SEMARANG (jatengtoday.com) – Pakar IT, Solichul Huda menganggap langkah kepolisian dan Kemenkominfo dalam penanganan kasus penusukan Menkopolhukam Wiranto cenderung tidak profesional. Sebab, Polri langsung menyimpulkan adanya kaitan dengan ideologi Islam radikal.
“Kalau dari sisi IT, semestinya polisi langsung mencari alat komunikasi mereka berdua (pelaku),” ungkapnya, Rabu (16/10/2019).
Ahli IT yang pernah berperan dalam Tim Siber Jokowi dalam Pilpres beberapa waktu lalu itu berpendapat bahwa dari handphone pelaku, Abu Rara dan istrinya tersebut akan teridentifikasi dengan siapa saja mereka berkomunikasi. Baik melalui telepon maupun sosial media dalam ponsel tersebut, termasuk komunikasi lewat email.
“Dari sini, perlu sinergi Polri dengan Kemenkominfo, karena yang bisa Komunikasi dengan administrator sosial media adalah Kemenkominfo,” terangnya.
Lebih lanjut, informasi dari administrator sosmed, Kemenkominfo dapat mengidentifikasi identitas dan lokasi dari teman komunikasi Abu Rara tersebut.
Untuk memintai keterangan teman komunikasi Abu Rara dan istrinya, lanjutnya, polisi bisa bergerak berdasar bukti dari Kemenkominfo. Temuan komunikasi tersebut mestinya dianalisis untuk menemukan relasi masing masing. “Dari semua teman komunikasi tersebut, dengan metode social network analysis dapat diperoleh jaringan mereka dan siapa yang menjadi tokoh sentral,” bebernya.
Menurutnya, kalau polisi dan BIN malah berkomentar sendiri-sendiri sebelum data lengkap terkumpul, justru akan memunculkan kerancuan. “Ada dua kemungkinan, pertama, sedemikian tidak amankah negara kita? Ring 1 kok bisa bobol sistem keamanannya dan seterusnya. Kedua, analisis aneh-aneh, misalnya ada orang memakai batik di dekat Wiranto kok diam sama sekali ketika terjadi penusukan,” katanya.
Tentu saja, lanjut Sholicul, pikiran-pikiran liar seperti itu pasti keluar dari berbagai kalangan masyarakat. Artinya, dugaan yang sudah dilontarkan polisi masih terlalu prematur. “Ini juga harus menjadi pelajaran bagi presiden terpilih, dahulukan profesionalisme dalam memilih menteri, terutama Kemenkominfo. Semestinya dianalisis dan dikumpulkan barang buktinya secara komprehensif,” tandasnya.
Lebih lanjut, begitu ada statement dari kelompok A, kelompok B, sebagian orang mencibir. “Saya sebagai mantan tim siber 01 bingung menjawab pertanyaan masyarakat.
Gerakan teror sekarang semakin rapi, Karena ada smartphone, bisa koordinasi sampai detik-detik akhir di lapangan.
Tapi justru handphone itu mudah untuk mengindentifikasi pelaku,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto