in

Socrates Minum Racun Ini 2500 Tahun yang Lalu

Menyingkap cara Socrates bertanya, menjadi inspirasi menulis dan investigasi yang tidak ada habisnya.

(Credit: nicoletaionescu)

Ingin membuat pembaca terkesan. Ingin tulisan terlihat bagus bagi pembaca. Hasilnya, ternyata sebaliknya. Kita tidak bisa membuat “semua orang” terkesan. Ada cara yang lebih baik..

Lawan “Cari Kesempurnaan” adalah “Menyatakan Kebenaran”

Katakan kebenaran, tulis dengan terbuka. Tidak perlu ingin terlihat sempurna. Bersikap ingin terlihat sempurna, membuatmu repot secara teknis, tetapi kalau kamu menyatakan sesuatu secara terbuka dan benar (apa adanya), hasilnya berbeda.

Apa yang menjadi keahlianmu, tidak terjadi dalam semalam. Saya baru menemukan jalan kreatif saya dalam menulis artikel (bagaimana mengajarkan menulis, mencari uang dari menulis, dan mengubah dunia saya) setelah menuliskan 300 artikel.

Konsisten, bicara kebenaran. Mengalahkan pikiran yang memblokir jalan awal menulis, melawan pendapat mainstream, itu sesuatu yang tidak mudah.

Seperti belajar berjalan, begitulah belajar bertanya ketika menulis.

Socrates Meminum Racun Ini..

Tidak ada racun yang lebih menyegarkan melampaui minuman lezat apapun selain kebenaran.

Sekitar 2500 tahun yang lalu, Socrates menemukan “metode” bertanya. Orang-orang resah karena pertanyaan Socrates menakutkan orang-orang, membuat mereka pusing.

Socrates, seorang filsuf Yunani yang tinggal di Athena dari 470-399 SM, bisa dibilang sebagai pemikir paling terkenal sepanjang masa.

Socrates bertanya, “Apakah keadilan itu?”. Bukan siapa yang adil, bukan mengapa tak-adil. Socrates mempertanyakan kembali hal-hal mendasar. Keadilan, kebenaran, kekuasaan, dll. Dan cara Socrates bertanya, kelak menjadi dasar pemeriksaan fakta, investigasi, riset, menuruti keingintahuan, kreativitas, penalaran, dll. Sampai sekarang, kita masih memakai metode Socrates. Jauh sistem logika ditetapkan sebagai perangkat berpikir, Socrates telah punya metode memeriksa cara kita berpikir, melalui “bertanya”.


Menurut cerita, karena meresahkan publik, Socrates dipaksa meminum racun.

Mungkin racun itu berwujud metode bertanya.

Orang tidak bisa menulis, meneliti, memberikan solusi, karena mereka tidak bisa membuat pernyataan.

Klarifikasi

Selama melakukan klarifikasi, kita sedang memeriksa “masalah”, bukan memeriksa fakta. Klarifikasi berkaitan dengan tujuan, makna, dan nilai.

Pertanyaan untuk klarifikasi:

  • Masalah apa yang kamu coba selesaikan? Definisikan dengan tepat, apa masalahnya.
  • Bisa kamu berikan contoh? Contoh untuk memperjelas masalah dan situasi terkait yang relevan.
  • Bisa kamu jelaskan lebih lanjut? Mendalami masalah, alasan, dan sebab.
  • Apakah kamu mengatakan ###? Memastikan kalau kamu memahami masalah ini.

Menyelidiki Asumsi

“Asumsi berarti” Sesuatu yang diterima sebagai benar atau pasti terjadi, tanpa bukti. Tindakah yang memerlukan kekuasaan atau tanggung jawab. Kita sering berasumsi terhadap agama, tradisi, dan pikiran kita sendiri. Menyelidiki asumsi sama dengan mempertanyakan nilai-nilai lama, apakah sesuatu selalu berjalan natural, “harus demikian”, ataukah masih bisa diusik?

Pertanyaan untuk menyelidiki asumsi:

  • Apa yang bisa kita asumsikan sebagai gantinya? Asumsi itu keyakinan dan kebiasaan yang perlu diuji. Kita perlu jelajahi pandangan alternatif. Pertanyaan ini yang membuat orang atau masyarakat berani melakukan adaptasi dan perubahan atas nilai-nilai kepercayaan lama.
  • Apakah kamu berasumsi bahwa ###? Mengidentifikasi asumsi kamu, sejauh mana memahami masalah dan mengatasi bias kognitif.
  • Bagaimana kamu bisa verifikasi atau sangkal asumsi itu? Belum disebut asumsi kalau belum pernah kita pertanyakan. *) Ada 3 cara dalam melihat masalah: 1. Apa yang kamu sudah tahu? (Asumsi); 2. Apa yang kita ketahui? (Fakta); dan 3. Apa yang perlu kita ketahui? (Riset).
  • Apakah selalu demikian? Jelajahi kasus, perluas pandangan, cari kemungkinan.
  • Apa yang terjadi jika ###? Membiarkan ide menjadi liar, mengembangkan mindset, kegagalan sebagai pembelajaran terbaik.

