SEMARANG (jatengtoday.com) — Penggunaan hologram dalam pita cukai rokok yang selama ini diproduksi oleh PT Pura Nusa Persada, digugat oleh Feybe Fince Goni di Pengadilan Niaga Semarang.
Feybe adalah pemegang hak cipta hologramisasi pita cukai rokok. Dia melayangkan gugatan lantaran selama ini tak pernah dimintai izin dan tak pernah mendapat keuntungan ekonomi atas penggunaan hologramisasi tersebut.
Menurut Kasubdit Pelayanan Hukum dan Lembaga Manajemen Kolektif Dirjen Kekayaan Intelektual (DJKI) Agung Damar Sasongko, pemegang hak cipta sebenarnya dilindungi oleh undang-undang.
“Jika mau mengomersialkan (karya yang memiliki hak cipta), maka harus ada izin dari pemegang hak cipta,” ujar Agung saat menjadi saksi ahli di pengadilan, Kamis (24/2/2022).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dalam Pasal 9 ayat (1) disebutkan, pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan penerbitan; penggandaan; hingga pengadaptasian suatu ciptaan.
Pada ayat (2) dijelaskan, setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin dari pemegang hak cipta.
Namun, kata Agung, undang-undang tersebut tidak mengatur tentang besaran ganti rugi apabila ada pelanggaran pemanfaatan hak cipta. “Soal itu tidak diatur karena masalah di lapangan kan beda-beda,” ujarnya.
Sebelumnya, Feybe selaku pemegang hak cipta menggugat dan meminta ganti rugi kepada PT Pura Nusa Persada yang berperan sebagai pelaksana penggunaan hologramisasi pita cukai rokok.
Pemanfaatan hologram secara komersial sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1995. Namun, Feybe hanya meminta ganti rugi penggunaan hologram dari tahun 2001 sampai 2020, karena sertifikat hak cipta baru terbit pada 2001.
“Saya menggugat ganti rugi materiel dan imateriel senilai Rp370 miliar, ujar Feybe usai mendaftarkan gugatan. (*)
editor : tri wuryono