in

Pencairan Deposito oleh Mantan Bupati Sragen Disebut Rugikan Negara Rp 11,2 Miliar

SEMARANG (jatengtoday.com) – Pencairan deposito atau pelunasan pinjaman di BPR Joko Tingkir disebut merugikan negara Rp 11,2 miliar. Pencairan tersebut dilakukan mantan Bupati Sragen Agus Fatchur Rahman.

Hal tersebut diungkapkan Auditor BPKP Jateng Luciana Marlyn Haryanti saat dihadirkan sebagai saksi ahli terdakwa mantan Bupati Sragen Agus Fatchur Rahman, di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (23/9/2019).

Pada 2011 lalu, Luciana Marlyn diberi mandat oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng untuk melakukan audit atas pencairan dana deposito yang bersumber dari dana kas daerah Pemkab Sragen. Dia menjadi ketua tim audit.

Kasus ini sebenarnya bermula pada 2003 silam, saat jabatan Bupati Sragen masih dipegang Untung Wiyono. Ketika itu, Untung memerintahkan agar bisa diperoleh pinjaman dana untuk membiayai kegiatan di luar kedinasan.

Pada saat itu, terdakwa Agus Fatchur Rahman menjabat sebagai wakil bupati.

Atas pinjaman di BPR Joko Tingkir yang merupakan BUMD milik Pemkab Sragen itu, kemudian ditempatkan dana kas daerah sebesar Rp 29,3 miliar dalam bentuk deposito di lembaga keuangan tersebut sebagai syarat agunan pinjaman.

“Jadi ada penempatan kas daerah yang menjadi jaminan untuk mendapat pinjaman. Kemudian deposito Pemkab Sragen dijadikan jaminan atas nama para pejabat,” jelasnya.

Namun, meski permasalahan ini sudah bergulir sejak tahun 2003, sebelum terdakwa jadi bupati, tetapi kerugian negara baru timbul setelah pencairan deposito dilakukan pada 2011.

“Hasil temuan kami, ada kerugian negara sebesar Rp 11,2 miliar. Itu akibat dari pencairan deposito. Jadi sebelum pencairan itu kami tidak menemukan kerugian,” jelasnya.

Dalam praktiknya, pencairan deposito tersebut ternyata dilakukan pada saat terdakwa Agus Fatchur Rahman menjabat sebagai Bupati Sragen (periode 2011-2016).

Ketika itu terdakwa memerintahkan untuk segera mencairkan deposito, di samping adanya desakan dari manajemen BPR Joko Tingkir. Sebab, pinjaman yang sudah jatuh tempo tersebut tercatat sebagai kredit macet.

Pencairan deposito tersebut bersumber dari dana kas daerah Pemkab Sragen tahun anggaran 2011.

Menurut Luciana Marlyn, sistem pinjaman semacam itu sebenarnya diperbolehkan. Selagi jaminan dananya bukan atas nama pejabat melainkan langsung atas nama Pemkab. Selain itu, juga harus diatur dalam perda serta ada persetujuan dari DPR setempat.

Berdasarkan investigasi yang dilakukan tim BPKP, praktik tersebut ternyata tidak sesuai prosedur. “Kami menemukan berbagai penyimpangan,” jelasnya. (*)

editor : ricky fitriyanto

Baihaqi Annizar