Pada zaman dahulu kala,,
Para dewa menciptakan Pandora. Manusia perempuan pertama di dunia, menurut legenda Yunani Kuno.
Pandora, Perempuan Pertama yang Istimewa
Pandora sangat istimewa. Seperti biasa, para dewa adu unggul dengan memberikan yang terbaik, pada ciptaan baru. Setiap dewa memberinya anugerah. “Pandora” berarti “dia yang ingin memberikan semua anugerah” sekaligus “dia yang mendapat semua anugerah”.
Hephaestus membentuk fisik Pandora dari tanah liat. Fisik yang sempurna. Pandora diberi mahkota emas. Aphrodite memberinya sifat perempuan. Athena mengajarkan ketrampilan.
Yang membuat Pandora semakin sempurna, Hermes memberi Pandora sifat ambivalen, mendua dalam makna, sehingga sering diartikan “tidak dapat dipercaya”, tidak punya kepastian. Pandora keras kepala, dan rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Permintaan ini, secara khusus, datang dari Zeus.
Pandora Menjadi Hukuman Sekaligus Anugerah
Bagi Zeus, raja para dewa, penciptaan Pandora adalah hukuman bagi seluruh manusia. Zeus ingin menghukum manusia, karena Promotheus mencuri api dari Langit, yang ia berikan kepada umat manusia. Api pengetahuan. Api yang menerangi,.membakar, sekaligus membawa manusia kepada bentuk baru persembahan dan perayaan. Api yang membuat manusia pintar sekaligus melawan.
Kemudian para dewa memberinya sebuah guci. Kelak kita mengenal istilah “kotak Pandora” dari cerita tentang guci ini.
Guci Pandora, Bukan Kotak Pandora
Mengapa orang lebih sering menyebut “kotak Pandora”, bukan “guci Pandora”?
Sebenarnya, dalam cerita Yunani Kuno, yang diberikan bukan kotak, melainkan guci.
Bagaimana ceritanya, “guci” Pandora bisa berubah menjadi “kotak” Pandora?
Kisah Pandora, merupakan bagian dari mitologi Yunani Kuno, datang dari karya Hesiod berupa kumpulan puisi epik, berjudul -Theogony- dan -Works and Days-, pada Abad ke-7 SM.
Hesiod mengatakan, kejahatan dunia disimpan dalam “pithos“, guci penyimpanan besar, yang biasanya terkubur di dalam tanah. Para penulis lain, memakai “pithos” ketika menceritakan Pandora.
Pada Abad ke-16, tepatnya tahun 1580, terjadi kesalahan (atau kesengajaan?) penerjemahan. Lilius Geraldus memakai kata “pyxis“, bukan “pithos“. “Pyxis” berarti “peti mati”. Kemudian, kesalahan tekstual ini, mengubah guci Pandora menjadi peti berbentuk kotak, dan semakin singkat menjadi “kotak”.
Jadilah orang lebih mengenalnya sebagai “kotak Pandora”, bukan “guci Pandora”.
Hadiah itu, berisi sesuatu yang sangat istimewa. Hanya saja, kotak itu tidak boleh dibuka.
Hermes membawa Pandora kepada Epimetheus, raksasa (titan), saudara laki-laki Prometheus, untuk dijadikan isteri.
Pandora, selain ditakdirkan menjadi perempuan pertama, juga digadang para dewa sebagai pengantin pertama.
Bagi Zeus, ini akan menjadi hukuman untuk Epimetheus.
Epimetheus menerima Pandora. Epipmetheus melanggar nasehat Promotheus, yang pernah berpesan, “Jangan terima apapun pemberian para dewa.”
Epimetheus tidak tahan melihat pesona Pandora. Perempuan pertama, cantik, sempurna, memiliki keterampilan, dan pintar. Epimetheus melanggar pesan Promotheus.
Inilah Isi Guci Pandora
Pandora tidak tahan ingin melihat isi kotak itu. Sampai dia kalah melawan rasa ingin tahu.
Pandora membuka kotak itu.
Kotak pandora terbuka. Pandora melihat hadiah istimewa dari para dewa.
Apa isi kotak itu?
