in

Lebih Baik Lihat Sistem Pendidikan di Vietnam daripada Finlandia

Hasil tes PISA menjadi tolak ukur keberhasilan sistem pendidikan dunia. Indonesia lebih baik melihat Vietnam, bukan Finlandia.

Pendidikan di Finlandia tidak layak dibandingkan secara :apple to apple" dengan pendidikan di Indonesia. (Foto: Suzi Media Production)

Banyak orang masih anggap, Finlandia punya sistem pendidikan terbaik. Tidak, jika standarnya PISA. Indonesia belum layak membandingkan sistem pendidikannya dengan Finlandia. Lebih baik, lihat VIetnam. 

Apa itu Pisa? Programme for International Student Assessment (PISA) diinisiasi oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) adalah suatu studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia. Setiap 3 tahun, murid-murid berusia 15 tahun dari sekolah-sekolah yang dipilih secara acak, menempuh tes dalam mata pelajaran utama yaitu membaca, matematika dan sains. Tes ini bersifat diagnostik yang digunakan untuk memberikan informasi yang berguna untuk perbaikan sistem pendidikan. Indonesia telah berpartisipasi dalam studi PISA mulai tahun 2000.

Mitos Pendidikan Finlandia Terbaik 

Nama Finlandia berkibar di dunia internasional sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik, siswa mereka paling bahagia, para guru berkualitas tinggi, dan masih banyak pujian lain. Seminar pendidikan sering sebut Finlandia sebagai contoh utama untuk negara terbaik dalam sistem pendidikan. Fakta sebenarnya, tidak demikian. 

Ranking PISA Finlandia terus-menurun meskipun masih tetap di 10 besar. PISA terbaik Eropa, diduduki negara Estonia. Negara ini jarang dipuji sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik. Pada tahun 2018, ranking PISA Estonia berada di posisi ketiga setelah China dan Singapura.

Rekomendasi Negara Teladan: Vietnam

Saya lebih merekomendasikan agar Indonesia mencontoh Vietnam. Kehebatan negara Vietnam, dalam PISA, tidak diragukan lagi.

  • Vietnam berjaya di PISA 2012, 2015, dan 2018.
  • Vietnam secara georafis sangat berdekatan dengan Indonesia, dengan kultur yang banyak kemiripan sebagai negara tentangg. Permasalahan di Vietnam, sebagai negara berkembang, banyak kemiripan dengan Indonesia. Korupsi masih tinggi, alokasi dana APBN untuk pendidikan baru 20%, infrastruktur sekolah belum merata (banyak kesenjangan desa dan kota).

Vietnam baru membangun di tahun setelah perang panjang sejak tahun 1955. Jam terbang Indonesia dalam hal pembangunan dan pendidikan, sebenarnya lebih baik daripada Vietnam.

Sejak tes PISA pertama diadakan pada tahun 2000, sampai 2022 kemarin, Indonesia selalu di kelompok 10 negara terbawah di peringkat PISA. Vietnam baru ikut pada tahun 2012, langsung melejit di posisi atas, mengalahkan negara-negara maju anggota OECD.

Mengapa Tidak Perlu Berkiblat ke Finlandia?

Mengapa Indonesia sebaiknya tidak perlu berkiblat ke Finlandia dalam masalah pendidikan?

Sejarah dan budaya Finlandia begitu berbeda dengan Indonesia. Finlandia tata penyelenggaraan pendidikannya sudah didukung oleh semua aspek yang membuat pendidikan berhasil dikelola dengan baik.

Finlandia sudah mengajarkan praktik baik dalam bersikap sejak dini, misalnya, budaya antre, menghargai makanan, membuang sampah, dll. Siswa tidak melihat perbedaan antara rumah dan sekolah. Mereka menyaksikan keadaan yang relatif sama. Sistem tata-kelola kota, perilaku disiplin, budaya meneliti, di Finlandia, mendukung pembelajaran. Tidak salah, jika dikatakan bahwa masyarakat yang mapan secara ekonomi dan infrastruktur maju, mendukung pendidikan berkualitas.

Pendidikan di Finlandia adalah “education for all”. Orang kaya, miskin, penyandang disabilitas, semua dapat kesetaraan akses dan mendapatkan pendidikan berkualitas. Indonesia belum seperti itu. Sekolah berkualitas, unggulan, di Indonesia hanya bisa diakses orang-orang kaya. Anak-anak pinggir kota dan desa, hanya bisa mengakses sekolah jarak-dekat dan setara dengan kemampuan finansial mereka. Pendidikan di Indonesia, belum seluruhnya memiliki infrastruktur memedai.

Di Finlandia, semua anak bisa akses internet dengan mudah. Ketika Indonesia menerapkan “belajar di rumah” di masa pandemi COVID-19, kita mendengar betapa sulitnya adaptasi terhadap metode ini, terkait internet dan pembelajaran jarak-jauh. Banyak siswa keberatan dengan paket internet, para guru masih menyesuaikan diri, dan masalah orang tua murid yang tidak mengerti internet. Tidak ada cerita seperti itu di Finlandia. 

