SEMARANG (jatengtoday.com) – Keresahan para pedagang kaki lima (PKL) kuliner di sekitar objek wisata Lawang Sewu Semarang, terutama PKL Jalan Simpang, hingga saat ini belum menemukan solusi terbaik.
Mereka tidak bisa berbuat banyak, ketika detik-detik penggusuran telah di depan mata. Tidak tahu harus berbuat apa ketika nasib mereka berada di ujung tanduk. Sedangkan pemerintah sendiri dinilai tidak bijak dalam membuat kebijakan. Pasalnya, solusi yang ditawarkan pun cenderung sepihak karena tanpa melibatkan aspirasi pedagang.
Terlebih ‘sadis’, bila terpaksa bangunan PKL yang telah berdiri sejak 15 tahun silam itu diratakan dengan tanah menggunakan alat berat pun para pedagang tidak diberikan uang tali asih sepeser pun.
Salah satu PKL di Jalan Simpang, Emy Sulistiyati, tampak pasrah dan belum tahu harus berbuat apa. “Kami sudah mendapatkan Surat Peringatan Ketiga (SP3),” ungkap pemiliki PKL Soto Seger Lawangsewu dan Ayam Penyet Pak Prapto itu kepada jatengtoday.com, Kamis (23/6/2022).
Artinya, nasib para PKL di Jalan Simpang ini sudah mendekati detik-detik penggusuran. “Pada 19 Mei 2022 lalu, seharusnya dilakukan pembongkaran. Tetapi sebelum tanggal itu, kami bersama paguyuban pedagang berupaya menemui Bu Lurah untuk meminta penundaan untuk mencari tempat dulu. Akhirnya diperbolehkan,” katanya.
Mereka ditawarkan tempat relokasi di Pasar Sampangan Lantai 3, Pasar Wonodri Lantai 3, tepi Jalan Imam Bonjol, Jalan Tamrin dan Jalan Mataram. “Semua lokasi tersebut sudah kami survei dan tidak ada yang sesuai untuk jualan kami,” katanya.
Di Pasar Sampangan Lantai 3, lanjut Emy, kondisi fisik tempatnya memang baik karena belum lama selesai dibangun. “Lantai 3 Pasar Sampangan memang bersih banget. Saking bersihnya sampai tidak ada manusianya. Bahkan penjaganya di situ bilang ‘ibu orang yang keempat kalinya’ menempati Lantai 3 Pasar Sampangan ini, sebelumnya gagal semuanya’, gitu pak,” ujarnya.
Pasar Wonodri Lantai 3 pun tidak kondusif untuk kuliner. Sedangkan trotoar Jalan Imam Bonjol, trotoar Jalan Thamrin, dalam kondisi tidak ada bangunan atau fasilitas PKL. “Kalau di situ, kami diminta menata meja bongkar pasang. Diperbolehkan jualan mulai pukul 16.00 WIB hingga pukul 04.00 WIB,” ujar dia.
Dia menyayangkan, solusi yang ditawarkan oleh Pemkot Semarang ini sama sekali tidak menyentuh bagaimana menjaga agar iklim ekonomi yang telah terbangun sebagai satu paket kesatuan dengan wisata Lawang Sewu.
Mengusulkan Mini Shelter Kuliner
“Kami berharap, pertama, konsep penataan PKL Jalan Simpang ini sebagai satu kesatuan atau tempat kulinernya wisata Lawang Sewu Semarang. Artinya, hanya butuh ditata sedemikian rupa agar rapi, bukan dipindah di tempat yang sangat jauh,” tegasnya.
Mewakili paguyuban pedagang, dia berharap, penataan PKL oleh pemerintah ini dilakukan dengan cara membuatkan mini shelter PKL yang lokasinya tetap berada di sekitar Lawang Sewu.
Kami setuju dengan penataan yang dilakukan pemerintah, kami tidak menolak pembangunan. Tapi solusi untuk PKL ini ya harus jelas dong,” kata dia.
Pedagang selama ini tidak pernah dilibatkan mengenai rencana solusi tempat relokasi. Tiba-tiba akan dipindah di tempat terpisah. Padahal secara status, lanjut Emy, sebanyak 13 PKL di Jalan Simpang ini bukan PKL liar.
“Sebab, riwayatnya dahulu merupakan penataan PKL yang berasal dari Jalan Pemuda Semarang. Atas persetujuan pihak kelurahan dan May Bank. Lahan yang ditempati tersebut milik May Bank yang dihibahkan kepada pemerintah,” katanya.
Tidak Diberikan Tali Asih Sepeser Pun
Kedua, masih kata Emy, apabila terpaksa harus dipindah, maka 13 PKL ini harus mendapatkan uang tali asih agar bisa menyambung hidupnya lagi di tempat lain. Sebab, mereka merapikan tempat tersebut mengeluarkan biaya tidak sedikit.
Pindah tempat pun membutuhkan biaya tidak sedikit. Bahkan ada juga di tempat sekarang ini yang mengontrak Rp 30 juta. Para PKL kebingungan, ini tidak ada tali asih sepeser pun. Tidak ada tawar menawar,” terangnya.
Kondisi sekarang ini, menurut Emy, iklim ekonomi PKL Jalan Simpang telah mulai hidup. “Misalnya, pelanggan kami dari tour travel pun sudah banyak. Mereka sering menghubungi kami untuk pesan jauh-jauh hari. Pesan soto dengan jumlah sekian, tanggal sekian. Bahkan para pelanggan hingga memberi dukungan ‘Ayo Bu, bikin surat keberatan’,” katanya.
Sekadar tambahan informasi, Soto Seger tersebut beberapa tahun lalu sempat viral karena menggratiskan soto setiap Jumat sebagai sedekah bagi yang membutuhkan.
