in

Pattiro: Belanja Sektor Kesehatan dan Pemberian Jaring Pengaman Sosial Tak Transparan

SEMARANG (jatengtoday.com) – Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Semarang mencatat realokasi anggaran penanganan Covid-19 untuk belanja sektor kesehatan dan pemberian Jaring Pengaman Sosial (JPS) kepada warga rentan terjadi penyelewengan.

Sejak 31 Maret 2020, Presiden Jokowi mengumumkan dari Rp 405,1 triliun APBN, Rp 75 triliun atau 18,5 persen di antaranya untuk belanja alat kesehatan, dan Rp 110 triliun atau 27 persen untuk JPS. Anggaran tersebut belum termasuk realokasi anggaran daerah, dana desa yang berasal dari APBN, dan anggaran tiap kementerian/lembaga yang juga memberikan JPS kepada warga.

“Kami melihat pola kebijakan nasional, regulasi, maupun distribusi yang tidak sistematis. Ini berpotensi menjadi masalah. Terlebih dalam kondisi krisis seperti ini, masyarakat membutuhkan bantuan, sedangkan bantuan pemerintah belum sesuai yang diharapkan,” ungkap Direktur Pattiro Semarang, Widi Nugroho, Kamis (4/6/2020). 

Dikatakannya, belanja alat kesehatan dan JPS pada dasarnya mendesak dibutuhkan, mengingat fasilitas kesehatan tak sepenuhnya siap menangani pasien Covid-19. Sedangkan dampak wabah juga secara cepat memukul sisi sosial ekonomi warga. Sejumlah sektor ekonomi lumpuh, terjadi pemutusan hubungan kerja, dan tak sedikit masyarakat yang berkurang atau bahkan kehilangan sumber penghasilan.

“Meski mendesak dibutuhkan dan dilakukan di tengah keadaan darurat, distribusi JPS dan belanja alat kesehatan semestinya tak mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas serta memerlukan pengawasan,” tegasnya.

Dia mengatakan, banyaknya anggaran yang digelontorkan sangat rentan disalahgunakan atau bahkan terjadi korupsi. “Terlebih lagi di kondisi darurat, pengadaan terkait Covid-19 dilakukan lebih “fleksibel” sebagaimana diatur dalam Peraturan LKPP No. 13 tahun 2018 dan Instruksi Presiden No. 4 tahun 2020,” katanya.

Kerentanan korupsi JPS dan belanja alat kesehatan dapat terkonfirmasi pada data korupsi berkaitan dua sektor tersebut selama ini. Sepanjang 2010-2019, berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), terdapat sedikitnya 281 kasus korupsi di sektor kesehatan dan 44 persen di antaranya terkait pengadaan alat kesehatan.

Lebih lanjut, kata dia, hasil kajian KPK mengenai bantuan sosial pada 2011. Sedangkan hasil pemeriksaan BPK selama ini, terakhir penyaluran bantuan sosial 2018 hingga semester III 2019, menunjukkan rentannya bantuan sosial disalurkan tidak tepat sasaran hingga memboroskan keuangan negara.

“Kini potensi penyimpangan anggaran Covid-19 mulai tampak di berbagai daerah di Indonesia. Khusus di Provinsi Jawa Tengah dugaan ketidaksesuaian penyaluran JPS dan belanja alat kesehatan di tengah pandemi Covid-19 dua bulan ini bermunculan di media,” katanya.

Data sementara dari posko pengaduan yang diselenggarakan oleh Pattiro bersama ICW, menunjukkan empat masalah utama dalam distribusi JPS. Pertama, potensi penyalahgunaan, kedua, pendataan, ketiga, keterbukaan Informasi dan keempat pengawasan.

“Berdasarkan monitoring kami, berkaitan dengan permasalahan transparansi. Sedikit sekali akses informasi mengenai penyaluran, distribusi, baik dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kota maupun kabupaten. Misalnya transparansi anggaran tidak bisa diakses melalui website instansi terkait. Sebetulnya anggaran mulai dari awal seperti apa?” ungkapnya.

Selanjutnya, permasalahan pada proses pengadaan peralatan. “Ini tidak ada di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Seharusnya melalui website ini bisa diketahui jumlah maupun posnya berapa. Termasuk di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSe), kami juga tidak melihat,” ujarnya.

Memang, lanjut dia, secara regulasi untuk penanganan Covid-19 ini memungkinkan pengadaan cepat. “Tapi yang menjadi catatan kami adalah mekanisme penggunaan anggaran ini bisa dimunculkan kepada publik.

“Kemudian mengenai distribusi Bansos. Di Jawa Tengah, catatan kami terkait kualitas barang dari bansos tersebut berbeda-beda. Sebenarnya kami butuh informasi mengenai kualitas barang seperti apa dalam distribusi bansos tersebut agar bisa dibandingkan,” katanya.

Terkait distribusi Bansos, temuan yang mengejutkan tidak hanya masalah tidak tepat sasaran. “Yang lebih buruk lagi ada bantuan yang tidak terdistribusi karena data yang tercantum sudah tidak ada, seperti meninggal. Kemudian juga terkait kerentanan penggunaan dana bantuan sosial,” ujarnya.

Memang selama ini sudah ada kanal-kanal pengaduan yang dibuka oleh pemerintah. “Kami mengapresiasi hal itu. Tetapi catatan kami, tidak terverifikasi berapa jumlah aduan yang telah tertangani.,” katanya.

Terdata sejumlah permasalahan muncul di Kabupaten Tegal, Kota Semarang, Pemalang, Cilacap, Wonogiri, Klaten.

“Tingginya potensi penyalahgunaan belanja alat kesehatan dan distribusi JPS, untuk itu Pattiro Semarang bersama ICW sebagai jaringan antikorupsi di Jawa Tengah membuka posko pengaduan warga melalui WA/SMS di nomor 085329578889. Formatnya Nama_Lokasi_Isi Laporan_Tanggal Kejadian,” katanya. (*) 

 

editor: ricky fitriyanto

Abdul Mughis