DEMAK (jatengtoday.com) – Dari sekian banyak penyakit ternak khususnya ruminansia perah, salah satu diantaranya adalah Radang Ambing (Mastitis).
Untuk itu Plt Kepala Dinas Pertanian dan Pangan, Agus Herawan menyarankan para petani untuk melakukan pemeriksaan secara berkala ternak-ternak mereka agar bisa terhindar dari penyakit radang tersebut.
“Sudah seharusnya para peternak melakukan pemeriksaan secara berkala ternak-ternak mereka agar sedini mungkin terhindari dari radang ambing atau mastitis,” jelasnya.
Dijelaskan bahwa gejala-gejala secara klinis mastitis dapat berlangsung secara akut, subakut dan kronik. Radang dikatakan bersifat subklinis apabila gejala-gejala klinis radang tidak ditemukan saat pemeriksaan ambing.
Untuk yang bersifat akut, tanda-tanda radang jelas ditemukan, seperti: kebengkakan ambing, panas saat diraba, rasa sakit, warna kemerahan dan terganggunya fungsi. Air susu berubah sifat, menjadi pecah, bercampur endapan atau jonjot fibrin, reruntuhan sel maupun gumpalan protein.
Proses yang berlangsung secara subakut ditandai dengan gejala sebagaimana di atas, namun derajatnya lebih ringan, ternak masih mau makan dan suhu tubuh masih dalam batas normal. Proses berlangsung kronis apabila infeksi dalam suatu ambing berlangsung lama, dari suatu periode laktasi ke periode berikutnya. Proses kronis biasanya berakhir dengan atropi kelenjar mammae.
Untuk penularan mastitis dari ternak satu ke yang lain dan dari quarter terinfeksi ke quarter normal bisa melalui tangan pemerah, kain pembersih, mesin pemerah dan lalat.
Sedangkan untuk Diagnosis dilakukan melalui Pengamatan secara klinis adanya peradangan ambing dan puting susu, perubahan warna air susu yang dihasilkan. Uji lapang dapat dilakukan dengan menggunakan California Mastitis Test (CMT), yaitu dengan suatu reagen khusus. Diagnosis juga bisa dilakukan dengan Whiteside Test.
Ada beberapa upaya pencegahan infeksi baru oleh bakteri penyebab mastitis, antara lain meminimalisasi kondisi-kondisi yang mendukung penyebaran infeksi dari satu sapi ke sapi lain dan kondisi-kondisi yang memudahkan kontaminasi bakteri dan penetrasi bakteri ke saluran puting.
Air susu pancaran pertama saat pemerahan hendaknya ditampung di strip cup dan diamati terhadap ada tidaknya mastitis. Perlu pencelupan atau diping puting dalam biosid 3000 IU (3,3 mililiter/liter air). Penggunaan lap yang berbeda disarankan untuk setiap ekor sapi/kambing, dan pastikan lap tersebut telah dicuci dan didesinfektan sebelum digunakan.
Pemberian nutrisi yang berkualitas, sehingga meningkatkan resistensi ternak terhadap infeksi bakteri penyebab mastitis. Suplementasi vitamin E, A dan β-karoten serta imbangan antara Co (Cobalt) dan Zn (Seng) perlu diupayakan untuk menekan kejadian mastitis.
Terakhir untuk pengobatan sebaiknya menggunakan Lincomycin, Erytromycin dan Chloramphenicol. Disinfeksi puting dengan alkohol dan infusi antibiotik intra mamaria bisa mengatasi mastitis. Injeksi kombinasi penicillin, dihydrostreptomycin, dexamethasone dan antihistamin dianjurkan juga. Antibiotik akan menekan pertumbuhan bakteri penyebab mastitis, sedangkan dexamethasone dan antihistamin akan menurunkan peradangan.
Mastitis yang disebabkan oleh Streptococcus sp masih bisa diatasi dengan penicillin, karena streptococcus sp masih peka terhadap penicillin. Penggunaan antibiotik yang mungkin tidak selalu tepat, akan menimbulkan masalah baru yaitu adanya residu antibiotika dalam susu, alergi, resistensi serta mempengaruhi pengolahan susu. Mastitis subklinis yang disebabkan oleh bakteri gram positif juga makin sulit ditangani dengan antibiotik, karena bakteri ini sudah banyak yang resisten terhadap berbagai jenis antibiotik. (*)