Berita Terkait: Kisah Polisi di Semarang yang Gratiskan Soto Setiap Hari Jumat
https://news.detik.com/berita/d-3395102/kisah-polisi-di-semarang-yang-gratiskan-soto-setiap-hari-jumat.
Lurah Sekayu, Dwi Ratna Nugraini saat dikonfirmasi mengatakan memang itu program Pemkot Semarang untuk alihfungsi lahan di Jalan Simpang. “Pada Februari lalu, semua PKL telah dikumpulkan untuk diberitahukan bahwa akan ada alihfungsi,” katanya.
Sebab, kata Ratna, keberadaan PKL tersebut berada di atas saluran. Artinya, tidak diperbolehkan karena melanggar Peraturan Daerah (Perda). “Bangunan mereka juga permanen, seharusnya tidak boleh permanen. Dari situ, sebetulnya sudah menyalahi aturan. Nah, ini mau alihfungsikan menjadi trotoar dan taman,” katanya.
Pihaknya bersama kecamatan, mengaku telah melakukan sosialisasi dan memberikan alternatif pilihan tempat untuk para pedagang. “Mei lalu seharusnya sudah bersih. Kami juga telah memberikan surat teguran sebanyak tiga kali. Tapi mereka minta mundur hingga Agustus. Kami dan kecamatan meng-ACC permohonan penundaan itu. Mereka sendiri yang minta dan Agustus harus sudah bersih,” katanya.
Ditanya apakah solusi tersebut sudah tidak bisa ditawar? Sebab, pedagang sebetulnya tidak menolak pembangunan pemerintah, hanya saja solusi yang ditawarkan dinilai belum tepat, Ratna mengaku tidak bisa masuk di wilayah itu.
“Kewenangan saya hanya sampai di situ saja (sosialisasi), di luar itu sudah bukan kewenangan kami lagi,” katanya.
BACA JUGA: Rencana Penggusuran PKL Sekitar Lawang Sewu, Begini Penjelasan Dinas Perdagangan
Penataan PKL tersebut di bawah kewenangan Dinas Perdagangan Kota Semarang. Sedangkan untuk pembangunan di bawah Kewenangan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang.
“Untuk lokasi pemindahan itu pun atas rekomendasi Dinas Perdagangan Kota Semarang. Jadi ini bukan keputusan sepihak dari keluarahan atau kecamatan, bukan. Sudah melalui rapat semua Oraganisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait,” katanya. (*)
Smoga ada win win solution . Yg terkait terutama utk pedagang kuliner , utk para wisatawan penikmat menu2 kuliner dan utk pemerintah juga tentunya
Setuju jika di buatkan selter selter kuliner karena memang itu wewenang nya Pemkot Semarang untuk menata warung warung, di tata itu ya kalau kurang rapi ya di rapikan, bukan dipindah jauh dari lawangsewu, karena sudah tahunan di situ mencari penghidupan, itupun lahan relokasi dari pedagang yang ada d sepanjang pemuda, dan juga jujugan makan minum kuliner wisatawan dari luar kota, wisatawan lokal, karyawan dan pegawai kantor kantor di sekitaran nya. Pemkot punya wewenang untuk bersama sama pedagang PKL Simpang dan pedagang di sekitar lawsngsewu mengembangkan wisata kuliner di sekitar Lawang sewu sehingga tamu tamu wisatawan dari luar kota Semarang bisa di sambut satu di antaranya dengan kuliner makanan dan minuman. Kuliner dan wisata adalah satu paket yang harus di kelola bersama sama, tentunya. Semoga lahan relokasi yang di tempati pedagang bisa di maksimalkan dan di prioritaskan untuk mengembangkan wisata kuliner di sekitar obyek wisata lawangsewu, oleh pihak pihak terkait pihak kelurahan sekayu, pihak kecamatan semarang tengah, pihak dinas perdagangan, pihak dinas pariwisata, dan dinas dinas terkait, terutama pihak Pemkot Semarang dan tentunya bisa di kaji di pelajari di pahami adanya Perwali Kota Semarang tahun 2016 Semangat untuk semua nya… sukses selalu untuk semuanya… Pasti ada jalan solusi terbaik untuk semuanya….
Coba lapor ke Lapor Hendi, semoga ada solusi terbaik
Kmi bersama anak” sebulan sekali ke lawang sewu disamping dekat dng tempat tinggal kami dan harga tiket masuknya pun terjangkau.dng adanya pedagang sekitar lawang sewu pun sangat membantu kami dlm mendapatkan makanan dng harga terjangkau dan yg paling penting adalah letaknya yg dekat dng lokasi wisata.seandainya tdk ada pedang sekitar lawang sewu itu akan menyulitkan kami krn hrs mencari makanan dng menyeberang jln raya dan itu sangat merepotkan krn hrs membawa anak”.
Saya rasa pedagang sekitar lawang sewu tdk perlu di pindahkan tp cukup lebih di rapikan lagi baik dr segi penataan ataupun kedainya.kedai di bangun lebih baik dan terkesan lebih cantik yg akan0 menjadi poin plus saat kami ke lawang sewu.
Pengalaman saya dimana” bahkan di luar negeripun ada street food yg bs menjadi poin tambahan untuk pelancong.
Dan saya rasa dinas pemkot bs lebih bijaksana lagi untuk mengkaji ulang penggusuran pedagang sekitar lawang sewu
Suwun
Penataan itu berbeda dengan pemindahan….
Kalo cuma 13 pkl harusnya lebih mudah berembug mencari solusi….
Misal ditata, dipercantik, dibuat food court, kasih bentuk bangunan yg selaras lawangsewu dan sebagainya.
Kalo mau menang2an tentu penguasa yg akan menang karena punya sumberdaya, aparat, dana, dayatahan….