JAKARTA (jatengtoday.com) – Tim pakar Satgas Penanganan Covid-19 mengungkapkan alasan tingginya kasus positif corona di DKI Jakarta yaitu karena agresifnya pemeriksaan dan penelusuran epidemiologi yang dilakukan oleh tim surveilans. Klaster rumah sakit menjadi salah satu penyumbang terbanyak.
Salah satu Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Dr Dewi Nur Aisyah dalam keterangannya di Graha BNPB Jakarta, Rabu (29/7/2020), menggambarkan agresivitas tersebut dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh DKI Jakarta sudah empat kali lipat dari standar WHO.
Bila standar yang ditetapkan WHO harus memeriksa 1.000 spesimen per 1 juta penduduk, DKI Jakarta telah memeriksa 40 ribu spesimen dari sekitar 10 juta penduduknya.
“Pada periode 4-10 Juni DKI Jakarta sudah memeriksa 20 ribu, melebihi ekspektasi WHO. Kemudian bertambah lagi jadi 27 ribu di minggu berikutnya, dan dua pekan terakhir sudah 40 ribu pemeriksaan dalam seminggu. Sudah empat kalinya standar WHO,” kata Dewi.
Dari seluruh kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta periode 4 Juni hingga 28 Juli 2020, sebanyak 57 persennya merupakan tanpa gejala dan 43 persennya orang yang memiliki gejala. Sebanyak 43 persen atau 5.477 kasus positif di periode tersebut didapat dari masyarakat yang mendatangi rumah sakit. Sementara 28 persennya atau 3.567 kasus didapati dari penemuan kasus secara aktif di masyarakat.
“Jadi tim surveilans turun ke pasar, ke perkantoran, rumah ibadah, mencari orang-orang yang tidak ada gejala kemudian positif,” kata Dewi.
Sedangkan sebanyak 29 persen atau 3.694 kasus didapat dari penelusuran kontak erat dari pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Dari kasus pada periode tersebut memang paling banyak berasal dari klaster pasien-pasien di rumah sakit sebanyak 42,95 persen. Sisanya berasal dari klaster anak buah kapal atau pekerja migran Indonesia 5,88 persen dikarenakan Jakarta merupakan salah satu pintu masuk ke Indonesia.
Klaster Perkantoran
Selanjutnya kluster pasar rakyat, perkantoran, pegawai di rumah sakit, pegawai di Puskesmas, kegiatan keagamaan, panti, dan rumah tahanan. Dewi Nur Aisyah mengatakan hingga 28 Juli 2020 ditemukan 90 klaster perkantoran di DKI Jakarta sudah terjangkit Covid-19 dengan total 459 kasus.
“Ini kalau kita lihat angkanya hampir 10 kali lipat atau ada penambahan 416 kasus sebelum masa PSBB diterapkan yang hanya 43 kasus,” kata dia.
Ia mengatakan terdapat dua kemungkinan penyebab peningkatan kasus tersebut. Pertama, bisa jadi di lingkungan perkantoran ada orang yang positif kemudian menularkan pada orang lain.
Orang yang positif tersebut, ujar dia, kemungkinan bisa juga telah tertular selama di perjalanan menuju kantor misalnya di transportasi umum dan sebagainya. “Kemudian bisa juga ia terpapar di lingkungan rumah,” katanya.
Kemungkinan tertular di lingkungan perkantoran cukup tinggi apalagi sesama karyawan sudah saling berkumpul dan ditambah lagi ventilasi udara kurang bekerja dengan optimal sehingga siklus udara kurang bagus.
Beragam
Jika melihat data yang dihimpun, maka klaster penyebaran kasus Covid-19 di perkantoran cukup beragam di antaranya kementerian, badan atau lembaga, kantor di lingkungan pemerintah daerah DKI Jakarta, kepolisian, BUMN dan swasta. Berdasarkan data tersebut, Satgas Penanganan Covid-19 menyarankan bagi perusahaan yang bisa menerapkan kerja dari rumah atau work from home sebaiknya diterapkan.
Jika tetap memaksakan untuk masuk atau datang ke kantor, dr Dewi menyarankan agar membatasi jumlah pekerja maksimal 50 persen. “Kepadatan di kantor jadi terbatas. Yang kedua apabila tetap terpaksa masuk maka dibuat shift kerja dan dibedakan dua jam,” ujarnya.
Tujuannya yaitu agar tidak terjadi penumpukan saat masuk kantor dan juga pada waktu karyawan makan siang. (ant)
editor : tri wuryono