SEMARANG (jatengtoday.com) – Pelanggaran pidana pada proses pemilihan umum (Pemilu) berpotensi dijerat pasal berlapis. Seperti ketika terjadi suap. Tindak pidana itu tak hanya melanggar peraturan Pemilu atau Tipikor. Juga busa dijerat UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap yang berisi 6 pasal.
“Jadi bisa digunakan, pakai undang-undang berlapis,” jelas pakar hukum pidana sekaligus pendiri Rumah Pancasila dan Klinik Hukum, Yosep Parera, dalam talkshow bertema “Seperti apa Potensi Kecurangan pada Pemilu 2019?” di Kantor Bawaslu Jateng, Jalan Papandayan Kota Semarang, Jumat (21/12/2018).
Mekanismenya bisa melalui sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu) yang ada di masing-masing daerah.
Sementara jika terjadi tindak pidana yang bersifat Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Yosep mengatakan untuk prosesnya hanya bisa dilakukan oleh aparat kepolisian.
“Walaupun nanti biasanya ada yang melapornya ke Bawaslu, tapi oleh Bawaslu pasti akan diarahkan ke kepolisian untuk pidana semacam ini,” lanjutnya.
Tak kalah penting, saat gelaran pesta demokrasi terbesar di Indonesia nanti, yang perlu diawasi bersama adalah tahapan saat pencoblosan dan proses selanjutnya.
“Ini yang perlu diawasi, kerawanan ada di tahapan itu,” tambahnya.
Meski penegakan hukum tentu harus dilakukan, kebiasaan-kebiasaan rutin di dalam masyarakat juga harus dicermati secara benar. “Misalnya ketika biasanya ada masyarakat yang enggan nyoblos karena harus meninggalkan pekerjaannya dalam artian penghasilannya hari itu, lalu diberi uang, istilahnya sebagai ganti penghasilannya hari itu, ini yang harus dicermati secara benar,” terangnya.
Pengawasan, lanjutnya, juga harus dilakukan ke dalam. Sebab, penyelenggara maupun pengawas Pemilu juga bisa saja melakukan kecurangan. (ajie mh)
Editor: Ismu Puruhito