Para guru di Finlandia harus bergelar master, tamatan terbaik dari sekolah-sekolah menengah. Sistem kuliah keguruan mereka terbaik.

Indonesia tidak menerapkan sistem seperti itu. Masuk fakultas keguruan, terlalu mudah. Semua universitas bisa mendirikan LPTK. Universitas dan sekolah tinggi yang baru dibuka bisa langsung membuka prodi keguruan. Kualitas lulusan keguruan tidak tersaring dari yang terbaik. Selain tidak terpantau, kualitas ini tidak bisa dipantau, karena sistem pendidikan di Indonesia terlalu mudah menciptakan seorang guru. Sistem rekruitmen guru lewat jalur PPG kuliah 2 tahun juga ikut mewarnai buruknya sistem pendidikan di Indonesia. Tamatan yang bukan sekolah keguruan, boleh mendaftar untuk jadi guru setelah digembeleng dua tahun.

Tamatan sekolah keguruan, sarjana pendidikan yang sudah kuliah 5 tahun, bersaing dengan mereka yang kuliah di jurusan umum yang bukan sekolah keguruan.

Ini sama saja menganulir kualitas dengan terlalu mudah menjadi guru. menjadi guru bisa diakali dengan ikut PPG 2 tahun, meskipun tidak kuliah dari jurusan keguruan atau sarjana pendidikan.

Tidak perlu mempertanyakan kualitas guru, karena kualitas mereka sudah salah sejak rekruitmen.

Pengangkatan 1 juta guru, tidak ubahnya proyek padat karya hanya memburu angka 1 juta tanpa menimbang kualitas dan akibat buruk jika pendidikan mengabaikan kualitas guru. 

Sungguh tidak layak membandingkan Indonesia dengan Finlandia. Pembandingan yang tidak “apple to apple”. Kita tidak bisa membandingkan Indonesia dengan Finlandia, seperti membandingkan 2 produk yang memiliki kesamaan atau selevel dalam banyak hal. Terlalu jauh untuk dibuat perbandingan. 

Dana APBN Finlandia untuk pendidikan sangat tinggi. Sekolah dasar di Finlandia, tahun 2010, dapat dana 35,7%, pada tahun 2016 naik menjadi 38% dari anggaran pendidikan nasional. 

Anggaran 20% APBN untuk pendidikan di Indonesia, tersebar ke sekolah dasar, kementrian yang memiliki sekolah-sekolah dinas, gaji guru, dosen, dll. Belum seutuhnya untuk pengembangan sektor pendidikan secara murni.

Masih banyak perbedaan lain. Tidak benar bahwa Finlandia menghilangkan pekerjaan rumah di sekolah dasar dan menengah. Finlandia masih memberikan pekerjaan rumah, namun sedikit. Orang tua di Finlandia terlibat dengan pendidikan anak, sehingga mereka berperan di rumah. Mereka tahu jadwal pelajaran anaknya dan detail aktivitas mereka di sekolah. Pekerjaan rumah sedikit, untuk kegiatan lain yang menambah pengetahuan anak.

Indonesia masih banyak anak yang bekerja, atau membantu orang tua, atau orang tua tidak terlalu memperhatikan pendidikan anaknya. 

Para siswa di Finlandia sangat gemar baca buku. Sudah terbiasa baca buku tanpa dipaksa. Meminjam buku di perpustakaan setiap hari, itu hal biasa. Selain ada bukunya, karena siswa Finlandia memang gemar baca buku, selain akses buku dari Kindle dan gadget.

Kebijakan menghilangkan pekerjaan rumah di sekolah-sekolah Indonesia merupakan kebijakan yang melupakan realitas pendidikan Indonesia. Pekerjaan rumah dalam ukuran yang tepat, bisa menjadi sarana remidial mandiri untuk siswa. 

Sangat fatal jika Indonesia mau mencontoh Finlandia, jika belum membereskan hal-hal mendasar di dunia pendidikan kita: infrastruktur, kualitas guru, kesenjangan desa-kota, penataan sekolah guru, dan masalah pengangkatan guru jalur PPG. 

Mengagumi Finlandia itu wajar, namun jangan bandingkan apple to apple antara kondisi di Indonesia dengan Finlandia.

Lebih baik berkiblat ke Vietnam, yang memiliki kesamaan “masalah” dan kemiripan budaya dengan Indonesia, namun cemerlang di tes PISA. 

*) Waode Muhaemin. Doktor Manajemen Pendidikan. 

 

Waode Nurmuhaemin

Doktor Majaemen Pendidikan, Penulis Artikel , Kolumnis dan Penulis Buku Pendidikan