in

Penurunan Tanah di Semarang 10 cm Setiap Tahun, Apa Upaya Pemkot?

SEMARANG (jatengtoday.com) – Keberadaan Kota Semarang sebagai Kota Metropolitan membawa berbagai dampak lingkungan. Salah satunya kian terkikisnya ketersediaan air bawah tanah.

Berdasarkan hasil kajian oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, dampak banyaknya penggunaan air bawah tanah yang tidak terkendali mengakibatkan penurunan tanah to the mencapai 4-10 cm setiap tahun.

Sebab sejauh ini, pengendalian penggunaan air bawah tanah di Kota Semarang belum sepenuhnya dilakukan. Padahal pertumbuhan kawasan industri, perhotelan, pembangunan perumahan, dan kawasan permukiman, terus menggeliat. Sedangkan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Semarang sejauh ini belum mampu memback up kebutuhan air secara keseluruhan.

Atas permasalahan itulah, Pemkot Semarang saat ini sedang proses persiapan pembangunan proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Semarang Barat yang direncanakan dimulai 2019. Targetnya, 2021 telah beroperasi.

“Penandatanganan kerjasama ini akhirnya terlaksana,” kata Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, Selasa (9/10/2018).

Dikatakannya, kerjasama tersebut diberi judul Head of Agreement (HOA) Badan Usaha Sistem Penyediaan Air Minum Semarang Barat. Pembangunan SPAM Semarang Barat bakal menelan biaya Rp 458 miliar dengan skema bangun-guna- serah. Pelaksanaannya akan dikerjakan oleh PT Air Semarang Barat, sebuah perusahaan konsorsium yang dibentuk oleh PT Aetra Air Jakarta dan PT Medco Infrastruktur Indonesia.

“Pembangunan akan dikerjakan dalam jangka waktu kerjasama selama 2 tahun untuk masa pembangunan dan 25 tahun untuk masa pengoperasian,” terang Hendi sapaan akrab Hendrar Prihadi.

Kerjasama tersebut ditandatangani di Melia Hotel, Nusa Dua Bali, belum lama ini. Dikatakan Hendi, SPAM Semarang Barat nantinya akan memproduksi air bersih untuk memback up kebutuhan masyarakat di Kecamatan Semarang Barat, Kecamatan Ngaliyan, dan Kecamatan Tugu.

“SPAM Semarang Barat memiliki kapasitas produksi air bersih 1.000 liter per detik, berpotensi mengaliri air bersih lebih dari 70.000 Kepala Keluarga (KK) di tiga kecamatan tersebut,” katanya.

Berdasarkan data 2017, lanjut dia, pelanggan PDAM Tirta Moedal Kota Semarang sebanyak 32.000 KK dari 102.000 KK di Kota Semarang. Sehingga dengan adanya SPAM Semarang Barat, ia berharap bisa mencapai target 100 persen air bersih di wilayah tersebut terpenuhi.

“Pembangunan SPAM Semarang Barat ini menjadi salah satu upaya penting bagi Pemerintah Kota Semarang, untuk mengendalikan penggunaan air bawah tanah di Kota Semarang,” katanya.

Sebab, lanjut dia, sejauh ini eksploitasi air bawah tanah di Kota Semarang cukup memrihatinkan. Berdasarkan hasil kajian, saat ini telah terjadi penurunan muka tanah hingga mencapai 4-10 cm setiap tahunnya akibat penggunaan air bawah tanah. Rob dan banjir menjadi salah satu dampak yang menggangu masyarakat.

“Sehingga ini menjadi salah satu fokus Pemkot Semarang,” katanya.

Lebih lanjut, kata Hendi, SPAM Semarang Barat akan memanfaatkan air baku dari Waduk Jatibarang untuk menyuplai air bersih kepada masyarakat. “Jadi, salah satu semangatnya adalah menekan penggunaan air bawah tanah dengan mengelola air permukaan semaksimal mungkin,” katanya.

Sumur Perut Bumi

Pakar Hidrologi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Dr Ir Nelwan Dipl HE, sebelumnya menilai Kota Semarang dalam kondisi krisis air bersih. Banyaknya proyek pembangunan modern yang tidak ramah lingkungan menjadi salah satu penyebab matinya sumber mata air secara pelan-pelan.

“Jika hal ini dibiarkan tanpa ada upaya penanggulangan, dampak jangka panjangnya sangat berbahaya. Mulai dari bahaya kekeringan, tidak tersedianya air bersih, masuknya air laut, hingga kerusakan lingkungan akibat kondisi tanah kota menurun,” kata Nelwan.

Keperluan domestik air minum bersih di Kota Semarang sejauh ini disediakan oleh PDAM. Namun demikian, PDAM belum bisa menjangkau kebutuhan air bersih bagi masyarakat Kota Semarang secara menyeluruh.

“Misalnya banyak perumahan baru berdiri dan membuat sumur bor sendiri, maupun hotel membuat sumur bor sendiri, orang kaya membuat sumur bor sendiri. Berapa air yang disedot dari dalam bumi. Nah, sejauh ini tidak ada kendali,” katanya.

Nelwan mengusulkan solusi jangka panjang. Salah satu solusinya adalah membuat sumur perut bumi untuk melakukan pengisian kembali air tanah. Perlu dibangun sumur besar di dalam tanah hingga ke lapisan kedap air di kedalaman antara 150 hingga 200 meter. Aliran sungai dialirkan ke sumur tersebut. Ada pengisian ke dalam tanah, sehingga air yang disedot oleh banyak orang bisa digantikan.

“Teknologi sumur perut bumi di Indonesia memang belum dilakukan. Tapi sejumlah negara maju lain sudah berpikir tentang hal itu. Misalnya di New Delhi, India,” katanya.

Hotel, perumahaan, maupun warga ekonomi atas, membuat sumur bor tanpa ada upaya pengendalian oleh pemerintah akan berdampak kerusakan lingkungan. Ini sangat berbahaya dalam jangka panjang. “Rakyat kecil menjadi korban. Investor membangun pompa gedhe-gedhe untuk kepentingan industri,” katanya. (*)

editor : ricky fitriyanto

Abdul Mughis