in

Pengadaan dan Distribusi Logistik Pemilu Rentan Terjadi Pelanggaran Pidana

Menurut Naya, tahapan logistik perlu pengawasan karena berpotensi terjadi pelanggaran tindak pidana pemilu.

ilustrasi Pemilihan Umum. (jatengtoday.com)

 

SEMARANG (jatengtoday.com) — Korda Akademi Pemilu dan Demokrasi (APD) Kota Semarang, Dr. Naya Amin Zaini menyoroti tahapan pengadaan dan distribusi logistik Pemilu 2024.

Pengadaan dan distribusi logistik Pemilu 2024 tengah berlangsung sampai pada pelaksanaan tahapan pemungutan dan penghitungan suara.

Menurut Naya, tahapan logistik tersebut perlu pengawasan serius. Sebab, terdapat potensi terjadinya pelanggaran tindak pidana pemilu sebagaimana Pasal 514, Pasal 529, Pasal 530, Pasal 543 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Naya menjelaskan, Pasal 514 mengatur tentang larangan Ketua KPU menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan. Jika itu dilanggar, diancam penjara 2 tahun dan denda Rp240 juta.

Kemudian, Pasal 529 ditujukan untuk perusahaan pencetak surat suara agar tidak mencetak melebihi jumlah yang ditetapkan. Apabila tidak diindahkan, pelakunya diancam pidana maksimal penjara 2 tahun dan denda Rp5 miliar.

Adapun Pasal 530 mengatur agar setiap perusahaan pencetak surat suara menjaga kerahasiaan, keamanan, dan keutuhan surat suara. Jika dilanggar, ancamannya penjara 2 tahun dan denda Rp5 miliar.

Sementara itu, kata Naya, Pasal 543 menyasar anggota Bawaslu di semua tingkatan, termasuk Panwaslu dan pengawas TPS yang sengaja tidak menindaklanjuti temuan atau laporan pelanggaran pemilu.

“Ancaman pelanggaran Pasal 543 yakni dipidana paling lama 2 tahun dan denda maksimal Rp24 juta,” jelasnya, Jumat (24/11/2023).

Menurut Naya, sebenarnya tahapan pengadaan dan distribusi logistik pemilu tidak hanya rentan tindak pidana. Namun, juga rentan pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, dan pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya.

“Sebelum terjadi sejauh itu, perlu dilakukan antisipasi. Apabila sudah dicegah tetapi tetap terjadi pelanggaran, maka penegakan harus dilakukan,” tegas Naya. (*)

editor : tri wuryono