SEMARANG – Pengelola Badan Kredit Kecamatan (BKK) dituntut memiliki integritas tinggi untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Komitmen tersebut dibutuhkan karena saat ini sebanyak 27 BKK digabung menjadi satu wadah, yaitu PT BPR BKK Jateng.
Hal tersebut dikatakan Ketua DPRD Jateng Bambang Kusriyanto saat menjadi narasumber Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Perubahan Perda No 4 tahun 2017 untuk Percepatan Transformasi PT BKK Jateng dan Penyelesaian Status PD BKK”. FGD digelar di Tlogo Tuntang, Kabupaten Semarang, Rabu (15/1/2020).
Menurut Bambang, sebagus apapun peraturan dibuat, BKK tidak akan optimal jika perilaku pengelolanya tak mendukung.
“Mau diubah seperti apa peraturannya, jika pengelolanya masih KKN, hanya mengejar target jumlah kreditur, ya tidak akan maju. Padahal ini mengelola uang rakyat,” kata pria yang disapa Bambang Krebo ini.
Dia menambahkan, sudah bertahun-tahun BKK di Jateng bermasalah. Politisi PDI Perjuangan itu menyoroti kondisi 29 BKK di Jateng yang rata rata memiliki angka non performance loan (NPL) tinggi. Tingginya NPL ini sering disebabkan pengelola yang hanya ingin mengejar target tanpa memperhitungkan kelayakan kreditur dan proses penagihannya. Oleh karena itu Bambang mengajak seluruh pengelola BKK berlomba-lomba menurunkan NPL.
“NPL sesuai ketentuan OJK maksimal lima. Ini kita ikuti. Namun banyak yang diatas lima, bahkan sepuluh sampai dua puluh,” paparnya.
FGD dibuka oleh Plt Kepala Biro Perekonomian Setda Jateng Haerudin dan dimoderatori Plt Kepala Biro Hukum Setda Jateng Iwanudin Iskandar.
Haerudin mengatakan dari 29 BKK di Jateng, hanya 7 yang kondisinya sehat. Sedangkan 22 lainnya tergolong sakit. Sementara 2 BKK malah dinyatakan OJK tidak bisa disembuhkan dan harus ditutup. Yaitu BKK Pringsurat (Temanggung) dan Klaten.
“Jumlah BKK yang masuk dalam proses konsolidasi sebanyak 27 BKK. Itupun dengan ketentuan ke 20 BKK yang sakit harus disehatkan dulu,” katanya.
Ke 27 BKK yang saat ini dalam proses penggabungan rencananya juga akan diikuti merger dengan BPR/BKK dan menjadi PT BPR BKK Jateng. Merger ini diyakini akan menjadikan sebuah bank yang besar. Saat ini aset seluruh BPR BKK se Jateng jumlahnya sudah mencapai Rp 9 triliun lebih.
Sementara Akademisi Undip, Lita Tyesta menjelaskan, sesuai instruksi presiden, saat ini harus ada Omnibus Law. Tujuannya, penyederhanaan beberapa aturan menjadi satu aturan saja.
Dia meminta semua pihak mencermati seluruh masalah saat penyusunan perda.
“Yang penting, perda yang akan disusun nantinya bisa meningkatkan kapasitas, baik pendapatan maupun masyarakatnya. Sebab, tujuan akhir dari Omnibus Law itu pertumbuhan ekonomi,” katanya. (adv)