SEMARANG (jatengtoday.com) – Fenomena gelombang atmosfer yang membentuk Madden Julian Oscillation (MJO) dituding menjadi penyebab banjir yang melanda sejumlah wilayah di eks karesidenan Surakarta. MJO memang menyebabkan hidrometeorologi.
Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng, Sudaryanto menjelaskan, MJO berdampak pada perubahan curah hujan. Ketika melewati Surakarta dan sekirarnya, curah hujan meningkat menjadi lebih dari 300 mm. Membuat daerah tersebut banjir.
“Ini karena ada perubahan iklim (bencana hidrometeorologi) itu, sehingga curah hujan sangat tinggi,” ujarnya, Sabtu (9/3/2019).
Dari datanya, di Kabupaten Klaten saja ada 17 desa di 6 kecamatan yang dilanda Banjir. Ia menyebut paling parah di 3 desa di Kecamatan Cawas.
Sudaryanto menjelaskan, curah hujan ini sangat dipengaruhi oleh arah angin. “Pada saat bencana itu, arah angin menuju ke selatan dan timur. Maka yang kena wilayah Jateng bagian selatan dan timur. Termasuk juga di wilayah Jawa Timur seperti Ngawi dan Madiun,” bebernya.
Dari informasi yang diperoleh dari BMKG, arah angin masih menuju timur dan salah satu wilayah yang akan dilewati adalah NTT. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan bencana hidrometeorologi akan kembali ke Jateng.
Karena itu, pihaknya meminta masyarakat terus berkoordinasi dengan relawan bencana wilayah setempat. Di sisi lain, menerapkan ilmu titen yang selama ini diperoleh dari orang-orang tua zaman dulu.
“Misalnya, jika hujan dengan intensitas tinggi selama dua jam maka siap-siap mengungsi. Di masing-masing wilayah sudah ada kebijakan perihal titik pengungsian dan jalurnya,” jelasnya.
Sebagai langkah penanganan banjir Klaten, BPBD kabupaten/kota dan provinsi telah mendirikan posko banjir di wilayah yang terdapat pengungsinya. Salah satunya di Cawas. Disana ada 14 KK yang terdiri dari 40 jiwa yang mengungsi.
Bantuan dari provinsi juga telah didistribusikan. Seperti mi instan, beras, minyak dan bahan pangan pokok lainnya. Sementara posko pengungsian telah didirikan oleh BPBD Kabupaten Klaten. (*)
editor : ricky fitriyanto