SEMARANG (jatengtoday.com) – Pengembangan kawasan cagar budaya Kota Lama Semarang bakal melebar. Tiga kawasan di sekitar Kota Lama yakni Pecinan, Kampung Melayu dan Kampung Arab bakal ditetapkan sebagai cagar budaya nasional. Ke depan, tiga kawasan tersebut bakal dibangun dan terintegrasi menjadi satu kesatuan dengan Kota Lama.
“Beberapa waktu lalu, Bappeda, Distaru dan Wakil Wali Kota Semarang ke Kediri untuk menandatangani kawasan Pecinan, Kampung Melayu dan Kampung Arab, sebagai cagar budaya nasional,” kata Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, Kamis (29/8/2019).
Dikatakannya, dengan berstatus menjadi cagar budaya nasional, maka pola pembangunan di kawasan tersebut harus ditata sesuai dengan aturan perundang-undangan cagar budaya yang berlaku.
“Kami sampaikan kepada Distaru untuk membuat Detail Engineering Design untuk pembangunan tiga kawasan tersebut setelah Little Netherland, yaitu Kampung Melayu, Pecinan dan Kampung Arab,” terangnya.
Pemkot Semarang segera meneruskan pembangunan. Sehingga nantinya tiga kawasan tersebut menjadi satu kesatuan dengan Kota Lama. “Nantinya, kawasan Kota Lama menjadi lebih cantik dan ciamik. Jadi, semua akan terintegrasi meliputi empat kawasan,” bebernya.
Mengenai realisasi pembangunan tiga kawasan tersebut, Hendi memastikan belum bisa dilakukan dalam waktu dekat. “Diperkirakan tahun 2021 sudah mulai kami genjot untuk pembangunan tiga kawasan tersebut,” katanya.
Hendi sapaan akrabnya, melanjutkan, terkait pembangunan kawasan Kota Lama hingga saat ini masih terus berlangsung. Hanya saja masih ada sejumlah permasalahan dan sedang dicari solusinya. Diantaranya adalah permasalahan penyediaan kantong parkir. “Mengenai kepemilikan bangunan cagar budaya di kawasan Kota Lama 99 persen milik private atau swasta. Sehingga APBD tidak bisa masuk. Maka harapan kami, restorasi murni oleh pemilik bangunan. Atau mereka bisa B to B, bisnis to bisnis,” ujarnya.
Hendi juga menceritakan bahwa baru-baru ini ada beberapa investor yang mencari tempat di Kota Lama. “Oke kami temui. Itu sudah B to B. Pemerintah dalam hal ini pasti akan memberikan anggarannya untuk hal-hal yang sifatnya publik service seperti jalan, saluran, lampu, dan seterusnya,” katanya.
Sedangkan mengenai rencana sterilisasi kendaraan di Kawasan Kota Lama, kata Hendi, masih terkendala kantong parkir. “Tapi kalau itu semua belum siap, kami tidak memaksakan sterilisasi kendaraan bermotor di Kota Lama. Termasuk pihak swasta yang telah membuat usaha di situ harus kami amankan. Jangan sampai nggak boleh ada kendaraan bermotor, terus nggak ada yang datang. Kan kasihan,” ujarnya.
Sekretaris Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Semarang, M Irwansyah, sebelumnya mengatakan, terkait penataan Kota Lama masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang belum digarap. Terkait pengembangan Kampung Melayu, Kampung Pecinan, Kampung Kauman, pihaknya sedang menyiapkan Detail Engineering Design (DED).
“Mengenai anggaran, bisa dari pemerintah daerah, pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat, dan pemilik bangunan,” ujar dia.
Untuk Pecinan, lanjut Irwansyah, saat ini sudah cukup menonjol pertumbuhannya, seperti adanya agenda rutin Warung Semawis dan lain-lain. “Nantinya tinggal dilakukan penataan dan kelengkapan sarana prasarana secara bertahap,” katanya.
Tidak hanya itu, lanjut dia, termasuk keberadaan benteng kuno di Kota Lama. Benteng tersebut akan dilakukan ekskavasi. “Di titik-titik tertentu nanti diperlihatkan. Tidak digali secara keseluruhan. Salah satunya struktur ujung benteng akan diperlihatkan dijadikan museum, yakni di daerah Bubakan,” katanya.
Posisi benteng tersebut saat ini terpendam di dalam tanah di kedalaman kurang lebih 1-2 meter. Terpendamnya benteng di Kota Lama ini tak terlepas dari adanya pengembangan infrastruktur transportasi kereta api Stasiun Tawang di era Belanda. “Pihak BPCB juga akan melakukan kajian lagi. Yang jelas, prinsipnya dalam pembangunan kota tidak boleh ada suatu wilayah yang bangunannya tidak berfungsi, bermanfaat, ataupun berdayaguna. Bangunan cagar budaya setelah dirawat juga akan menjadi potensi yang lebih produktif,” ungkapnya. (*)
editor : ricky fitriyanto