SEMARANG (jatengtoday.com) – Seorang nasabah bernama Walden Van Houten S bermaksud mengajukan permohonan pemblokiran cek ke bank. Cek tersebut telah diserahkan ke pihak lain untuk melunasi kredit pemilikan rumah (KPR).
Upaya pemblokiran cek dinilai penting karena ternyata kredit rumah itu bermasalah. Penjual rumah dilaporkan atas dugaan penipuan. Walden selaku pembeli rumah tak ingin cek miliknya disalahgunakan.
Sayangnya, permohonan itu ditolak. Pihak bank mendasarkan pada ketentuan butir II.A Nomor 16 pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek.
Bahwa pemblokiran cek bisa dilakukan setelah mendapat surat perintah pemblokiran dari instansi berwenang.
Walden selaku nasabah tak puas dengan keputusan bank. “Sebelumnya pihak bank malah menjelaskan ke saya, cek bisa diblokir kalau ada laporan kehilangan,” ujarnya, Senin (30/11/2020).
Penasehat hukum Walden, Febrian Prima mempertanyakan upaya perlindungan konsumen yang dilakukan bank tersebut. “Apakah tidak ada antisipasi hukum ketika ada nasabahnya yang terindikasi jadi korban penipuan?” tanyanya.
Menurutnya, saran pihak bank untuk membuat laporan kehilangan palsu sangat tidak tepat. Bahkan, bisa saja jika itu dilaksanakan justru akan menjerumuskan nasabah.
Ada dua kemungkinan. Pertama, nasabah itu bisa dilaporkan pidana karena membuat laporan kehilangan palsu. Kedua, nasabah pemilik cek bisa dilaporkan pidana karena cek yang untuk membayar kredit rumah ternyata kosong (akibat sudah diblokir).
“Jadi itu saran menjebak,” tegas Febrian.
Padahal, katanya, jika mengacu pada butir I.F nomor 2 pada Surat Edaran BI disebutkan, pembatalan cek dapat dilakukan dengan cara menyampaikan permohonan pembatalan secara tertulis. Syarat itu diklaim sudah dilakukan.
Febrian juga membandingkan kebijakan bank tersebut dengan bank lain. Dalam kasus yang sama, bank lain telah mengabulkan permohonan pemblokiran cek yang diajukam Walden. (*)
editor: ricky fitriyanto