in

Mengulik Cerita di Balik Dubbing Film Kartun

Dunia anak yang menyenangkan tak terlepas dari film kartun. Mulai dari Popeye, Tom and Jerry, SpongeBob SquarePants dan masih banyak lagi, menjadi film fenomenal. Tokoh-tokoh dalam film kartun begitu terkenal hingga pelosok kampung.

Hal yang jarang diketahui publik adalah siapa pengisi suara dalam film kartun tersebut. Sekelompok anak muda ini memiliki aktivitas kreatif mengisi suara atau dubbing film kartun.

Andy Pratomo, bercerita di balik pengalamannya sebagai pengisi suara sejumlah film kartun. Ternyata mengisi suara dalam film kartun tidak mudah. Ada proses panjang, mulai menranskrip naskah film tersebut, kemudian ditranslate ke dalam Bahasa Indonesia, bahkan bahasa Jawa.

Setelah itu ada proses reading untuk memahami karakter tokoh dan alur cerita. Tidak hanya itu, tak jarang satu orang dubber bisa mengisi sejumlah tokoh di film kartun. Berbagai macam karakter suara, bahkan bukan hanya suara tokoh manusia, tapi juga mengimajinasikan suara hewan seperti tikus, kucing, dan lain-lain.

Suara tersebut disesuaikan dengan adegan film kartun dengan menggelitik, cerdas, cerdik dan imajinatif. “Terkadang, satu orang mendubbing dua-tiga karakter. Proses rekamannya di studio,” kata warga Jalan Cakrawala Timur II Semarang Barat tersebut.

Dikatakannya, pengerjaan tergantung kerumitan dan durasi film tersebut. Biasanya, dia bersama rekan-rekannya dalam satu hari bisa mengisi suara empat tokoh. “Semakin film tersebut berdurasi panjang, maka proses pengisian suara membutuhkan waktu lama dan rumit,” kata pria kelahiran Pati, 30 Juli 1975 ini.

Andy bersama timnya telah banyak menghasilkan film kartun, baik film pendek maupun film kartun layar lebar. Bahkan job yang datang berasal dari luar negeri. Sebab rata-rata film yang didubbing merupakan film berbahasa Inggris. Terakhir yang digarap adalah film kartun berjudul Robinson Crusoe.

Ia juga mendubbing film tersebut ke dalam bahasa Jawa. “Begitu menerima project, pertama kali yang dilakukan adalah pendaftaran dan casting. Setelah casting, dilakukan meeting, nonton bareng, reading, rekaman hingga editing. Ada proses seleksi sesuai dengan kebutuhan karakter tokoh di film kartun tersebut. Misalnya lima orang, ada cewek cowok, dibikin sample, kemudian dikirimkan ke klien. Nanti mereka yang memilih, baru kami memulai dubbing,” terangnya.

Paling menjengkelkan, kata dia, kalau sudah dilakukan dubbing ternyata klien meminta untuk revisi. Biasanya dinilai kurang pas, baik translate-nya maupun karakteristik tokohnya. “Paling sulit bahasa Inggris ke bahasa Jawa. Karena harus mencari kosakata Jawa yang pas, bahasa Jawa memiliki kosakata yang sangat banyak. Ketika menggarap film layar lebar, kami banyak sekali revisi,” katanya.

Aktivitas dubbing film tersebut bermula saat ia bekerja di Radio Prambors di Semarang. Awalnya mengisi dubbing iklan sejak 2004. Tujuh tahun di Prambors, kemudian pindah di Jogja. Hingga sekarang ia bolak-balik Jogja-Semarang.

“Kami memang dulunya sering menggarap iklan dalam bentuk audio, icommerce, kemudian merambah dubbing film,” katanya.

Saat ini, ia bersama teman-temannya mendirikan perusahaan yang bergerak dalam dubbing film dan produksi audio dengan nama Waiwai Studio yang berkantor di Yogyakarta.

“Tak jarang, kami juga melibatkan anak-anak karena kebutuhan suara anak-anak di film tersebut. Capek, tentu saja. Karena seringkali lembur. Tapi asyik banget dan menyenangkan pokoknya,” katanya. (Abdul Mughis)