DEMAK (jatengtoday.com) — Sidang dugaan kasus pencurian handphone dengan kekerasan tetap dilangsungkan meskipun terdakwanya terbukti mengalami gangguan kejiwaan. Terdakwa itu bernama Dwi Ardhy Kurniawan (25).
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Demak beralasan bahwa sidang tetap dilanjutkan (via online) karena untuk mengetahui perbuatan materil. Sebab dalam kasus ada 4 orang yang berperan. Salah satunya adalah terdakwa Dwi.
Meskipun begitu, selama ini baru satu orang yang ditetapkan sebagai terdakwa. Sementara 3 pelaku lain masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buron.
Salah satu tim kuasa hukum terdakwa dari LBH Mawar Saron Semarang Tommi Sinaga menjelaskan, sebelum persidangan kasus ini digelar, kliennya diperiksa kesehatan jiwanya terlebih dulu.
Hal itu dilakukan mengingat perilaku terdakwa yang tidak wajar. Apalagi, ia sebelumnya pernah menjadi pasien di RSJD Gondohutomo Semarang.
Berdasarkan hasil visum et repertum psychiatrum yang dikeluarkan RSJD Gondohutomo Semarang, terdakwa mengalami gejala gangguan jiwa berat. Sehingga mengganggu fungsi kemampuan dan fungsi dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam visum itu disebutkan juga bahwa terdakwa juga perlu dirawat secara rutin dan pengawasan secara intensif.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, LBH Mawar Saron mempertanyakan kepada majelis hakim perihal terdakwa yang masih dilakukan penahanan. Namun, majelis hakim akan mengambil sikap setelah sidang pembuktian selesai.
Tidak Dijatuhi Pidana
Kuasa hukum lainnnya, Suryono dan Wilson Pompana, menyatakan meskipun persidangan perkara itu dilanjutkan, kliennya tidak dijatuhi pidana karena adanya alasan pemaaf yakni tidak adanya kemampuan terdakwa untuk bertanggungjawab secara hukum.
Pihaknya berharap majelis hakim tidak keliru dalam menjatuhkan putusan.
“Sesuai ketentuan Pasal 44 KUHP, orang yang kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akalnya, kepadanya tidak dapat dikenakan pidana,” imbuh Suyono, yang juga Direktur LBH Mawar Saron Semarang.
Dengan demikian, pihaknya berharap majelis hakim dalam putusannya dapat memerintahkan memasukkan orang tersebut ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa. (*)
editor: ricky fitriyanto