi Bupati, yakni Uka Wisnu Sejati.
“Saya nggak bisa nolak. Pak Uka kan rekan baik saya. Apalagi saya tahunya kalau permintaan uang itu adalah perintah Bupati,” jawab Akhmad Shofian.
Selain menyuap untuk memuluskan jabatannya sendiri, Akhmad Shofian juga menyuap demi promosi jabatan istrinya yang bernama Rini Kartika Hadi supaya diangkat dalam jabatan pimpinan tinggi pratama di Pemkab Kudus.
Bahkan nominalnya dua kali lipat lebih banyak. Suap itu dilakukan pada pertengahan Juni 2019. Namun karena urusan kenaikan jabatan istrinya belum kelar, terdakwa kembali menyerahkan uang suap pada Juli 2019.
Pemberian suap tersebut hanya berselang sekitar 2 minggu. Masing-masing jumlahnya Rp 250 juta, sehingga total untuk mengurus istri terdakwa mencapai Rp 500 juta.
Jika dihitung-hitung, keuntungan dari hasil suap juga buntung. Semula istrinya adalah PNS dengan eselon 3 kemudian naik menjadi eselon 2.
Namun dia menegaskan bahwa istrinya tidak tahu apa-apa. “Yang ngurus semuanya saya melalui Pak Uka,” ujarnya.
Atas perbuatan itu, terdakwa Akhmad Shofian dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Atau kedua, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dalam kasus yang sama, Bupati Kudus HM Tamzil juga telah ditetapkan sebagai tersangka karena berlaku sebagai penerima suap. Selain itu Agoes Soeranto juga ditetapkan tersangka atas penyalur suap. (*)