in

Mereka Takut ‘Biological War’, Amerika Bisa Mati Semua

SEMARANG (jatengtoday.com) – Ilmuwan kesehatan asal Kota Semarang, DR dr Budi Laksono memiliki cerita menarik. Orang Amerika Serikat sangat takut terjadi ‘biological war’.

Perang biologi, penggunaan toksin biologi atau agen infeksius seperti bakteri, virus, dan jamur dengan tujuan membunuh atau melumpuhkan daya tahan manusia, hewan atau tumbuhan sebagai tindakan perang.

Virus paling ditakuti itu salah satunya berasal dari kotoran manusia atau feses. Melalui feses tersebut bisa menjadi siklus penyebaran virus yang membunuh ribuan manusia. Maka Amerika Serikat sangat berhati-hati menerima orang asing dari luar negara.

“Amerika tidak takut senjata, mau bawa senjata api, bom dan seterusnya tidak takut karena memiliki barier. Justru mereka paling takut terhadap biological war,” kata Budi kepada jatengtoday.com, Selasa (10/7).

Atas kekhawatiran itu, mereka sangat hati-hati agar jangan sampai orang dari luar negara masuk ke negera tersebut membawa virus penyakit. “Misalnya njenengan membawa virus, lalu berak di danau sana, orang Amerika bisa mati semua itu. Orang sana lebih lemah daya tahan tubuhnya. Sedangkan orang Indonesia lebih kebal. Karena setiap hari sudah terimunisasi,” terangnya.

Itulah sebab mengapa kalau orang Indonesia mengurus visa hendak masuk ke negera Amerika, maka feses-nya diperiksa. “Anak saya sekolah di Belgia juga periksa feses dulu,” katanya.

Begitupun, kalau orang Amerika Serikat masuk Indonesia, lanjut dia, pasti dia datang ke travel clinic untuk imunisasi Typus Chorela Disentry (TCD). “Semua orang Eropa kalau masuk ke Indonesia dilakukan TCD. Di London, satu kota ada 34 travel clinic. Kebetulan saya Sekretaris Travel Clinic Indonesia Jawa Tengah, sehingga konsen terhadap masalah ini,” katanya.

Mengapa pariwisata di Indonesia cenderung tidak maju? “Orang Eropa setelah mengunjungi negara berkembang, 62 persen diantaranya mengalami masalah kesehatan. Demam berdarah, diare, dan lain-lain. Itu membikin mereka takut. Maka ketika kita punya banyak potensi wisata, tetapi program jamban tidak berjalan, akan kalah dengan Malaysia dan Thailand,” bebernya.

Sedangkan pengelolaan sanitasi di Indonesia masih sangat buruk. Banyak warga masih membuang feses sembarangan. Di Kota Semarang bagian utara misalnya, hampir semuanya membutuhkan septic tank bio chemical. “Terutama di daerah land subsidence (penurunan tanah), banyak orang mengeluarkan kotoran langsung ke sungai. Ini sebenarnya bisa disadap ke septic tank bio chemical. Sehingga air yang dikeluarkan sudah steril. Tetapi sampai saat ini masih banyak yang belum punya,” katanya.

Banyak warga sudah memiliki jamban tetapi pembuangannya mengalir ke sungai. Menurutnya, hal itu tidak sehat. Dalam kategorinya, itu termasuk tidak punya jamban. Yang seperti itu siklus penyakit berkembang terus berjalan. Pada prinsipnya, jamban harus tidak mencemari lingkungan. Misalnya septic tank untuk resapan harus berjarak minimal 10 meter dari sumber air terdekat. “Tetapi kalau hal itu tidak bisa dicapai, maka harus dilakukan pengolahan dengan metode chemical. Tujuannya supaya kuman-kuman mati,” terangnya. (abdul mughis)

editor : ricky fitriyanto

Abdul Mughis