in

Pameran Seni Rupa Handoyo Libatkan Karya Anak-anak Pinggir Kali Johar

Pameran berlangsung selama sepekan, pada 7–13 April 2023.

Pengunjung sedang melihat pameran seni rupa Muchammad Handoyo Salafi di Tan Artspace Semarang. (baihaqi/jatengtoday.com)

SEMARANG (jatengtoday.com) — Muchammad Handoyo Salafi a.k.a Ridho menggelar pameran seni rupa di Tan Artspace, Jalan Papandayan Nomor 11 Kota Semarang, Jawa Tengah.

Pameran tunggal bertajuk “Freedom” tersebut berlangsung selama sepekan, pada 7–13 April 2023.

Ada ratusan karya seni rupa yang telah disusun dalam beberapa kolase dan dipajang di dinding. Bentuknya beragam, tak hanya lukisan di atas kanvas melainkan ada lukisan di atas wajan, di koper, hingga torehan seni di atas gitar.

Meskipun ini merupakan pameran tunggal perupa Handoyo, tetapi ada karya yang melibatkan anak-anak pinggir kali Johar, Kampung Sumeneban-Kauman, Kota Semarang.

Dalam acara workshop pengenalan dasar-dasar seni rupa, Handoyo bersama relawan Komunitas Harapan mendorong anak-anak membuat karya. Hasilnya ada 68 karya yang dipampang menjadi satu kolase di pameran “Freedom”.

Handoyo, seniman yang pernah kuliah di Akademi Seni Desain Indonesia (ASDI) Surakarta dan Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Negeri Semarang ini tampaknya sukses menggelar pameran.

Sastrawan Indonesia, Triyanto Triwikromo (berbatik) dan perupa Muchammad Handoyo Salafi saat membuka pameran seni rupa bertajuk “Freedom”. (baihaqi/jatengtoday.com)


Pembukaan pameran berlangsung meriah, dihadiri ratusan orang.

“Berkat Mas Handoyo dan kawan-kawan yang ada di sini, denyut kesenian Kota Semarang terus berdetak,” ujar Agus Suryo Winarto, pemilik gedung Monod Diephuis Kota Lama yang selama ini memvasilitasi aktivitas kesenian dan kebudayaan.

Sastrawan Indonesia, Triyanto Triwikromo juga menyanjung pameran Handoyo. Menurutnya, pemilihan tema “Freedom” tepat lantaran seni rupa berangkat dari hasrat yang menginginkan kebebasan.

Triyanto yang juga Dosen Penulisan Kreatif Fakultas Sastra Universitas Diponegoro menyebut, tindakan Handoyo melukis di atas wajan, koper, dan lainnya merupakan bentuk kritik.

“Handoyo ingin menembus batas, bahwa seni rupa itu tidak melulu harus melukis di kanvas, bahwa seni rupa bisa di mana-mana, bahkan seni rupa tidak harus ada rupanya,” ucapnya saat memberi sambutan pembukaan pameran, Jumat (7/4/2023).

Pengunjung melihat lukisan di wajan yang tergantung dan kolase lukisan karya anak-anak pinggir kali. (baihaqi/jatengtoday.com)


Triyanto juga mengapresiasi gagasan Handoyo melibatkan anak-anak dalam pameran tunggalnya.

“Handoyo menunjukkan kepada kita bahwa seni rupa bukan sesuatu yang eksklusif. Seni rupa bukan milik perupa atau pelukis saja, tapi adik-adik pun layak menyebut diri sebagai seniman,” tutur Triyanto.

Handoyo mengungkapkan, konsep karyanya adalah seni sebagai satu keniscayaan terpenting bagi manusia. Karya seni memiliki keajaiban dalam menggerakan psikologis, karakter, bahkan perilaku manusia.

Lelaki yang aktif berkesenian sejak 2001 ini mengatakan, pameran tunggalnya ditafsirkan sebagai cermin imajinasi senimannya. Penciptaan figur, bentuk, warna, ruang, disajikan dalam kesatuan khayal. (*)

editor : tri wuryono 

Baihaqi Annizar