SEMARANG (jatengtoday.com) – Para orang tua santri mengeluhkan minimnya perhatian maupun sosialisasi Pemkot Semarang terhadap santri. Pasalnya, mereka mengaku kesulitan untuk melakukan rapid test bagi anaknya.
Hal ini menyusul munculnya kebijakan santri yang hendak kembali ke Pondok Pesantren (Ponpes) harus membawa Surat Keterangan rapid test dan dinyatakan negatif Covid-19. Namun di lapangan, biaya rapid test terbilang mahal, yakni berkisar Rp 600 ribu hingga Rp 700 ribu. Bahkan setiap rumah sakit bisa memiliki tarif berbeda-beda.
Salah satunya dialami oleh Miftahul, warga Beringin, Ngaliyan Kota Semarang. Ia mengaku kebingungan saat hendak melakukan rapid test untuk anaknya yang hendak kembali ke ponpes. Sedangkan dari pemerintah sendiri minim sosialisasi, hingga menyebabkan warga tidak mengetahui prosedur rapid test.
“Saya tanya di salah satu puskesmas, petugasnya menjelaskan bahwa puskesmas tidak melayani rapid test untuk umum/santri. Kata petugas tersebut hanya melayani ODP (Orang Dalam Pemantauan) dan pendatang,” ungkapnya, Rabu (24/6/2020).
Pelayanan kesehatan masyarakat seperti itu, menurut dia sungguh membingungkan bagi masyarakat awam. Apalagi penanganan penyebaran Covid-19 ini telah menjadi masalah nasional. “Artinya, terkait Covid-19 ini pemerintah mestinya menyediakan pelayanan kesehatan ataupun pemeriksaan medis secara gratis bagi masyarakat. Termasuk harus melayani rapid test ini,” katanya.
Namun dalam kenyataannya, warga kesulitan untuk mengakses layanan rapid test. Pun jika ada rapid test yang diselenggarakan sejumlah rumah sakit, itupun warga yang ingin rapid test harus membayar dengan biaya tidak murah.
“Beberapa waktu lalu, Pemprov Jateng kalau tidak salah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan fasilitas rapid test gratis untuk santri. Tapi mengapa fakta di lapangan masih menyulitkan?” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Moch Abdul Hakam menjelaskan mengacu dari Surat Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Nomor 440/4010/4 tentang fasilitas pemeriksaan kesehatan bagi santri, pihaknya mengaku telah menindaklanjuti arahan Wakil Gubernur Jawa Tengah, dalam rangka persiapan New Normal, pembukaan tempat ibadah dan pemulangan santri di Pondok Pesantren.
Tindak lanjut tersebut, pihaknya mengeluarkan surat dan memerintahkan Kepala Puskesmas se-Kota Semarang untuk memfasilitasi pemeriksaan kesehatan bagi santri. “Puskesmas agar melaksanakan, atau memfasilitasi pemeriksaan kesehatan gratis, yakni anamnesa riwayat kontak, cek suhu, pemeriksaan fisik lainnya di Puskesmas beserta Surat Keterangan Sehat bagi santri yang akan kembali ke pondok pesantren,” terang Hakam.
Lebih lanjut, Puskesmas harus mendampingi Ponpes di wilayahnya dalam proses penerimaan kedatangan santri dan karantina. “Membina dan mengoptimalkan peran Poskestren dalam upaya promotif preventif di pondok pesantren dan proses rujukan bagi santri yang sakit. Selain itu, Puskesmas harus mengawal kegiatan di pondok pesantren sesuai dengan protokol kesehatan, termasuk rumah ibadah dan pendidikan keagamaan,” tandasnya.
Namun demikian berdasarkan pengecekan jatengtoday.com, surat yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang berkaitan pelayanan kesehatan santri tersebut tidak menyebut secara spesifik mengenai rapid test. Surat bernomor B/7587/443/VI/2020 tersebut hanya menyebut perihal “Fasilitasi Pemeriksaan Kesehatan Bagi Santri”, tidak menyebut rapid test gratis. (*)
editor: ricky fitriyanto