Bagaimana merancang pertemuan bisnis yang efektif dan produktif?
Setelah melakukan pertemuan sekali, keduanya putus-cinta. Keduanya kecewa dengan pertemuan itu. Harapan tidak menemukan kenyataan, bertentangan sama sekali. Dalam alasan singkat, “Semua mengecewakan, tidak seperti harapan ketika sebelum kami bertemu.”. Moral dari cerita ini, tentang pentingnya merancang kualitas pertemuan.
Semua orang saling bertemu. Banyak urusan bisa diselesaikan dalam pertemuan: urusan cinta, pertemanan, dan pekerjaan.
Saya bekerja dari jauh. Ini pekerjaan impian saya. Remote working, lebih banyak menggunakan piranti komunikasi jarak-jauh: email, WhatsApp, dan Google Drive. Saya bekerja dari jauh, justru agar ada efisiensi waktu.
Lakukan ini untuk merancang dan mengukur pertemuan, agar efisien dan produktif.
Agenda Spesifik
“Tanggal 17 kita lakukan pertemuan”. Sering ada ajakan, tanpa menjelaskan apa agenda pertemuan itu. Seringnya, malah tanpa keterangan waktu. Orang tidak on-time, karena kesibukan mendadak, lalu-lintas, atau disesatkan GPS yang belum diatur.
Tanpa agenda, berarti tanpa persiapan.
Usahakan membuat pertemuan dengan agenda jelas. Ini bukan hanya dalam pekerjaan. Saya memperlakukan prinsip “agenda spesifik” dalam pembelajaran jarak-jauh. Jika kawan yang mau belajar tidak bisa on-time dan tidak punya agenda, ya tidak usah belajar.
Jadi, mengajak orang bertemu tanpa agenda yang spesifik, membuat orang bertanya-tanya, dan memilih untuk tidak datang.
Berapa pertemuan yang kamu lakukan berdasarkan janjian (dating) di bulan ini? Seperti apa kualitasnya?
Sebuah undangan, “Besok kami akan mengadakan pementasan teater.”. Saya balik bertanya, “Di mana saya bisa mengakses preview pementasan ini?”. Mungkin berupa trailer, behind the scene, atau cerita betapa dahsyatnya pementasan ini nanti. Tidak ada?
Belum Tentu Harus Bertemu
Saya dengan seorang kawan, sering mengerjakan website dari proses perencanaan sampai siap-pakai, tanpa bertemu sama sekali. Saya dan seorang kawan yang lain, mendiskusikan beberapa tema filsafat yang rumit, tanpa bertemu sama sekali. Bahkan melakukan troubleshooting komputer dari jauh, tanpa bertemu sama sekali.
Tidak harus bertemu, bisa terjadi, jika sistem kerjanya sudah jelas. Sebagai pengingat, kita memiliki alat komunukasi yang mengatasi pertemuan. Media online, memiliki sistem kerja yang jelas.
Pertemuan langsung, dilakukan ketika membahas berita mendatang (yang bersifat rahasia), mengatasi masalah internal, atau makan-makan. Untuk posting, masalah teknis, dan rutinitas lain, bisa dikomunikasikan dari jauh.
Artikulasi Gagasan
Banyak kawan memaksa “harus bertemu” karena tidak bisa mengartikulasikan gagasannya. Tdak semua orang bisa.
Contoh tindakan yang nggak jelas dalam mengatasi persoalan:
Komputer error. Tanpa menjelaskan bagaimana error itu terjadi, seperti apa, lalu memotret dan bertanya, “Ini kenapa?” atau “Bagaimana cara mengatasinya?” atau “Komputer saya lambat, tolong bantu saya”.
Tanpa deskripsi, tanpa kronologi (before, after), dan hanya memakai kata-kata, seperti: lambat, sulit, error. Dalam kasus ini, tidak menjelaskan itu laptop pakai Windows apa, kamu tidak akan mendapatkan solusi.
Contoh deskripsi yang jelas, “Saya memakai Windows 10. Sebelumnya, saya tidak mengganti passwordm Setelag restart, mau login, password yang saya masukkan salah. Bagaimana mengatasinya?”. Jika jelas, saya bisa selesaikan kasus itu dengan cepat.
Banyak masalah tidak segera teratasi, justru karena tidak bisa merumuskan masalah.
“Define and delegate your problem“. Buat batasan dan delegasikan masalah.
Masalah yang terdefinisikan, selalu memiliki manfaat, fungsi, dan tujuan. Selain itu, terdapat bukan hanya 1 penyelesaian.
Jadi, untuk mengajak bertemu, yakinkan orang dengan pentingnya pertemuan ini, mengapa harus bertemu, dan di balik agenda pertemuan ini pastikan bukan hanya menyelesaikan 1 masalah. Kamu butuh beberapa pendekatan, sehingga memang ada peran orang-lain yang kamu ajak bertemu.
Berikan Janji
Dalam menulis, bekerja, belajar, saya menerapkan “janji”. Dengan adanya “janji” (promise), maka pertemuan menjadi pembuktian janji. Dengan janji, berarti kamu nge-date dengan orang lain. Ada harapan dan rencana.
Pada suatu hari, kawan saya mengajukan pertanyaan filsafat, “Apakah Tuhan itu mewaktu ketika berkomunikasi dengan manusia?”. Saya memberinya janji, “Jika nanti kita bertemu, saya akan jelaskan itu”. Ketika bertemu, saya selesaikan agenda itu.
Kualitas Informasi
Pertemuan, memiliki kualitas informasi. Kalau nggak ada yang menarik dari sisi informasi (baru, tuntas, bisa dikerjakan, dll.) maka orang tidak tertarik. Untuk apa orang datang ke seminar buku kalau bukan demi informasi? Wajar orang tidak mau datang kalau sudah bisa menebak apa isi pertemuan itu.
