SEMARANG (jatengtoday.com) – Acara “Apel Kebangsaan: Kita Merah Putih” yang digelar di Simpang Lima Semarang pada Minggu (17/3/2019), berbuntut panjang. Pasalnya, acara seremonial yang hanya berlangsung kurang dari sehari ini melahap uang APBD Provinsi Jateng senilai
Rp 18.764.420.000.
Masalah penggunaan anggaran yang dinilai tidak logis ini tidak menutup kemungkinan bakal menggelinding ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini menjadi sorotan banyak pihak. Sebab, uang rakyat ludes dalam sekejap hanya untuk panggung pejabat.
Pelaporan ke KPK tersebut diinisiasi oleh sejumlah pengacara yang tergabung dalam Advokat Bela Keadilan (Abeka) Jawa Tengah.
“Kami sudah memiliki bukti permulaan. Tapi saat ini kami masih mengumpulkan bukti-bukti pendukung. Sehingga kami belum mengirim bukti-bukti tersebut. Ada beberapa data yang kami butuhkan. Jika sudah lengkap, sesegera mungkin (lapor ke KPK),” kata salah satu anggota Abeka Jawa Tengah Listiani, kepada jatengtoday.com, Rabu (20/3/2019).
Dikatakannya, penggunaan anggaran Apel Kebangsaan yang menelan Rp 18 miliar tersebut tidak logis dan menghambur-hamburkan uang rakyat. “Kami sudah melihat rincian penggunaan dari anggaran Rp 18 miliar sekian itu,” katanya.
Ia mengaku menemukan sejumlah kejanggalan. Diantaranya penawaran dari pemenang tender hanya senilai Rp 16,3 miliar. Acara tersebut dinilai menjadi program tender cepat. “Tendernya dilakukan sejak 16 Februari 2019, kemudian 17 Maret 2019 pelaksanaan. Bisa dibayangkan dalam waktu singkat bisa menggunakan uang segede itu. Ini menjadi bagian kejanggalan,” katanya.
Meski begitu, ia belum berkenan menjelaskan secara rinci mengenai kejanggalan maupun alat bukti apa saja yang telah dikantongi.
“Secara detail nanti saja ya, kalau sekarang terlalu prematur. Banyak data sudah terkumpul, tinggal melengkapi data pendukung saja sih,” katanya.
Alasan mengapa mereka berencana melaporkan ke KPK, Listiyani menilai karena acara tersebut menggunakan uang rakyat. Acara seremonial berbentuk Apel bisa melahap Rp 18 miliar itu dinilai tidak logis. “Itu kan uang rakyat. Maka harus diawasi penggunaan benar atau tidak. Apalagi itu tender cepat,” katanya.
Ia mengaku tidak habis pikir, terkait penggunaan anggaran sebesar itu hanya untuk acara seremonial berbentuk apel. Toh, menurut dia, kondisi masyarakat saat ini baik-baik saja. Artinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sehingga apabila apel seperti itu melahap uang sebesar itu tidak tetap sasaran.
“Bantuan bencana untuk Papua saja hanya Rp 1 miliar. Kemiskinan masih ditemui di mana-mana. Lha ini Rp 18 miliar hanya untuk sesaat. Pantas enggak hal seperti itu?” katanya.
Sementara itu, pegiat antikorupsi Jawa Tengah, Eko Haryanto, mengatakan setiap penggunaan anggaran APBD harus bisa dipertanggungjawabkan secara transparan.
“Mestinya ada maksud dan tujuan. Tapi harus tepat sasaran, termasuk penggunaan anggaran harus transparan. Penggunaan anggaran juga harus bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Dia mendesak pengguna anggaran, dalam hal ini, Kebangpol Provinsi Jateng, harus bertanggungjawab mengenai penggunaan anggaran Rp 18 miliar untuk Apel Kebangsaan tersebut.
“Ini kan sudah terjadi. Tinggal dijelaskan saja kepada publik, karena anggaran itu milik masyarakat semua golongan. Apakah tepat sasaran atau tidak? Kalau pengguna anggaran memiliki alasan kuat dan logis, saya rasa tidak masalah. Tetapi kalau hanya bernilai hura-hura, nilai segitu njomplang,” katanya.
Apalagi, lanjut Eko, kondisi Jawa Tengah saat ini tingkat kemiskinannya masih terbilang tinggi. “Peruntukannya harus jelas. Kegiatan ini, penyelenggaranya kan kalangan birokrat. Publik berhak mempertanyakan laporan pertanggungjawabannya bagaimana? Itu yang harus dijelaskan ke publik. Maka Kesbangpolinmas harus menjelaskan ke publik, bukan gubernur yang menjelaskan. Sebab, gubernur itu pejabat politik,” katanya.
Menurutnya, anggaran senilai Rp 18 miliar bagi masyarakat merupakan nilai yang sangat besar. “Tentu ini sangat rawan diselewengkan. Makanya, transparansi dalam penggunaan anggaran adalah hal yang sangat penting. Masyarakat harus tahu, jangan ujug-ujug ada anggaran tersebut. Agar masyarakat tidak terkaget-kaget,” katanya.
