Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2020 mengalami kemajuan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah meningkat. Terimbas wabah COVID-19, IPM Jawa Tengah tahun 2020 tercatat 71,87 poin dan mampu tumbuh positif 0,14 (BPS,2020).
Walaupun tumbuh melambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun peningkatan poin ini lebih tinggi dibandingkan peningkatan nasional yang hanya tumbuh 0,02 poin. Ini menandakan pembangunan manusia di Jawa Tengah lebih cepat daripada rata-rata pembangunan manusia di tingkat nasional meskipun pandemi melanda.
3 Kabupaten dengan IPM Tinggi
Ada 3 kabupaten/kota yang ada di Jawa Tengah mencapai status IPM sangat tinggi: Kota Salatiga, Kota Semarang, dan Kota Surakarta dengan IPM masing-masing 83,14 poin, 83,05 poin, dan 82,21 poin. Nilai ketiga kota ini melampaui nilai IPM DKI Jakarta yang menjadi Provinsi dengan nilai IPM tertinggi se-Indonesia yaitu 80,77 poin.
Pencapaian IPM tertinggi bukan semata-mata tujuan pembangunan. Tujuan pembangunan selain meningkatkan pertumbuhan ekonomi, harus mampu memeratakan pembangunan. Idealnya tidak ada kesenjangan pembangunan antardaerah. Namun kesenjangan tersebut tercipta dari dampak pembangunan masing-masing daerah yang tidak sama kecepatannya.
Tahun 2020 disparitas Kota Salatiga ( IPM tertinggi) dan Kabupaten Brebes (IPM terendah) sebesar 17,03. Namun jika dibandingkan tahun 2011 jarak antara IPM tertinggi dan terendah mencapai 19,10. Kesenjangan pembangunan manusia di Jawa Tengah turun 2,07 poin selama satu dasa warsa. Ini menggambarkan Provinsi Jawa Tengah tidak hanya mengejar percepatan pembangunan tetapi juga mengikis kesenjangan pembangunan antar daerah.
IPM merupakan indikator jangka panjang. Upaya-upaya pembangunan yang dilakukan sekarang tidak bisa langsung dirasakan setahun kemudian. Tetapi upaya itu harus terus berkelanjutan dan bergerak setiap tahun untuk mencapainya. Kecepatan dan pemerataan pencapaian ini yang menjadi tolak ukur keberhasilan pembangunan manusia.
Upaya Menekan Kesenjangan Antar Daerah
Kesenjangan juga terjadi pada komponen ekonomi pembangun IPM. Kota Salatiga memiliki PPP tertinggi dan Kabupaten Pemalang terendah se-Jawa Tengah.
Kesenjangan pada komponen PPP berhasil ditekan 1,66 poin pada kurun waktu 2011 – 2020. Sedangkan rata-rata pengeluaran per kapita per tahun (PPP) Jawa Tengah turun 172 ribu rupiah akibat pandemi dan Kota Semarang paling terdampak COVID-19 dengan penurunan terbesar 307 ribu rupiah.
Untuk komponen kesehatan, yang diukur dari Usia Harapan Hidup (UHH), komponen ini mencerminkan tingkat kesehatan yang salah satu indikatornya adalah usia perkawinan pertama. Perlu diketahui bahwa pernikahan dini memiliki pengaruh signifikan pada tingkat kematian bayi dan angka harapan hidup. Jika pernikahan dini terjadi, psikologi dan kesehatan ibu buruk. Ketika buruk dia akan berpengaruh pada tingkat kematian bayi sehingga angka harapan hidup berkurang.
Jawa Tengah menduduki peringkat dua nasional setelah DI Yogyakarta dalam pencapaian IPM komponen kesehatan dengan memiliki peluang hidup hingga 74,37 tahun dan lebih lama 0,14 tahun dari tahun 2019.
Kesenjangan antardaerah juga terjadi pada komponen kesehatan. Peluang hidup penduduk Kabupaten Sukoharjo mencapai 77,65 tahun sedangkan Kabupaten Brebes hanya sampai 69,33 tahun.
Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu 2011 – 2020 behasil menekan kesenjangan komponen kesehatan sebesar 1,62 poin. Dengan peningkatan penggunaan air minum layak, penggunaan jamban sendiri dan menekan angka pernikahan dini bisa menjadi program mengejar ketertinggalan dalam komponen kesehatan.
Pembangunan Manusia di Jateng Kurang Menggembirakan
Untuk pembangunan manusia di bidang pendidikan secara nasional, Jawa Tengah berada pada peringkat yang kurang menggembirakan.
Anak-anak usia 7 tahun di Jawa Tengah mempunyai Harapan Lama Sekolah (HLS) hingga lulus SMA. Sedangkan Rata-rata Lama Sekolah (RLS), penduduk Jawa Tengah usia 25 tahun ke atas hanya mampu menempuh pendidikan sampai SMP kelas 1. Padahal angka nasional bisa mencapai SMP kelas 2.
Kota Semarang mempunyai RLS tertinggi hingga SMA kelas 2 dan Kabupaten Brebes dengan RLS terendah hanya sampai tamat SD.
Dalam kurun waktu 2011 – 2020 kedua indikator tersebut masih mempunyai kesenjangan yang tinggi terutama pada RLS yang hanya mampu menurunkan kesenjangan 0,43 poin. Penduduk usia 25 tahun ke atas sudah bekerja dan bertanggung jawab dalam kehidupan. Kecil kemungkinan menaikkan angka RLS dengan mendorong mereka untuk bersekolah lagi dengan masif.
Meningkatkan Angka RLS
Untuk peningkatan angka RLS, yang bisa dilakukan adalah dengan mendorong anak-anak usia 7 – 24 tahun tidak putus sekolah. Walaupun dampaknya hanya dirasakan sedikit demi sedikit setiap tahunnya paling tidak angka HLS juga terdorong dari upaya tersebut. Perlu usaha dari berbagai pihak untuk menjamin keberlangsungan pendidikan baik dari segi material maupun moral.
Segi material, mengupayakan pendidikan semurah mungkin dan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan sampai level tingkat desa. Dari sisi moral, menjaga dan memberi semangat anak-anak tidak kendor dalam belajar. Aspek ini perlu peningkatan kesejahteraan keluarga. Karena kemiskinan bisa mematahkan semangat anak dalam belajar.
Pembangunan manusia merupakan upaya bersama untuk meningkatkan ekonomi dan kualitas manusia demi kesejahteraan hidup. Bersama kita bisa meraih kualitas manusia yang bermartabat untuk Jawa Tengah, nasional bahkan tingkat dunia.