SEMARANG (jatengtoday.com) – Teknologi memang sedemikian pesat hadir dalam setiap lini kehidupan. Bertaburan karya tulis disajikan dalam bentuk digital. Namun budaya membaca buku harus tetap dijaga. Salah satu tempat baru yang cukup menarik dan patut dikunjungi bagi pecinta buku di Kota Semarang adalah Microlibrary Warak Kayu Semarang.
Terutama untuk remaja dan orang tua yang memperkenalkan budaya membaca buku kepada anak-anaknya.
Tempatnya di Taman Kasmaran, Jalan dr Soetomo, Kelurahan Kalisari, Kota Semarang, Jawa Tengah, tak jauh dari Kampung Pelangi Semarang. Terdapat salah satu bangunan rumah panggung mungil berbahan dari kayu. Beraneka ragam koleksi buku bacaan menghiasi rak-rak di perpustakaan tersebut.
Terdapat berbagai fasilitas untuk bersantai sembari berpetualang dalam lembaran buku. Terlebih di saat pandemi, Microlibrary tersebut bisa menjadi pilihan untuk mengisi waktu. Pengelola juga menerapkan protokol kesehatan, seperti cek suhu tubuh bagi pengunjung, mencuci tangan dengan hand sanitizer, dan diwajibkan mengenakan masker serta kaos kaki.

“Saya suka membaca sastra, terutama novel. Membaca buku bagi saya merupakan budaya menyegarkan pikiran,” ungkap salah satu pengunjung, Alfi Ariyanto, (17), Kamis (13/8/2020).
Menurut dia, budaya membaca buku merupakan aktivitas yang asyik. “Saat membaca buku, secara fisik kita memang diam. Namun konsentrasi kita aktif berpikir menelusuri setiap ilmu pengetahuan,” ujarnya.
Begitupun Sindu (12), dia mengaku bosan di rumah karena proses sekolah daring yang begitu monoton. Ia lantas diajak oleh orang tuanya untuk pergi ke salah satu perpustakaan. “Saya suka membaca komik. Apalagi di sini suasananya sejuk,” ujar pengunjung lain.
Terdapat spot jaring yang bisa digunakan oleh pengunjung untuk sekadar bersantai sembari lesehan. Namun jaring tersebut hanya diperuntukkan anak-anak. Sindu sendiri mengaku ingin kembali lagi ke tempat tersebut di lain waktu. “Koleksinya banyak, tidak cukup kalau hanya sehari,” katanya.
Sementara itu, Pengelola Microlibrary Warak Kayu Semarang, Hadassah Gloria Purnama mengatakan perpustakaan tersebut didesain menggunakan konsep Eco Friendly. Tidak hanya disediakan tempat membaca, namun juga ada ruang aktivitas berkumpul. Meski demikian, saat ini pengunjung yang datang dibatasi. “Ini masih masa trial microlibrary. Pengunjung dibatasi hanya sebanyak 10 anak saja yang diperkenankan naik ke atas. Apabila ada lebih dari 10 pengunjung, kami buat sistem giliran. Pengunjung bisa menunggu di bawah. Di sediakan ayunan atau tempat duduk-duduk,” terangnya.
Dijelaskannya, microlibrary di Kota Semarang ini bukan yang pertama. Sebelumnya telah didirikan di Bandung dan sejumlah kota besar lainnya. Tujuannya mengajak masyarakat untuk menjaga budaya membaca. “Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap buku, bukan gadget,” ungkap dia.
Pengelola Microlibrary sebetulnya telah menyiapkan berbagai event untuk anak-anak. Seperti pembelajaran lingkungan, mengenal berbagai macam tumbuhan, kayu, dan lain-lain. Namun karena situasi pandemi, terpaksa kegiatan tersebut ditunda. Dia berharap, pada September 2020 mendatang, Microlibrary Warak Kayu Semarang sudah dibuka untuk masyarakat umum. “Buka setiap hari Senin hingga Sabtu pukul 08.30- 15.30 WIB,” terangnya.
Microlibrary Warak Kayu Semarang tersebut dirancang oleh Daliana Suryawinata, salah satu perancang dari Suryawinata Haizelman Architecture Urbanism (SHAU). Pembangunan Microlibrary Warak Kayu ini hasil dari kolaborasi antara pemerintah setempat, CSR, Foundation, serta komunitas. Microlibrary Warak Kayu Semarang juga merupakan perpustakaan pertama di Kota Semarang yang dibangun dengan menggunakan material fabrikasi limbah kayu. (*)
editor: ricky fitriyanto