Isi kotak Pandora adalah.. Semua hal buruk. Rasa sakit. Derita, duka, luka, nestapa, sengsara. Kecewa. Gagal. Kejahatan. Penyakit. Teror. Kegilaan. Serakah. Malas. Perampasan, pencurian. Masa menua. Kebohongan. Dendam. Tipuan. Korupsi. Singkatnya, apa saja hal-hal buruk yang selama ini disembunyikan para dewa, muncul dari guci itu.
Semua keburukan itu keluar, menyebar, dan tidak kembali ke guci.
Pandora menutup guci itu. Dia menyesal, melihat manusia menderita. Satu-satunya yang masih tertinggal di dalam guci Pandora adalah “harapan”.
Zeus sengaja melakukan itu, agar dalam keadaan sengsara, memderita, dan sakit, manusia selalu mematuhi para dewa.
Pandora terpilih, sebagai manusia yang tepat melakukan tugas menyebarkan penderitaan dan sakit, pertama kali, karena Pandora memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar sekaligus tidak memiliki niat jahat.
Membaca Guci Pandora
Apakah “harapan” terkunci di dalam kotak, terpisah dari keburukan, setelah kotak Pandora terbuka? Ataukah harapan itu sesuatu yang sejenis dengan keburukan lain, yang telah keluar dari kotak Pandora? Ataukah harapan dana keburukan itu double-coin term? Ataukah harapan layak terpenjarakan di dalam guci Pandora, yang membuat manusia tidak memiliki harapan dan tetap menjadi kesayangan para dewa, sehingga manusia selalu dalam kepatuhan, menerima keburukan bagi diri dan dunia manusia?
“Harapan” di guci Pandora berhubungan dengan api langit yang dicuri Promotheus.
Promotheus, ipar Pandora, mencuri api agar manusia mengenal terang, membakar, membawa manusia kepada “teknologi”. Promotheus ingin manusia berhenti meramal nasibnya. Api Promotheus dan harapan di guci Pandora, bisa membuat manusia menyadari kekuatannya.
Api dan harapan bisa menjadi obat dari segala macam penyakit.
“Harapan” (hope) mirip sesuatu yang tak-terjangkau, hadir ketika semua usaha manusia berada pada puncak ketidaktahuan atau misteri, seperti peluang terakhir. “Harapan” bukan modal bertindak, bukan doa.
Status aontologis “harapan” yang tersimpan di guci Pandora justru pengakuan para dewa atas usaha mereka, di mana manusia tidak selalu memerlukan “harapan” yang terkunci itu.
Kegelapan, derita, dll. yang telah lepas dari guci Pandora, sudah merupakan wajaj lain dari harapan. Tanpa derita, penyakit, dll. itu, tidak ada harapan,.tidak ada perlawanan dalam menghadapi kenyataan pahit di dunia.
Zeus menciptakan Pandora sebagai ambivalensi,.yang “mendua” (artinya bukan “tidak bisa dipercaya”). Bisa dilihat begini sekaligus begitu. Arti nama Pandora juga suatu ambivalensi.
Zeus memberikan guci itu, sebagai derita sekaligus penyembuhnya, gelap sekaligus terangnya. Sisi daun sirih, yang atas gelap, bawah terang, jika digigit rasanya sama.
Harapan akan datang ketika manusia berhasil menerima ambivalensi sebagai “kemungkinan”.
Ini seperti Siddharta ketika mendapat keadaan berupa kemewahan dan kelimpahan, dia mempertanyakan itu. Sama halnya, ketika apa yang disebut orang sebagai penderitaan, Siddharta mengajak kita mempertanyakan, “Benarkah ini derita?”. Bisa jadi, itu jalan menuju pencapaian.
Kalau kita selalu melihat lapar sebagai derita, kita tidak bisa ambivalen dalam memandang “lapar” itu.
Tanpa cara pandang ambivalen, kita akan gagal melihat kotak Pandora sebagai “hukuman” sekaligus “harapan”.
Kekuatan tidak terjadi tanpa ujian. Tidak semua orang semacam Pandora, yang diberi keistimewaan, dan takdir untuk melepaskan keburukan di tengah manusia. Tidak semua orang memiliki keberanian Promotheus untuk memberikan terang dan jalan menuju kemajuan. Lebih banyak manusia merasa tidak istimewa, patuh, takut, dan merasa kehilangan harapan. [dm]
—
Day Milovich,,
Webmaster, artworker, penulis tinggal di Rembang dan Semarang.