Eko juga mempertanyakan, mengapa kalangan DPRD Provinsi Jateng meloloskan anggaran Apel Kebangsaan Rp 18 miliar kalau memang dinilai tidak logis. “Setiap anggaran kan ada mekanisme penganggaran. Mestinya itu kan sudah dibahas di DPRD saat pengajuan penganggaran. Kalau itu dinilai tidak logis, mestinya sudah ditolak di dewan. Ini juga menjadi pertanyaan mengapa dewan meloloskan anggaran Rp 18 miliar untuk apel kebangsaan? Kalau ada dewan yang tidak sepakat, mestinya sudah dicut sejak dulu,” bebernya.
Seperti diketahui, tender acara Apel Kebangsaan ini dimenangkan PT Potensindo Global yang beralamat di Jalan Letjen Suprapyo 37A Sido Mulyo, Ungaran, Kabupaten Semarang.
Berdasarkan Daftar Kuantitas dan Harga Kegiatan Rampak Senandung Kebangsaan Jawa Tengah Tahun 2019 yang didapatkan jatengtoday.com, anggaran banyak tersedot untuk pengerahan massa dan membayar tarif beberapa musisi/artis nasional.
Dalam dokumen tersebut, terdapat banyak rincian alokasi yang mengejutkan. Di antaranya biaya Dekorasi/Dokumentasi Rp 387.000. Jumlah itu termasuk dokumentasi foto dan video, dekorasi welcome gate, hingga balon gas. Kemudian ada biaya publikasi acara yang dianggarkan Rp 1.259.500.000. Jumlah ini untuk pemasangan baliho, T banner event, publikasi media, hingga spanduk.
Sejumlah musisi/artis nasional dan lokal yang dihadirkan Pemprov juga menyedot anggaran besar. Hal tersebut tercantum pada anggaran Jasa Tenaga Ahli yang mencapai Rp 2.823.000.000.
Uang miliaran tersebut digunakan untuk fee artis grup band nasional termasuk akomodasi dan transport selama kegiatan Rp 1.000.000.000, singer nasional dangdut Rp 180.000.000, MC acara 3 orang Rp 355.000.000, serta 4 grup band lokal Rp 40.000.000. Acara ini dimeriahkan sejumlah artis nasional yakni Slank, Letto, Armada, Virza, Nella Kharisma dengan MC Vincent-Desta dan Cak Lontong.
Sisa anggaran untuk fee grup band komunitas seni, fasilitasi aksi seni dan budaya lokal, jasa konsultan perencana, jasa tenaga ahli, pawang hujan, tenaga keamanan, dan tarian kolosal.
Di samping itu, ada belanja sewa generator panggung utama Rp 90.000.000, belanja sewa generator panggung pendukung Rp 103.500.000, sewa panggung utama Rp 605.000.000 yang termasuk rigging, konstruksi, tribun dan tangga, difabel ram, serta barikade.
Sewa sound system panggung utama di Simpang Lima juga dianggarkan luar biasa, yakni nencapai Rp 1.097.000.000. Yakni mencakup sound system, lighting, led screen, multimedia, paket live streaming, dan paket animasi. Sewa sound system panggung pendukung dianggarkan Rp 735.000.000 meliputi sound system, multimedia, led screen, dan paket animasi.
Anggaran jumbo juga dialokasikan untuk pengerahan massa. Kesbangpol Jateng menganggarkan belanja makan dan minum Rp 4.606.885.000. Rinciannya makan bagi peserta bus Rp 2.100.000.000, snack bagi pengunjung Rp 2.000.000.000. Sisanya diperuntukkan rapat-rapat oleh panitia. Di antaranya rapat tim sosmed, rapat tim website, rapat penggalangan massa, serta rapat checkin akhir yang dipimpin Gubernur Jateng.
Biaya pengerahan massa dari 35 kabupaten/kota di Jateng menghabiskan uang rakyat cukup banyak. Dalam poin Fasilitas peserta daerah, anggaran sewa bus mencapai Rp 5.708.000.000. Dana tersebut untuk menyewa 1400 bus guna mendatangkan massa dari daerah.
Disamping itu biaya habis untuk Property pendukung kegiatan. Seperti pengadaan ikat kepala merah putih 150.000 pcs seharga Rp 750.000.000, pengadaan goodie bag Rp 2.000.000.000, dan pengelolaan sosmed Rp 180.000.000. Selain itu ada pengelolaan web event Rp 140.000.000, dan pengadaan kaos serta souvenir VIP.
Dari rincian tersebut, didapati total nilai lelang Rp 18.829.420.000. Sementara nilai anggaran swakelola Pemprov Jateng mencapai Rp 3.170.580.000. Sehingga total anggaran mencapai Rp 22 miliar. (*)
editor : ricky fitriyanto