in

Menulis Buku dengan Metode “Rekayasa Terbalik”

Temukan sisi baik bacaan kamu, lalu atasi kesenjangan di dalamnya. Buat versi yang lebih baik dengan cara begini..

(Credit: Aleksei Morozov)

Rekayasa Terbalik

Kamu sudah tahu, apa itu rekayasa terbalik. Setelah melihat produk (yang bagus), pikiran kita berkata, “Bagaimana prosesnya, dengan hasil bagus begini? Saya ingin tahu bagaimana produk ini terbentuk, agar saya bisa terapkan dalam proses kreatif saya.”.

Kita sering lakukan ini, ketika menonton video di YouTube, melihat karya orang lain, dst. Sama seperti ketika kita baca artikel atau buku bagus.

Rekayasa terbalik, bisa menjadi metode ampuh, di mana kita “memperbaiki kesenjangan” di balik karya orang lain, untuk kita terapkan “lebih baik lagi” di karya kita. Dengan metode “rekayasa terbalik”, kita berani bilang, “Di video cara editing karakter ini, masih ada detail penting yang terlupakan. Saya akan revisi itu. Dan hasilnya: karya kita bisa lebih baik.”

Seperti Teknik “SkyScraper” Brian Dean

Menulis juga demikian.

Kalau dalam SEO, metode ini dipakai dalam “teknik sky scraper” yang ditulis Brian Dean dari Backlinko. Membuat “pencakar langit” (sky scraper). Apa artinya pencakar langit di sini?

Kita, seperti orang lain, sama-sama sudah pernah melihat gedung, menggunakan gedung, dan kita punya keinginan memiliki gedung yang lebih tinggi dibandingkan yang lain, yang kuat, dan berisi content yang lebih keren dibandingkan gedung lain.

Dalam praktik, kita menulis panjang, dengan penjelasan yang jauh lebih baik, berisi uraian yang tidak ditemukan di tempat lain, serta struktur link terbaik dari sumber dengan kualitas yang lebih baik. Akhirnya, gedung yang baru dibuat ini, bisa lebih “tampak” dibandingkan gedung lama. Alias naik di halaman 1 pencarian Google.

Taktik yang sama diterapkan: rekayasa terbalik untuk produk dengan hasil yang lebih baik.

Ketika akan menulis, dan telah menentukan tujuan penulisan, kita sering terhambat dalam menuliskan kalimat pertama. Saya juga selalu alami hal sama.

Ketika kamu siap menerima nasehat dari diri-sendiri, percayalah, kalau apa yang kamu lakukan dalam 5 menit terlihat mudah, orang lain belum tentu bisa lakukan itu. Kalau kamu dapat tips terbaik dari penulis lain, jangan membuat rasa penasaran kamu hilang.

Karla Starr memakai metode “reverse engineering” (rekayasa balik) untuk menulis buku. Cara yang dia terapkan, sangat mudah: gunakan apa yang sudah “work”, terapkan di chapter non-fiksi kamu. “Work” artinya terbukti berhasil.

Bagaimana menerapkan metode ini?

Di manapun kita melihat chapter buku, kita selalu menemukan hal-hal seperti ini:

  • Anekdot untuk intro.
  • Sains (penelitian ilmiah) di balik fakta ini.
  • Mekanisme atau cara-kerja di balik suatu fenomena.
  • Tanya-jawab dengan ilmuwan.
  • Cerita pribadi. *) Kamu perlu baca metode storytelling yang ampuh.
  • Apa contohnya dalam dunia nyata?
  • Profil orang yang terkenal atau sudah berhasil.
  • Ada yang salah dengan “ini”.
  • Studi klasik yang ditentang.
  • Kesalahpahaman umum tentang..
  • Pandangan sejarah.
  • Kilas-balik pada uraian sebelumnya. Ikatan budaya.
  • dll.

Singkatnya, di chapter manapun dari buku yang kamu baca, coba pelajari, chapter itu membahas dengan cara bagaimana, di mana bagusnya, kemudian perbaiki dengan metode kamu, namun yang jauh lebih baik. Seperti ketika kamu melihat suatu gedung bagus, kamu bisa membuat “pencakar langit” yang jauh lebih bagus.

Atasi Kesenjangan: Job Demands-Resource

Jangan biarkan kamu meragukan prosesmu sendiri. Ketika kamu capek menulis, salah satu sebab yang sering dan mungkin terjadi: kesenjangan antara tuntuan situasi dengan sumber daya yang kamu hadapi.

Riset “job demands-resource” dapat kamu baca dalam “The Job Demands–Resources Model of Burnout” dalam Journal of Applied Psychology 86(3):499-512, July 2001 DOI:10.1037/0021-9010.86.3.499 *) Baca dengan Sci Hub.

Singkatnya, ketika “tujuan besar” menulis buku mengalami gangguan, pecahkan menjadi bagian-bagian yang jelas tujuan-kecilnya dengan daftar di atas:

  • Di chapter ini, saya sedang menjelaskan apa?
  • Saya akan jelaskan dengan cara seperti apa?

Dengan cara itu, akan jelas masalah yang sedang kamu hadapi. Kamu perlu memperdalam apa yang sudah kamu baca, dari sumber lain. Paling mudah, dengan baca dan lacak anotasi atau catatan kaki.

Chapter yang sedang kamu tulis, semakin bagus ketika kamu temukan kesenjangan yang belum dijelaskan penulis lain. Di situlah kamu bisa bicara lebih jelas dan lebih baik daripada penulis non-fiksi lain.

Saya sangat suka browsing dan membaca. Biasanya, begitu melihat kesenjangan, segera saya menuliskan catatan. Ini bisa kita mulai dengan mempertanyakan apa yang sudah sering dipercaya orang.

Contoh Kesenjangan

Saya berikan 4 contoh populer dan sering dikutip, namun ternyata “salah”. Saya tidak lakukan koreksi di sini, karena jawaban sebenarnya, bisa kamu cari sendiri.

  1. Ikigai ditampilkan sebagai Diagram Venn.
  2. Piramida kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow.
  3. Ucapan “stay hungry stay foolish” dianggap ucapan asli milik Steve Jobs.
  4. Grafik Dunning-Kruger Effect digambarkan berbentuk letter “U”.

Kita sering lihat 4 hal di atas, dan 4 hal itu sepenuhnya salah. Kalau bisa kamu jelaskan, berarti kamu mengisi kesenjangan, menguraikan dengan lebih baik.

Cara Saya Atasi Kesenjangan

Yang saya lakukan:

  • Meringkas referensi yang “salah” itu.
  • Membuat anotasi dan catatan, bagaimana sebenarnya. Kadang itu hanya suatu kalimat dan link yang mengkoreksi realitas sebenarnya. Suatu saat, itu akan saya pakai.
  • Jadikan “question-answer”, dan berikan referensi.
  • Beri judul atau label.

Ini disebut “spark notes”, saya lebih suka sebut ini “aforisme”, seperti cara Nietzsche dalam mengomentari gagasan filosof lain. Saya kerjakan ini di Google Keep; karena Google Keep ringan, bisa dengan cepat “merekam” apa yang ingin kamu tulis, serta fitur search bagus. Dalam 3 bulan, saya bisa tulis 115 artikel, dan jumlahnya bisa menaik.

Dengan metode “rekayasa terbalik”, proses kamu menulis artikel atau buku akan lebih cepat dan lancar. [dm]