Orang tidak ingin mendapatkan gangguan. Lakukan pertemuan yang sangat efisien.
Saya percaya sebuah kelas bisa dilakukan jarak jauh, namun, hanya untuk kebutuhan yang bersifat informatif. Beberapa hal harus menggunakan pertemuan-langsung. Tidak bisa dari jarak-jauh.
Efisien, Produktif
Pertemuan 10 orang selama 1 jam berarti hilangnya produktivitas 10 jam (total). Belum termasuk waktu untuk makan, pulang-pergi, dan menyiapkan pertemuan. Berapa yang bisa kamu hasilkan dari 10 jam?
Bahas masalah sebelum bertemu, sehingga, pertemuan benar-benar efisien. Berikan gambaran, bagikan presentasi, dan tentukan “janji” di balik pertemuan ini. Berikan hand-out di depan, agar bisa dipelajari lebih awal.
Dekati dengan Ilmu Pengetahuan
Termasuk brainstorming dan pengambilan keputusan.
Saya sering terjebak dalam pertemuan yang mengajak brainstorming dan menentukan keputusan. Sampai akhirnya saya mendekati “pertemuan” sebagai sains. Bahwa semua itu ada ilmunya. Public speaking, mempengaruhi kebijakan, mengubah kesepakatan, brianstorming, memutuskan sesuatu, mengatasi masalah, semua itu ada ilmunya.
Artinya, ada contoh kasus, perangkat pembacaan, sistem pengujian, dan ukuran kemajuan yang jelas.
Tidak ada ide abstrak dalam pertemuan, kecuali memang pertemuan itu hanya untuk bicara nggak jelas, makan dan bersenang-senang.
Berikan kesempatan untuk mempelajari apa yang akan dibahas dalam pertemuan. Berikan pendekatan awal.
Contoh kasus, begini:
“Saya ingin bertemu untuk membahas optimasi website saya. Kapan bisa bertemu?”
“Itu website apa? Bisakah kamu kirimkan URL website itu untuk saya lihat? Apa yang akan dioptimasi?”
“Nanti saja kita bahas di pertemuan”.
Tidak. Saya tidak harus datang. Artikulasikan gagasanmu lebih dulu, atau cobalah browsing menurut apa yang kamu pahami. Seperti itulah deal terjadi.
Sering juga terjadi, saya bertemu orang yang hanya punya harapan, tanpa rencana.
“Ajari saya mengakali pekerjaan kantor.” Jelas, orang ini nggak punya rencana sama sekali. Hanya punya masalah dan harapan.
Pertanyaan Sebelum Perjanjian
Saya sering mendengar keluhan seorang kawan yang kecewa dengan perjanjian dalam pekerjaan freelance. Kekecewaan itu terjadi karena tidak merancang pertanyaan dalam pertemuan.
Misalnya begini. Ada seorang pekerja kantor, ingin membuat suatu acara (atau program). Lalu ia bertanya kepada kawan saya, berapa biayanya. Setelah sepakat berapa biayanya, ia meminta kawan saya membuat proposal, atau memberikan sample, untuk dibahas di kantor orang tadi. Tidak terjadi deal. Yang terjadi, idenya diambil, pekerjaan tidak jadi diberikan, dan kawan saya hanya dapat makan-siang gratis. Gagal membuat perjanjian.
Kesalahan kawan saya terjadi karena tidak berhasil membuat pertanyaan.
Saya punya pertanyaan yang saya ajukan kepada calon klien:
Apakah pekerjaan ini fiktif?
Jangan pernah mengerjakan sesuatu yang fiktif. Cara mendeteksinya mudah. Jika pekerjaan ini memang ada (menjadi kebutuhan orang, atau program di kantor), berarti bukan fiktif. Jika alat ukur keberhasilannya jelas, berarti pekerjaan ini jelas. Jika kamu bisa mengerjakan, berarti bukan fiktif. Periksa dulu, seperti apa permintaan orang ini. Tanyakan, apa maunya.
Kepada siapa nanti saya bertanggung jawab?
Pastikan, kamu bertanggung jawab kepada pemberi pekerjaan. Mungkin ia punya boss. Jika demikian, pastikan kamu hanya bertanggung-jawab kepada 1 orang. Jiika tidak, nanti akan ada revisi berkali-kali, bukan dari 1 pintu.
Apakah ia tahu apa yang akan kamu kerjakan?
Jangan terkena jebakan betmen. Berhati-hatilah kalau dalam pertemuan ada kalimat, “Saya percaya, silakan kerjakan bagaimana baiknya menurut kamu saja.”. Klien selalu berorientasi kepada hasil, dan seringnya, tidak memahami tingkat kesulitan yang kamu hadapi. Klien seperti ini, mudah menyalahkan, hanya melihat hasil.
Beritahukan secara umum, hambatan yang bisa kamu atasi. Tanpa memberitahukan detail.
Dalam proposal penawaran, beritahukan tahapan yang akan kamu kerjakan. Schedule, perkiraan selesai per tahap, deadline, dan sistem revisi, harus dijelaskan sejak awal.
Berikan batasan mana yang bisa kamu berikan secara free dan mana yang berbayar.
Berapa nilainya dan bagaimana sistem pembayarannya?
DP atau full? Di depan atau setelah selesai? Pakai rekening siapa? Bagaimana tahapan pencairannya? Berapa nilainya?
Pertemuan yang membahas “deal” dan “detail tahapan pengerjaan”, bisa bertemu langsung, bisa tidak, tergantung kepada kesepakatan.
—
Rancang pertemuan yang lebih efisien dan produktif agar harimu lebih menyenangkan. [dm]