in

Omnibus Law Dianggap Kepentingan Elit Kekuasaan dan Pemilik Modal

SEMARANG (jatengtoday.com) – Koalisi Rakyat Jawa Tengah Melawan yang terdiri atas berbagai elemen serikat buruh, petani, nelayan, NGO, dan mahasiswa bertekad menggagalkan Omnibus Law. 

Omnibus Law disebut “UU Sapu Jagat” yang bakal mengobrak-abrik 79 Undang-Undang (UU). Berbagai aturan yang selama ini diterapkan bakal diubah, sebagian dihapus. 

Sedikitnya ada 27 elemen maupun lembaga, serikat buruh, petani, nelayan, BEM berbagai kampus di Kota Semarang dan lain-lain. Mereka tegas menolak Omnibus Law. “Pemerintah melalui Omnibus Law ini lebih membela kepentingan investor, ketimbang membela rakyat kecil,” ungkap salah satu orator saat melakukan aksi di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Rabu (11/3/2020).

FKoalisi Rakyat Jawa Tengah Melawan yang terdiri atas berbagai elemen serikat buruh, petani, nelayan, NGO, dan mahasiswa dari berbagai universitas di Kota Semarang, mendesak Omnibus Law dibatalkan. (abdul mughis/jatengtoday.com)

Wakil Presiden BEM Unnes, Didik Armansyah, mengatakan ini menjadi aksi final yang telah disepakati bersama. Tuntutannya hanya satu: gagalkan Omnibus Law. “Ini menjadi aksi pemanasan. Aksi yang lebih besar lagi nanti 23 Maret,” ujarnya.

Mahasiswa, kata dia, memperjuangkan aspirasi rakyat kecil, buruh, pekerja, petani, karena orang tua mahasiswa juga pekerja, petani, buruh dan seterusnya. “Apabila rakyat kecil terkena dampak dari kebijakan Omnibus Law, maka semakin menurun pula kemampuan rakyat untuk menempuh pendidikan tingkat tinggi,” ujarnya.

Menurut dia, Omnibus Law sangat membahayakan banyak hal. Selain mengancam tenaga kerja, juga mengancam kelestarian lingkungan. “Dalihnya mempermudah investasi, membuat banyak pekerjaan pembangunan di seluruh wilayah. Tapi IMB bakal dihapus. Ini sangat berbahaya. Artinya, potensi kerusakan lingkungan akan semakin menjadi-jadi,” katanya.

Ketua Kongres Aliansi Buruh Indonesia (Kasbi) Jawa Tengah, Mulyono mengatakan, RUU ini mengancam sejumlah persoalan lingkungan, Amdal, perempuan, ketenagakerjaan, dan lain-lain. “Harapan kami, pembahasan Omnibus Law ini dihentikan. Dalam hal ketenagakerjaan paling menyentuh sekali. Aturan-aturan yang selama ini diberlakukan saja masih banyak perusahaan yang melanggar, apalagi nanti ketika diberlakukan Omnibus Law,” ujarnya.

Dalam hal kontrak kerja, Omnibus Law akan melemahkan buruh dalam memperjuangkan hak, baik upah, pesangon, cuti, dan lain-lain. “Aturan lama banyak yang akan dihapus. Perusahaan yang melanggar aturan, hukuman pidananya ditiadakan. Tentu, ini membuat buruh geram dan mendesak omnibus law dibatalkan. Karena omnibus law ini tidak tepat diterapkan di Indonesia,” katanya.

Aksi massa menolak Omnibus Law kali ini masih tahap pemanasan. Mereka mengancam akan mengerahkan massa lebih besar pada 23 Maret 2020 mendatang. (abdul mughis/jatengtoday.com

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi dan Umum (FSP KEP) Jawa Tengah, Ahmad Zainuddin mengatakan Omnibus Law digadang-gadang pemerintah akan menarik investor membuka lapangan kerja baru dan menyerap jumlah penggangguran serta menekan angka kemiskinan.

“Namun pasal-pasal yang terkandung di dalamnya justru mengandung hal-hal yang potensial merugikan dan mengabaikan pemenuhan hak-hak buruh, petani, nelayan, kelompok masyarakat sipil bahkan hingga jurnalis,” ungkapnya.

Dalam RUU tersebut, setidaknya ada beberapa catatan yang dinilai dapat merugikan hak-hak masyarakat sipil. Di antaranya adanya potensi peningkatan pencemaran lingkungan akibat perubahan kewajiban Amdal bagi perusahaan, penghapusan izin lingkungan dan IMB serta penerapan sanksi pidana menjadi pilihan terakhir bagi penjahat lingkungan.

“Selanjutnya, legalisasi penindasan terhadap buruh melalui perluasan kerja kontrak dan outsourching, upah murah, perpanjangan waktu kerja dan lembur, pengurangan kompensasi PHK, dan hak cuti berbayar,” katanya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto

Abdul Mughis