in

Meski Ditetapkan Pandemi, Rapid Test Mandiri Masih Dipungut Biaya 

SEMARANG (jatengtoday.com) – Rapid Test dan Swab Test untuk kepentingan pemeriksaan awal apakah seorang warga dinyatakan positif atau negatif Covid-19 menjadi salah satu persyaratan bagi warga yang hendak bepergian lintas daerah.

Namun biaya Rapid Test maupun Swab Test terbilang mahal. Hal itu tak jarang membuat warga mengeluh. Sebab, pemeriksaan kesehatan warga, terlebih terkait Covid-19 yang telah ditetapkan sebagai pandemi global ini idealnya dibiayai oleh negara.

Direktur RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang Susi Herawati saat dimintai penjelasan mengenai prosedur rapid test menjelaskan bahwa rapid test membayar apabila untuk kebutuhan pribadi.

“Jadi kalau mau bepergian, ada pekerjaan atau tugas keluar kota, itu (rapid test) baru membayar. Tapi kalau rapid test yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan secara massal ya gratis. Sekarang ini hampir setiap rumah sakit menyediakan pelayanan rapid test. Tapi bayar, karena (peralatannya) beli sendiri. Yang menyediakan rapid test massal Dinas Kesehatan,” terangnya kepada jatengtoday.com, Sabtu (13/6/2020).

Rapid test yang dilakukan untuk pasien rumah sakit juga tidak membayar. “Tapi kalau orang mau rapid test ya bayar. Kalau saya pengin tahu, rapid test apa, nah itu kepentingan pribadi (bayar),” katanya. 

Mengenai biaya atau tarif rapid test, lanjut Susi, setiap rumah sakit menetapkan tarif berbeda-beda. “Ya tergantung tiap rumah sakit mempunyai tarif masing-masing. Ada yang Rp 600 ribu, ada yang Rp 700 ribu, tergantung rumah sakitnya,” ujar dia.

Susi menjelaskan, rapid test adalah pemeriksaan secara cepat, tetapi tidak menjamin bahwa orang yang telah diperiksa rapid test tidak mengandung virus Covid-19. “Karena kalau rapid test yang hasilnya negatif, itu nilainya 60 persen benar. Kalau positif, 80 benar. Kalau positif harus dibuktikan dengan Swab Test. Sedangkan Reaktif itu menunjukkan positif dari Rapid Test. Jadi apabila hasil pemeriksaan Rapid Test dinyatakan Reaktif, maka itu positif 80 persen terpapar Corona,” terangnya.

Saat ini, kondisi penanganan Covid-19 di RSUD KRMT Wongsonegoro terbilang membeludak. “Ini banyak sekali kasus Covid-19 di rumah sakit kami. Sehingga kami membuat satu ruangan lagi. Dulu hanya tiga, Arjuna 1, Arjuna 2 dan Banowati, sekarang tambah Ruang Bima. Posisinya full,” katanya.

Dia menjelaskan bahwa sebelum lebaran, kondisinya sepi. “Saya pikir sudah bagus ini. Sekarang pasien kami 74 pasien yang dirawat. Yang positif 38 pasien,” imbuhnya.

Saat ini, pihakya telah memiliki Polymerase Chain Reaction (PCR) atau mesin pemeriksaan untuk Rapid Test dan Swab Test. “Sehingga tidak perlu menunggu lama hasil swab. Tapi kendalanya karena swab massal oleh Dinas Kesehatan dilakukan secara masif, sehingga antrean pemeriksaan banyak sekali. Sekarang ini antreannya sampai 2.000,” terangnya.

Selain menerima Swab Test dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, juga menerima Dinas Kesehatan Jepara, Demak dan Pati.

“Kondisi normal, kemampuan kami 300 pemeriksaan dalam sehari. Hari itu juga hasil tes bisa diketahui, maksimal tiga hari. Saat ini kami tingkatkan bisa menyelesaikan kurang lebih 350 hingga 400 pemeriksaan. Tapi kalau yang datang 600 kan punya PR 200 (yang belum dilakukan pemeriksaan). Kemudian di hari berikutnya tambah lagi, itu yang membuat terjadi penumpukan,” tuturnya.

Rata-rata, lanjut Susi, setiap hari datang antara 400 hingga 600 swab yang harus dilakukan pemeriksaan. Hal itu membuat masa tunggu hasil test wab membutuhkan waktu cukup lama. “Ada kasus yang masuk tanggal 3, hasil test baru keluar hari ini, Sabtu (13/6/2020). Kalau dulu paling lama tiga hari. Ini memang di luar kemampuan,” katanya.

Terkait rapid test juga dikeluhkan oleh penulis senior, Agus Noor. “Cari surat keterangan lab. Bebas Covid19 mondar-mandir cari info. Diberi penjelasan mesti siapin Rp 2juta,” ujarnya melalui akun twitternya. Hal itu direspon oleh seniman kenamaan, Sudjiwo Tedjo. “Coba tanya @Reisa_BA.. Logikanya sih sesuatu yang sudah dinyatakan pandemi maka pengobatan dan yang terkait dengan itu dibiayai negara,” timpalnya. (*)

editor : tri wuryono

Abdul Mughis