Menggali Alasan dan Bukti

  • Apa contohnya? Pemodelan solusi, akan membantu, secara struktural maupun strategis. Contoh tidak sama dengan analogi.
  • Apa analogi dari hal ini? Berpikir asosiatif (melihat hubungan sejalan antara A dan B), memakai metafora, membuka channel kreatif, dan melihat konteks.
  • Mengapa kamu katakan itu? Bahasa sering mengacaukan asumsi, bahasa juga pendorong untuk menilai-ulang pemikiran kita. Alasan dan bukti “positif”, tidak ambigu, lebih jelas dalam membangun alasan dan mengumpulkan bukti.
  • Bagaimana cara kamu tahu? Mencari fakta pendukung. Tanpa fakta, berarti statusnya hanya sebagai asumsi yang bisa kita tentang.
  • Mengapa? Tanyakan dengan “5 Kali Mengapa”, yang dikembangkan Sakichi Toyoda, pendiri Toyota Industries. Lihat alasan di balik masalah atau solusi.
  • Apa saja bukti yang mendukung? Tantang bukti, jangan terlalu percaya pada bukti.

Perspektif Alternatif

Berpikir tanpa alternatif, hasilnya hanya 1 sudut pandang, padahal sudut pandang itu bersifat sementara.

Orang pintar memiliki pandangan yang mudah berubah. Mereka sering merevisi pemahaman mereka. Tidak berhenti pada sikap dan sudut-pandang yang “selalu begitu”. Ia memilih melihat dari sisi lain, dari pergerakan, dan tidak statis.

Pertanyaan tentang perspektif alternatif:

  • Adakah alternatif lain? Jika tidak ada alternatif lain, berarti tidak ada sudut pandang lain.
  • Apa sisi lain di balik argumen ini? Kalau perlu, minta partner kamu untuk berbicara “sebagai” orang lain dan memberikan pandangan terbuka.
  • Apa yang membuat sudut-pandang ini lebih baik? Berpikirlah dalam pertumbuhan, semua bisa berkembang dan berubah di tengah perjalanan; itu sebabnya perlu belajar dari pemodelan solusi dan belajar dari kegagalan.
  • Apa ada cara lain, kontra-argumen, dalam melihat masalah ini? Lihat secara terbalik, coba balik masalahnya, agar kamu bisa pahami masalah dan konsekuensi dari solusi kamu.
  • Siapa yang diuntungkan dan siapa yang kena pengaruh dari masalah ini. Orang tidak ingin sesuatu, mereka ingin solusi untuk masalah mereka.

Saya ingat pandangan Jeff Bezos tentang sudut-pandang. Jeff pada tahun 1998 punya keinginan: “menjual buku secara online”. Jadilah Amazon. Pada tahun 2007 ia ganti keinginan (dan sudut pandang tentang bisnis online) menjadi: “Saya ingin jual apa saja, secara online).

Orang yang “sering benar”, sering berubah pikiran.

Berpikir secara konsisten itu positif. Ide sekarang, mungkin berbeda dari besok. Orang pintar selalu merevisi pemahaman mereka, menimbang kembali masalah yang mereka pikir sudah mereka pecahkan. Terbuka pada sudut-pandang baru, informasi, ide, kontradiksi, dan tantangan terhadap cara berpikir mereka sendiri.

Sudut pandang hanya bersifat sementara.

Orang yang sering salah, terobsesi dengan detail yang hanya mendukung 1 sudut pandang. Jika orang itu tidak dapat keluar dari detail dan melihat gambaran yang lebih besar dari beberapa sudut berbeda, mereka sering salah.

Jeff Bezos (pendiri Amazon) ketika mampir di sebuah kantor. *) Cerita di atas, mungkin tidak kamu temukan di tempat lain.

Mempertimbangkan Implikasi dan Konsekuensi

Banyak orang bertanya, berpikir, tanpa menimbang apa yang terjadi setelah ini. Setiap berpikir, jangan lupa melihat implikasi dan konsekuensi.

Pertanyaan tentang implikasi dan konsekuensi:

  • Generalisasi apa yang sedang dibuat? Kelompokkan hal-hal dalam blok dan hubungan. Cobalah spesifik dan detail dalam melihat masalah.
  • Apa implikasi dan konsekuensi dari asumsi tersebut? Pertimbangkan konsekuensi sebelum memutuskan sesuatu.
  • Bagaimana pengaruhnya bagi hidup saya dan masyarakat?
  • Bagaimana jika kamu salah? Siapkan antisipasi. Ukur apa yang kamu pakai untuk menyatakan, “Saya salah dalam hal ini..”.
  • Menurut pengalaman, apa yang akan terjadi?

Pertanyaan tentang Pertanyaan

Pertanyaan tentang aspek teknis dari suatu pertanyaan. Banyak peneliti, pembuat usulan, penulis, gagal bertanya dengan baik. Ini semacam BTS (behind the scene) di balik pertanyaan. Mereka tahu dan paham masalah, tetapi mereka gagal mengartikulasikan ide dalam bentuk kalimat pertanyaan.

Gunakan pertanyaan untuk pertanyaan ini:

  • Apa inti pertanyaan ini? Mempertanyakan motif pertanyaan.
  • Apa maksudnya? Memfilter kemiripan, memahami tantangan.
  • Menurutmu, mengapa saya tanyakan ini?
  • Bagaimana ini terjadi?

Bermodal metode bertanya, kamu bisa mulai menulis, mengusulkan penelitian, membuat laporan, dll. Pertanyaan itulah yang memberikan arah, apa yang akan kamu lakukan.

Metode Socrates di atas akhirnya dibayar mahal dengan hukuman minum-racun. Socrates mati. [dm]